"Aku kangen kamu, Sya."
Tiga kata yang keluar langsung dari mulut Reyhan itu membuat Agnes yang sedang meneguk minuman hampir tersedak. Agnes mengerjap seperti orang bodoh mendengar Reyhan mengatakan 'kangen' padanya.
Agnes menjadi canggung, ia hanya tersenyum tipis, sangat terlihat senyumnya itu terpaksa. Sesaat kemudian wanita itu menggeser pandangan dari lelaki bermata coklat yang selalu ia rindukan itu ke makanan yang ada di hadapannya.
"Agnesya, kamu denger aku?" sambung Reyhan menatap Agnes serius.
Agnes mendongkak setelah mencoba menetralkan perasaan dalam hatinya, ia bukan tak senang tapi terlalu senang makanya ia memalingkan wajahnya agar Reyhan tak melihat rona merah di pipinya.
"Aku tahu? Aku kan emang ngangenin dari dulu," seru Agnes berusaha bersikap biasa saja, ia enggan menunjukkan rasa sesenang.
"Kamu nggak kangen aku?" tanya Reyhan masih menatap wajah Agnes dalam.
Agnes sudah sengaja memasang gelagat cuek dan bersikap acuh atas pertanyaan Reyhan tapi lelaki itu tetap saja mencecarnya dengan pertanyaan lain.
Agnes menghentikan aktivitasnya, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Aku lebih kangen sama kamu, Rey!" jawab Agnes, dalam hatinya.
"Kalo udah lama nggak ketemu pasti kangen lah, tapi sekarang udah nggak ... kayanya, soalnya kita kan udaah beberapa kali ketemu," jawab Agnes beralasan, ia tak berani menatap Reyhan.
Agnes kembali menyantap makanannya, sementara Reyhan yang telah menyelesaikan makannya memperhatikan Agnes dengan seksama.
"Kenapa?" tanya Agnes sadar dirinya tengah di perhatikan.
"Enggak, udah lama aja aku nggak liat kamu makan," jawab Reyhan santai tanpa melepas tatapan dari Agnes.
"Oh," saut Agnes seadanya."Liatinnya jangan lama-lama!" lanjut Agnes sambil menyantap makanannya.
"Emang kenapa kalo lama?" tanya Reyhan tanpa mengalihkan pandangannya.
"Biasanya cowok kalo ngeliatin aku lama, nanti bisa jatuh cinta," seloroh Agnes tanpa pikir panjang.
Reyhan terkekeh. "Emang iya?"
"Iya, coba aja ... tapi resiko ditanggung sendiri," seru Agnes tanpa berani membalas tatapan Reyhan, ia takut malah ia yang semakin mencintai lelaki di hadapannya itu.
"Oke...." jawab Reyhan santai. "Dari dulu aku emang udah jatuh cinta sama kamu, Sya." lanjut Reyhan dalam hatinya.
Agnes mengangguk seadanya, dan Reyhan kembali tertegun memperhatikan cara makan Agnes yang masih sama dengan dahulu saat mereka masih sering bersama. Entah apa yang ada di pikiran Reyhan saat itu.
Senyum manis terlihat sangat jelas di bibir Reyhan yang tegas. Senyuman itu yang membuat Agnes kesulitan menebak apa yang sedang Reyhan pikirkan.
"Kamu masih sama ya, kalo makan nggak pernah rapi," omel Reyhan sambil membersihkan sudut bibir Agnes dengan tangannya.
Agnes terdiam seribu bahasa, ia memejamkan matanya sejenak lalu membukanya sambil tersenyum. "Masa sih?"
"Nih buktinya?" seru Reyhan menampakkan nasi yang tadi ia ambil dari sudut bibir Agnes.
Agnes nyengir, susah payah ia menelan ludah dan memohon agar jantungnya tenang. Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri karena telah menerima tawaran Reyhan untuk pergi ke kantin bersama.
Drttt Drttt Drttt
Ponsel Reyhan berbunyi, Reyhan meriah ponselnya lalu meminta izin untuk mengangkat telfon.
"Halo, sayang!"
Baru saja merasa senang karena Reyhan, mendengar panggilan itu, otaknya memaksa dirinya untuk sadar! Seketika paru-parunya terasa kering hingga rasanya ingin pingsan saja.
Sambil mengetuk keningnya ke ujung meja, Agnes merutuki kebodohannya yang membiarkan perasaannya menang hari ini.
Saat awalnya tekat Agnes mulai bulat untuk perlahan menyimpan rasa untuk dirinya sendiri, senyum dan perhatian Reyhan barusan membuat pertahanan seketika runtuh.
Cukup lama menunggu Reyhan menyelesaikan panggilan,sebelum akhirnya ia memutuskan untuk pergi duluan. Ia membayar makanan mereka berdua dan kembali ke ruangannya tanpa pamit pada Reyhan. Agnes sudah mencoba bertahan di sana mendengarkan suara lembut Reyhan pada orang di sebrang sana. Namun, perasaan kesal yang muncul di hatinya tidak membiarkan tetap di sana.
Sementara Agnes sudah di ruangan dan tengah bersiap-siap untuk pulang, Reyhan baru saja berbalik badan setelah menyelesaikan panggilannya.
Raut wajah Reyhan berubah bingung dan heran karena tidak menemukan keberadaan Agnes.
"Kemana Agnes?" gumam Reyhan lalu mendatangi penjual makanan di sana.
"Permisi, Bu. Maaf, apa tadi melihat dokter Agnes?"
"Iya, tadi makanan udah dibayar, kayanya beliau sudah ke ruangannya," saut seorang ibu paruh baya yang sering dipanggil Bu Jum oleh Agnes.
"Oh, Terimakasih, Bu."
