-"Rey lepas dong! Malu tau diliatin," protes Agnes lagi sambil mencoba mendorong tubuh Rey.
Tuk!!
Suara itu terdengar seperti suara saklar lampu yang dimatikan. Bersamaan dengan itu, lampu di ruangan itu mati untuk beberapa detik. Belum sempat Agnes bereaksi, Reyhan memeluknya erat.
"Tenang, ada aku di sini ...," ujar Reyhan mengusap kepala Agnes lembut dan menyalurkan ketenangan bagi Agnes dari pelukannya.
Agnes mengatur nafas yang hampir tak beraturan. Dalam dekapan Reyhan, Agnes merasa sangat tenang dan aman. Bahkan Achluophobianya pun tidak muncul seperti sebelum-sebelumnya.
Sepersekian detik, Agnes baru menyadari hal itu. Raut wajahnya nampak bingung karena tak biasanya tubuhnya tidak bereaksi berlebihan ketika mati lampu.
"Aneh," batin Agnes lalu mendongkakkan kepalanya. Dari bawah sini ia bisa degan jelas melihat wajah Reyhan yang tegas dan lembut dalam waktu bersamaan.
"Ekhmmm." Keisya berdehem beberapa saat kemudian setelah ia merasa bosan melihat kemesraan yang terpancar diantara kedua orang yang bersahabat itu.
Agnes dan Reyhan cepat-cepat melepaskan diri, kemudian menjadi salah tingkah sendiri. "Oh ya, aku harus visit ke ruangan lain dulu ... because, aku masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan, aku balik dulu ya."
Agnes beralasan, ia ingin menutupi wajahnya yang merah padam serta perasaan salah tingkahnya. Dan ya, ia hanya tak ingin perasaan menjadi semakin tak karuan, ia tak ingin rasa egoisnya muncul dan menghancurkan semuanya.
Hati nuraninya sebagai perempuan bergejolak dalam keadaan seperti ini. Satu sisi, ia tak ingin menyakiti hati perempuan lain. Tapi, di sisi lain ... perasaan terhadap Reyhan tak semudah itu dihilangkan.
"Mau aku antar?" tanya Reyhan.
Agnes sontak menoleh dan saat itu mata keduanya bertemu. Cukup lama! Sebelum akhirnya Agnes sadar dan mengerutkan keningnya. Ia menggeleng pelan.
"Aku bukan anak kecil yang lagi tersesat sampai harus kamu anterin, Rey."
Reyhan tersenyum manis, senyum yang selalu menghanyutkan Agnes. "Kali aja ...," jawab Reyhan.
"Nggak perlu, aku lebih hapal sudut rumah sakit ini daripada kamu," jawab Agnes sambil menyalami Karina.
Reyhan terkekeh. "Iya deh, Bu Dokter! Nanti aku ke ruangan kamu ya."
Agnes hanya mengangguk sambil berjalan keluar dari ruangan Karina. Agnes berusaha bersikap biasa saja meskipun dalam hatinya ia senang karena Reyhan akan mendatanginya nanti.
Agnes berjalan menuju ruangan sambil terus tersenyum. Ia lebih ceria dari sebelumnya, mungkin karena hug vitamin yang baru diterimanya barusan.
"Pasti akan menyenangkan kalau setiap hari aku bisa dapat vitamin peluk dari kamu, Rey," gumam Agnes.
*****
Di dalam sebuah mobil berwarna abu-abu metalik, Reyhan melajukan mobil sport miliknya menyusuri keramaian kota jakarta dengan pikiran yang tertuju pada gadis dimasa lalunya.
"Seandainya perjanjian itu nggak tercetus... mungkin aku dengan segala kekurangan ini akan berusaha menemukan cintaku. Tapi, aku tahu kamu tak pernah ingkar kepada janji yang kamu buat dan tak suka dengan orang yang tak bisa memenuhi janjinya...," Reyhan menghela nafas,"... Andai saja...."
Mobil Reyhan melaju santai, ia bahkan membuka kaca mobilnya untuk menikmati udara sejuk hari itu. Hari ini ia akan pergi menuju kantor miliknya. Ia akan mengurus semua perkerjaan sebelum akhirnya cuti untuk menjaga ibunya. Meski Reyhan adalah pemilik perusahaan ia tetap memilih cuti dari pada menghilang sesukanya.
