Lukman memarkirkan mobilnya di depan cafe, tempat ketemuan yang sudah dijanjikan bersama Pandu dan teman-temannya. Masih ada Tristan yang duduk di sebelahnya.
"Buruan turun," perintah Lukman sebelum ia membuka pintu mobilnya.
Dengan wajah yang terlihat sangat malas, Tristan melepas sabuk pengaman, kemudian ia juga membuka pintu mobilnya.
Beberapa saat kemudian, Lukman dan Tristan jalan beriringan menuju cafe, menemui teman-teman yang mungkin saja sudah menunggu di sana.
Sesampainya di dalam cafe Lukman menebar pandangan, mencari keberadaan teman-temannya. "Tuh mereka," ucap Lukman setelah ia melihat Jonathan, Aldo, Roby dan Alex sudah menunggu di sebuah kursi. Lukman kemudian berjalan dengan cepat, di ikuti Tristan mengekor di belakangnya. Wajah Tristan masih sangat malas dan tidak bergairah.
"Buruan kenapa sih..." ucap Lukman sambil menarik lengan Tristan, yang otomatis membuat Tristan mengaduh kesakitan. Terlihat Lukman mendekat kan mulutnya di telinga Tristan, terdengar ia sedang membisikan sesuatu, "awas lu ya kalau sampai kejadian tadi siang sampe bocor sama mereka," Lukman mengancam, sambil menguatkan cengkeraman nya di lengan Tristan.
Sambil meringis menahan sakit remaja yang baru saja berusia genap tujuh belas tahun itu, berusaha melepaskan tangan Lukman, "iya bawel ah, lepas sakit tahu...?"
Senyum Lukman mengembang, ia melepaskan cengkeraman nya, kemudian ia berjalan namun sebelumnya ia terlebih dahulu berpesan pada Tristan. "Bagus...! Kalau elu mau gabung sama kita-kita, lu harus nurut sama gue."
Lukman menyipitkan matanya, menatap Tristan dengan tatapan yang mengancam. "Ngerti kan?" Ucapnya.
Tristan hanya mengangguk pelan, namun emosi di dadanya sudah melonjak-lonjak. Ingin sekali rasanya ia meremas wajah Lukman. Namun sayang ia tidak punya banyak kekuatan, karena tubuh Lukman lebih besar darinya. Selain itu, ini juga kesempatan buat Tristan bisa bergabung dengan anak-anak ganteng yang terkenal di sekolahnya. Sekaligus Tristan ingin mengenal lebih dekat dengan remaja yang menjadi idolanya. Pandu.
Tidak lama kemudian Lukman dan Tristan sudah berdiri di dekat, Jonathan, Aldo, Roby, dan Alex yang sedang duduk di kursi cafe.
"Hem... dia baru dateng," ucap Jonathan. Ia harus mendongakan kepala menatap Lukman yang masih berdiri. "Lu pergi ama dia? Trus si Pandu mana?" Imbuh Jonathan bertanya. Ia merasa heran karena ada anak kelas satu yang diajak bersama Lukman.
Begitupun dengan Aldo, Roby dan Alex, mereka juga merasa heran melihat keberadaan Tristan.
"Pandu mau bawa mobil sendiri katanya." Jawab Lukman.
Biasanya Lukman memang selalu pergi bersama Pandu. Selain hanya mereka teman yang masih satu kelas. Lukman juga selalu membantu meyakinkan ibu Veronica untuk membuat kebohongan supaya Pandu bisa keluar rumah.
"Gue juga udah bilang sama Pandu, kalau dia mau ikut. Ini anak pingin ngerasain clubing katanya." Imbuh Lukman sambil mengalungkan tangannya di bahu Tristant. Lukman berbohong, karena sebenarnya ia belum konfirmasi sama Pandu.
Terlihat Tristan mengerutkan kening, bibirnya tersenyum, namun dipaksakan. Manik matanya menatap satu-persatu tiga remaja tampan yang sedang duduk di hadapannya.