Mendengar penuturan dari penjaga kantin, raut wajah Reyhan berubah sendu. Rautnya seolah menunjukkan kekecewaan karena Agnes meninggalkan dirinya sendiri. Dengan ekspresi yang tidak bersemangat Reyhan berjalan menuju ruangan ibunya sambil sesekali mengusap wajahnya kasar.
"Apa mungkin dia ada panggilan mendadak makanya pergi duluan? Mungkin dia nggak enak ganggu aku telfonan, dari dulu kan dia emang nggak enakan," gumam Reyhan berpositif thinking.
Langkah kakinya terus menyusuri lorong rumah sakit yang bernuansa putih dengan bau obat-obatan yang sangat identik.
Beberapa langkah setelannya, Reyhan berhenti. Matanya tertuju pada sosok Agnes yang sedang di depan ruangannya sambil berbincang dengan seorang lelaki yang sama dengan yang pernah ia lihat di kantin waktu itu.
Reyhan melihat Agnes tersenyum lebar bahkan terkekeh saat berbincang dengan lelaki itu. Terlihat, untuk beberapa saat Reyhan terdiam. Matanya fokus pada titik di mana Agnes berada, dan ... Entah kenapa, sorot mata Reyhan menunjukan perasaan yang sulit digambarkan. Cemburu? Apakah mungkin?
Tanpa sadar, Reyhan tersenyum lirih. Entah apa maksudnya, setelah itu ia pergi dari sana. Langkahnya semakin gontai, pikiran positifnya tentang Agnes tadi seketika sirnah.
"Apa Agnes pergi karena dia harus ketemu dengan lelaki itu? Apa itu pacar Agnes?" pertanyaan itu mulai muncul di kepala Reyhan. Bagaimanapun, perasaan tidak bisa berbohong.
"Sayang ...," suara panggilan disertai tepukan pada bahunya itu mengalihkan lamunannya.
"Eh, kamu sejak kapan di sini? Perasaan tadi ditelfon kamu bilang masih di jalan," tanya Reyhan heran.
"Iya, Aku tadi ke kamar mama kamu, tapi kamu belum balik-balik katanya, makanya aku cariin," rengek perempuan itu bergelayut manja di lengan Reyhan.
"Ya udah, ke kamar Mama yuk!" saut Reyhan malas.
Sarah! Perempuan itu mengangguk lalu mereka berjalan bersama menuju ruangan melati.
****
"Astaga, Rak, gue lupa!" seru Agnes menepuk jidatnya sendiri.
"Lupa apa?" tanya Raka bingung.
"Gue harusnya ke ruangan pasien yang baru aja selesai operasi laparoskopi kemarin... ya ampun!" panik Agnes saat ia dan Raka sedang berbincang di depan ruangan Agnes sebelum gadis itu pulang.
"Ya udah, ayo gue temenin ...,"
Agnes mengangguk, ia melihat jam! Sudah hampir terlambat... Ia harus segera mengobservasi pasien yang baru saja operasi itu untuk penanganan lebih lanjut.
Agnes dan Raka yang adalah seorang dokter anak berlari kecil menuju ruangan cempaka. Di tengah mereka berlari tak sengaja Agnes melihat Reyhan dan Sarah sedang bermesraan.
Cemburu? Sudah pasti! Tapi bagaimana, ia tidak punya hak. Lagipula perasaannya bukan hal yang penting sekarang, yang terpenting ia harus segera sampai di ruangan cempaka dan memeriksa pasien kecilnya itu.
"Dokter Agnes ...," seru seseorang dari sisi kiri Agnes. Seruan itu juga membuat Reyhan dan Sarah menoleh ke arah Agnes berhenti.
Agnes dan Raka menghentikan langkahnya. "Iya, Dokter Ricard? Ada apa?"
"Dokter Agnes mau kemana? Kenapa terlihat sangat buru-buru?" tanya Ricard yang baru beberapa hari menjadi dokter di rumah sakit itu.
"Saya harus observasi pasien atas nama Rizki yang baru saja operasi laparoskopi kemarin," seru Agnes menjawab.
"Oh, tidak perlu Dok! Tadi sudah saya observasi, hasilnya ada di ruangan dokter Agnes! Sejauh ini kondisinya memungkinkan untuk tindakan selanjutnya, dan mungkin besok dokter bisa mulai," papar Ricard.
Agnes menghela nafas lega. "Syukurlah, saya tadi sedikit sibuk ... Makanya lupa, terimakasih dokter Ricard," seru Agnes.
Beberapa saat kemudian, Agnes tersadar tak jauh dari mereka ada Reyhan dan Sarah yang menghentikan langkahnya. Ia melihat jelas senyum di bibir Sarah saat menoleh padanya.
Agnes memalingkan wajahnya. Perasaan cemburunya akan semakin terbakar jika ia terus melihat Reyhan digandeng perempuan lain.
"Kalau begitu saya pulang duluan, sekali lagi terima kasih dokter Ricard."
Ricard mengangguk. "My pleasure," jawabannya sambil tersenyum.
Setelah itu, Agnes menarik lengan Raka dan pergi dari sana. Di jalan, Raka hanya bisa berpikir, jujur saja ia bingung dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi barusan.
Ia melihat Agnes merubah raut wajahnya setelah menatap lelaki dan perempuan yang tak jauh dari mereka setelah itu Agnes menariknya pergi.
"Itu Reyhan?" tanya Raka ceplos.
Agnes melepas tangannya dari Raka lalu mengangguk. "Iya, Reyhan ... Lelaki yang membuatku jatuh tanpa tahu bagaimana cara bangun," papar Agnes keluar dari rumah sakit.
*****
CONTINUE ...
Terimakasih