"Aku memang nggak bisa egois. Aku nggak mau kehilangan dia karena perasaan ini, bersama dengan dia seperti sekarang aku sudah sangat bahagia! Akan ku pendam perasaan ini, lagipula aku sudah ada Sarah."
Penyesalan memang menyedihkan, tapi bukankah lebih baik Reyhan menyesal karena melakukan daripada ia harus menyesal karena tidak melakukannya.
Ditengah pikirannya tentang perempuan dimasa lalunya itu. Reyhan teringat dengan cafe yang dulu sering ia datangi bersama Agnes. Cafe yang sekarang menjadi miliknya, namun sudah lama tak ia kunjungi karena kesibukannya.
"Sebelum pergi ke kantor ada baiknya aku ngecek cafe," gumam Reyhan lalu mengalihkan tujuannya menuju cafe yang dijaga oleh sahabatnya bernama Ricky.
"Selamat siang Rey, kopi?" tawar Ricky sahabatnya sekaligus manajer cafe.
"Ya," ucap Rey singkat.
"Tumben kesini? Kenapa?" tanya Ricky sembari membuatkan Rey coffe.
"Hanya mampir," jawab Rey singkat bersamaan dengan matanya yang terus mengelilingi setiap sudut cafe, sampai ia menemukan Agnes sedang duduk di pojok cafe menyeruput minumannya dengan sebuah laptop yang terbuka di depannya.
"Sejak kapan dia di sini, Ric?"
"Siapa?" tanya Ricky tak paham.
"Itu ...,"-Rey menunjuk sosok yang ia maksud- "Agnes."
Ricky mengikuti arah pandang Rey, ia sedikit terkejut melihat keberadaan Agnes, wanita yang mengisi hati Reyhan beberapa tahun sebelumnya akhirnya ia bertemu Sarah enam bulan yang lalu.
"Agnes ...," gumam Ricky menoleh pada Reyhan. "Entahlah, gue juga nggak tau," lanjut Ricky.
Reyhan mengangguk paham. "Eh, Rick ... gue mau tanya! Lo ingat nggak, lo pernah laporan sama gue terus bilang Agnes jadi punya trauma terhadap gelap, apa lo tahu kalo trauma itu masih sampai sekarang?" tanya Reyhan melirik Ricky sekejap sebelum akhirnya ia mengalihkan matanya pada Agnes.
Ricky mengikuti pandangan Reyhan. "Masih, Lo tahu sendiri ... trauma kan sulit dihilangin. Dan setau gue, Agnes udah coba banyak hal tapi dia masih punya trauma itu walaupun jarang banget muncul ...," papar Ricky mengalihkan pandangannya pada Reyhan. "Memangnya kenapa?"
"Enggak, Ya sudah! Aku ke sana dulu," Rey melangkah ingin menghampiri Agnes namun belum jauh ia melangkah, ponselnya bergetar. Ia mengeluarkan benda pipih itu dan segera mengangkat terlfonnya.
"Halo."
"Maaf pak, bapak sudah sampai dimana? Meeting pagi ini 30 menit lagi pak."
"Saya segera ke sana,"
"Baik pak." Tutt
Rey berbalik dan melangkah cepat keluar dari cafe di iringi tatapan bingung dari Ricky. Lalu beberapa detik kemudian Ricky menoleh pada sosok Agnes yang sedang membalikkan badannya, melihat ke arah Ricky.
"Nggak nyangka Agnes ada di sini sekarang? Tapi, gimana perasaan Reyhan ke dia?" gumam Ricky menoleh ke arah pintu di mana Reyhan tadi keluar.
Sementara Ricky sibuk dengan pikirannya Agnes kembali pada kegiatan.
"Kaya kenal suaranya tadi," ucap Agnes menduga-duga lalu kembali fokus dengan laptopnya.