"Nggak papa kan kak, gue ikut?" Ucap Tristan. Sebenarnya ia sedikit minder, karena tiga remaja tampan itu menatapnya dengan tatapan yang aneh.
"Nggak papa." Serga Lukman. "Ayok duduk." Titah Lukman sambil mendorong pelan bahu Tristant.
Sementara Alex, Jonathan Roby, dan Aldo kembali terlihat cuek, dan melanjutkan kesibukan dengan HPnya masing-masing.
"Lu mau minum apa?" Tanya Lukman setelah Ia dan Tristan sudah duduk berdampingan di kursi.
"Apa aja..." jawab Tristan sambil mengedarkan pandangannya di sekitar cafe. Sebagai anak yang baru akan beranjak remaja ini kali pertama ia nongkrong di sebuah cafe. Ia juga belum pernah merasakan dugem atau clabing di discotik. Ini adalah pengalaman baru untuk Tristan.
Lukman mengangguk-anggukan kepalanya, kemudian ia melambaikan tangan pada seorang pelayan wanita yang sedang berdiri, dan tidak jauh jaraknya dari ia mereka duduk. "Mbak...!" Teriak Lukman.
Beberapa saat kemudian, waiters, atau pelayan wanita yang sudah berdiri membungkuk di samping Lukman. Pelayan itu baru pergi setelah ia mencatat dan membaca ulang pesanan Lukman dan Tristan.
"Hye...!" Sapa Lukman pada empat orang wanita yang kebetulan lewat di dekat mereka. Empat wanita cantik itu semua memaki baju tanpa lengan, dan rok mini di atas lutut. Sehingga kulit putih mulus mereka terlihat sangat jelas. "Pada mau kemana?" Tanya Lukman setelah ke emapat wanita itu menoleh padanya.
Kemudian Lukman, Jonathan, Alex dan Aldo berdiri untuk menyapa ke empat wanita cantik itu. Hanya Tristan yang masih duduk di tempatnya.
"Kalian di sini?" Tanya salah seorang wanita itu, setelah mereka saling berjabatan tangan.
"Iya ... mau clabing," jawab Jonathan. Kemudian ia merapat sambil melingkarkan tangannya di pinggang salah satu wanita itu. "Gabung kita-kita aja yuk?" Ajak Jonathan.
"Kita udah reservasi meja, nanti aja deh, ketemu di club," jawab wanita yang dirangkul pinggangnya oleh Jonathan.
Ke empat wanita itu sering bertemu dengan Pandu dan teman-teman di club. Mereka terlihat akrab karena sering minum bersama. Sesekali mereka juga terlihat mesrah dan disco bersama ketika sudah mabuk. Mereka terlihat akrab meskipun usia ke emapat wanita itu sudah dewasa di atas Pandu dan teman-temannya.
Hanya Pandu yang tidak pernah minum minuman beralkohol. Ia hanya memesan minuman kaleng bersoda untuk menemani teman-temannya minum.
Lukman berjalan merapat, ia berdiri di tengah-tengah ke empat wanita seksi itu. "Udah duduk sini aja, bareng kita-kita lebih asik, biar angetan dikit," ucap Lukman sambil mengalungkan kedua tangannya pada dua orang wanita yang berdiri di sebelah kanan dan kirinya. Senyumnya begitu manis menggoda dua wanita itu.
"Dasar ya, brondong nakal," salah sorang wanita yang dirangkul Lukman mencolek hidung Lukman.
"Tapi suka kan kalau kita-kita nakal. Udah gabung kita-kita saja." Ujar Lukman dengan raut wajah yang sedikit memohon.
"Iya ni, lagian kursi di sini juga sisah banyak," Alex mengimbuhi, sambila melipat kedua tangannya di dada. Di sebelahnya Ada Roby yang sedang merangkul pundaknya.
