Chereads / AFFAIR WITH INFIDELITY / Chapter 6 - DISMENORE!

Chapter 6 - DISMENORE!

Sonia merasakan perutnya amat sangat sakit, dia berjalan ke arah lantai satu rumah berniat pergi ke restoran untuk belajar memasak lagi. Langkahnya tertahan ia ambruk begitu saja. Steve yang sedang duduk di ruang tamu langsung berlari ke arah Sonia, wajah gadis itu pucat. "Sonia, are you okay?" Steve tampak mengguncangkan tubuh Sonia.

Beberapa pegawai juga menghampiri dan membantu membawa Sonia ke kamarnya. Steve langsung menelpon Dokter pribadi keluarga mereka yang langsung tiba beberapa saat setelah di panggil.

Sonia di periksa, wajahnya masih tampak meringis sembari memegang perutnya. "Apakah keluhan ini baru saja terjadi?" tanya Dokter Jack, dia sudah bernaung bekerja dengan keluarga Leonardo selama 10 tahun terakhir.

"Saya baru saja mendapatkan periode saya hari ini Dok, tapi untuk pertama kali sakit ini melebihi seperti biasannya!" lirih Sonia di ranjangnya dengan mata remang-remang.

"Ini namanya Dismenore, dismenore adalah nyeri atau kram di perut bagian bawah, yang muncul sebelum atau sewaktu menstruasi. Pada sebagian wanita, dismenore dapat bersifat ringan, namun pada sebagian lain, dismenore bisa berlebihan hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun ini normal dan tidak akan terjadi apa-apa!" jelas Dokter.

"Apakah ini berbahaya, dan menyumbat kesuburan?" tanya Sonia, Steve yang mendengar itu terfokus pada ucapan Sonia dan menunggu jawaban Dokter.

"Sejauh ini tidak ada yang menjamin tentang itu, namun 80% wanita mengalami Dismenore dan tetap bisa mengandung,"

Sonia tampak tenang setelah mendengar itu. Dokter kemudian pamit dan menyarankan Sonia untuk mengompres perutnya dengan air panas. Yang langsung di laksanakan oleh asisten rumah tangganya untuk membuat Nyonya muda nya itu lebih baik.

Steve menelpon Edward bahwa Sonia sakit, dan laki-laki yang baru saja tiba di kantornya itu langsung pulang. Bahkan ia tak sempat mengambil obat yang ia taruh di laci mobil.

Setengah jam berlalu dan Edward tiba di rumah, ia langsung menaiki tangga mencari keberadaan istrinya. Melihat Sonia yang menutup matanya di ranjang, membuat Edward sakit.

Ia duduk di sampingnya, memegang tangan perempuan itu dan mengecup nya. Hal itu membuat Sonia terbangun, tangannya masih menggenggam kompresan air di atas perutnya.

"Sayang, kok pulang lagi?" lirih Sonia.

Edward membuka kancing kemejanya dan naik ke atas kasur setelah membuka sepatu yang ia kenakan juga. Kemudian menempatkan kepala istrinya di lengannya yang kekar.

"Aku dengar kamu sakit, jadi aku pulang! Apa yang terjadi, apa yang sakit?" walau pertanyaan nya halus, terdengar Edward khawatir dari lirihan suaranya.

"Ini sakit paska periode, hari pertama aku mendapatkan menstruasi! Kata Dokter ini normal, tadi aku takut sekali"

Edwar mengelus rambut istrinya."Takut apa?" lanjutnya.

"Aku takut sekali ada masalah dengan rahimku, aku takut tak bisa memberikan mu keturunan!"

Hati Edward seketika bergidik, ia lah yang seharusnya takut sekarang.

"Cintaku, apakah kamu tidak bahagia tinggal berdua denganku?" tanya Edward, langsung membuat Sonia menengadahkan kepalanya.

"Mengapa kamu berbicara seperti itu, tentu saja aku bahagia denganmu"

"Lalu kenapa kamu terus memikirkan bayi, jika berdua saja sudah cukup?"

"Sayang, anak itu untuk mempererat hubungan kita! Kemudian siapa yang akan menjagaku jika aku sudah tua?"

"Aku akan menjagamu, sampai rambutmu putih!"