***
Di perjalanan sembari menyetir Rey teringat akan Agnes yang sedang berada di cafenya. Beberapa pertanyaan mulai muncul di kepalanya tentang sejak kapan Agnes sering pergi ke cafe itu? Mengapa Agnes sendiri di cafe nya? Atau hanya sekedar bertanya pada hatinya apa sebenarnya perasaannya untuk Agnes.
"Kalau selama ini ternyata Agnes sering di sana, kenapa aku nggak pernah ketemu sama dia? atau, kenapa Ricky juga nggak tahu?"
Pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikirannya sepanjang perjalanan sampai di depan lobby kantornya itu membuat Reyhan menghela nafas panjang.
Setelah itu, Reyhan turun lalu menyerahkan kunci mobilnya pada satpam yang berjaga di depan kantir untuk membawa mobilnya ke parkiran karena ia hampir terlambat untuk meeting.
"Pagi pak," sapa semua karyawan yang melintas di sekitarnya. Rey hanya membalas dengan senyuman yang membuat para gadis di kantornya itu meleleh. Terlebih melihat Rey menggunakan setelan Jas merah maron dan rambutnya yang tertata rapi membuat auranya semakin memikat para gadis disekitarnya.
Rey masuk ke ruangannya. Ia mendudukkan bokongnya di kursi kebesaran miliknya.
Baru beberapa menit ia duduk terdengar suara ointu di ketok.
"Masuk!" seru Rey masih mengecek email di laptopnya.
"Semua sudah siap untuk meeting pak, client kita juga sudah ada di ruang meeting," ucap lelaki yang menjadi sekertarisnya.
Rey sengaja tidak mempekerjakan sekertaris wanita karena ia ingat dahulu Agnes sangat marah melihatnya begitu dekat dengan gadis yang sama setiap hari kecuali dirinya, Keisya dan Karina ibunya.
"Baiklah, saya kesana."
"Rey berdiri dari kursinya lalu pergi ke ruang meeting di ikuti oleh lelaki bernama Lando yang juga sekertarisnya itu.
Meeting berlangsung cepat dan lancar.
Dan ia juga telah menyampaikan kepada Lando tentang cutinya selama seminggu ke depan, kini Rey sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit, di tengah perjalanan ia melihat seorang gadis yang mirip dengan Agnes sedang gelisah sembari menempelkan benda pipih di telinganya.
Rey mendekati wanita itu dan ternyata memang Agnes. "Kenapa, Sya?" tanya Rey membuka jendela mobilnya.
Agnes menoleh, wajahnya terlihat bingung dan mulai memerah karena panas terik matahari. "Eh, Rey! Ini ... Mobil aku mogok."
"Kamu mau kemana?"
"Mau balik ke rumah sakit ada kerjaan dadakan," jawab Agnes masih berusaha menghubungi seseorang.
"Bareng aku aja, aku juga mau ke rumah sakit," tawar Rey.
Agnes kembali mengalihkan pandangannya pada Rey. Manik mata mereka bertemu saling tatap beberapa saat kemudian Agnes mengalihkan tatapannya pada poselnya yang bergetar lalu kemudian kembali menatap Agnes.
"Beneran nih nggak apa-apa?"
Rey mengangguk. "Iya, nggak apa-apa... masuk aja."
Agnes mengangguk. "Makasih, Rey." Agnes mengitari mobil Rey dan masuk ke mobil Rey.
Selama perjalanan Agnes memilih untuk tidur agar tidak terjadi kecanggungan di anatar mereka terlebih mereka baru saja bertemu.
"Kebiasaan, belum lama mobilnya jalan ... udah tidur aja," kekeh Reyhan.
Beberapa kali Rey melirik Agnes yang sedang tertidur, ia tersenyum mensyukuri nikmat tuhan pagi ini. Ia bertemu dengan sahabatnya dan dapat menikmati pemandangan indah seperti saat ini.
"Sejujurnya aku mencintaimu, Sya dan seandainya perjanjian kita dulu tidak pernah terjadi mungkin sekarang aku akan menjadikanmu milikku selamanya," gumam Rey pelan bahkan hampir tak terdengar lalu ia mengusap kepala Agnes lembut membuat Agnes semakin hanyut dalam tidurnya.
*****
CONTINUE ....
Thank you!