"Apakah kamu tidak ingin memiliki anak dariku?" Sonia mulai kesal.

"Tentu saja ingin, tapi aku juga ingin kamu tidak terlalu memikirkannya aku takut kamu stres dan sakit seperti kemarin bukankah itu bisa menghambat juga cintaku!" Edward seperti biasa memberikan ketenangan untuk Sonia dari kata-katanya.

"Aku takut sekali, ini sudah lewat dua tahun dan aku belum mengandung sekalipun padahal kita tidak menggunakan kontrasepsi"

"Kamu benar, aku juga akan mulai hidup lebih sehat agar kita cepat punya bayi, aku akan rutin ke Dokter!"

Mendengar jawaban Edward Sonia sangt senang, melihat Edward itu memperlihatkan ketertarikannya untuk memiliki seorang anak.

"Terimakasih cintaku, rumah kita akan lebih indah jika sudah ada tangisan bayi di sini"

"Lalu! Apakah kita akan punya bayi hanya untuk membuatnya menangis di rumah ini?" Edward menggoda istrinya, membuat Sonia mencubit pinggang suaminya yang kekar.

Mereka saling memeluk, dan Edward mengecup kepal istrinya.

Sonia tidur di pelukan Edward, sembari menahan sakit yang belum juga mereda di perutnya.

Steve membuka laptopnya dan melihat perkembangan pekerjaan yang sedang ia lakukan pengujian. Ia mendapatkan telepon dari pihak yang ia tunggu-tunggu dari penguji internasional yang berada di negara tempat ia tinggal sekarang New York.

Setelah mendengar telepon itu Steve sangat bahagia. Obat nya sudah di verifikasi dan layak di edarkan di kalangan masyarakat untuk membantu menyembuhkan ejakulasi dini atau tanda-tanda Azoospermia.

Malam hari tiba, Sonia sudah lebih baik ia turun bersama Edward untuk makan malam. Semua masakan mewah sudah tertata di mejanya. Steve juga berada di sana.

"Ada yang ingin aku sampaikan!" ucap Steve, Sonia dan Edward mengangguk bersamaan kemudian duduk.

"Aku baru saja mendapat kabar hari ini bahwa obat yang aku teliti sudah di verifikasi dan mendapat sertifikat layak edar, aku mungkin akan tinggal lebih lama di New York sebelum kembali ke Belanda, apakah tidak masalah jika aku tinggal lebih lama di sini?"

Edward menaikan satu alisnya. "Kak kamu boleh tinggal sebanyak yang kamu mau di sini, mengapa harus bertanya?" jawab Edward sembari mendengus tersenyum.

"Sekarang kamu sudah punya istri aku harus meminta persetujuan"

"Kak, kamu seperti menempatkan aku sebagai adik ipar yang jahat!" timpal Sonia.

Semua orang tertawa setelah Sonia berbicara seperti itu. Hal itu membuat Steve senang, ia memang lebih nyaman tinggal di rumah Edward di banding rumah Mr. Leonardo ataupun apartemen lain milik keluarganya.

Ia tak senang hidup sendiri, padahal di Belanda dia juga hidup sebatang kara.

Mereka pun lanjut makan dan berbincang setelahnya.

Usai makan dan mengobrol sebentar Sonia dan Edward kembali ke lantai atas, kini mereka duduk di balkon. Pemandangan indah menghamparkan pemandangan lampu kota yang kelap kelip juga terang benderang.

"Bukankah new York sangat panas di siang hari?" ujar Sonia.

"Ya tentu saja, mengapa?"

"Lihatlah suamiku membangun banyak gedung pencakar langit, dan membuat pemakaian listrik luar biasa di malam hari! Sehingga terasa sangat panas di siang hari. New York benar-benar kota yang tidak pernah mati!" jelas Sonia.

"Aku juga tidak berpikir akan seperti ini, membangun gedung seperti menjadi hobby bagiku dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan!"

Sonia mengangguk. "Sayang, apakah kamu tidak mau duduk?" tanya Edward karena istrinya berbicara dan berdiri.

"Aku ingin duduk di sini!" suara ceria Sonia terdengar sembari duduk di pangkuan suaminya.

"Gadis manja!" lirih Edward sembari memegang pinggang Sonia dan melingkarkan tangannya di sana.