Senyum Roby juga sangat manis saat sedang berbicara dengan ke empat wanita dewasa itu.
Sementara Tristant, melihat tingkah Lukman yang ganjen, hatinya menjadi sangat dongkol. Ia semakin merasa sangat benci melihat wajah Lukman yang terlihat berseri saat sedang menggoda wanita-wanita seksi itu.
Tristan benci, dongkol bukan karena apa-apa. Bukan juga karena cemburu, Tristant sama sekali tidak cemburu. Ia hanya merasa sangat kesal melihat Lukman yang terlihat santai dan seperti tidak punya dosa. Lukman terlihat seperti sudah melupakan perbuatan yang ia lakukan pada Tristan siang tadi. Sedangkan Tristant masih ingat betul bagaimana penis besar milik Lukman memenuhi mulutnya. Tristant juga masih ingat betul seperti apa getirnya rasa sperma milik Lukman yang terpaksa harus ia telan mentah-mentah. Karena pada saat Lukman akan mencapai klimaks, menekan kuat bokongnya, dan menarik paksa kepala Tristant.
Selain itu masih terbayang dengan jelas di matanya, bagaimana gerakan bokong montok Lukman maju mundur di depan wajahnya, sambil mengeluar masukan penis Lukman di mulut Tristan. Juga masih terngiang jelas di telinganya suara desahan Lukman saat ia mengeluarkan sperma di mulut Tristan.
Namun di sini, di cafe ini, di hadapan wanita cantik dan teman-temannya, Lukman seperti tidak punya dosa dan melupakan semua perbuatannya.
Oleh sebab itu, Tristan merasa sangat dongkol, dan benci. Kalau saja bukan karena janji Lukman yang akan mengajaknya gabung di ganknya, dan mengizinkannya ikut clubing. Dan kalau bukan karena janji Lukman yang akan membantu Tristant untuk mendekatkannya dengan Pandu, tentu saja Tristant tidak mau melakukan itu. Meskipun Lukman juga tidak kalah ganteng nya dengan Pandu. Tapi ia tidak mau serendah itu menuruti Lukman.
Yah.. Tristant juga jadi terpaksa mengakui kalau orientasi seksnya menyimpang dan menyukai Pandu, karena Lukman mendesaknya.
Saat Tristant sedang kesal sambil menatap dongkol ke arah Lukman. Terlihat Aldo yang sudah duduk setelah bersalaman dengan wanita-wanita seksi itu, memperhatikan Tristan dan Lukman secara bergantian. Aldo mengerutkan kening dan tatapan nya sanagat sulit diartikan.
Sementara itu di sebuah taman, yang jaraknya hanya berseberangan jalan dengan cafe di mana teman-teman Pandu sedang nongkrong. Ada Aden sedang duduk melamun di kursi taman. Sejak ia sampai beberapa jam lalu, hingga detik ini masih belum ada yang membeli ciloknya.
Namun Aden tidak pernah putus asa, ia masih terlihat semangat menawarkan ciloknya pada orang-orang yang kebetulan lewat di depannya.
Sesekali pandangan Aden tertuju ke arah seberang jalan, tepatnya di halaman sebuah cafe. Ia melihat remaja-remaja se'usianya hilir mudik, memakai pakaian yang trendy atau modis. Sangat bertolak belakang dengan dirinya. Wajah-wajah anak remaja itu juga nampak terlihat ceria dan berseri, tawa mereka sangat lepas seperti tidak mempunyai beban.
Sebagai remaja atau biasa mungkin Aden merasa iri pada mereka. Sangat normal jika Aden juga ingin seperti meraka. Punya mobil, baju bagus, sepatu mahal, nongkrong di cafe atau mall, dan juga mempunyai HP yang canggih.
Jujur Aden pasti menginginkan itu semua. Tapi untung saja Aden selalu tersadar jika sedang melihat ke atas, ia tidak pernah lupa untuk melihat ke bawah juga. Sehingga ia bisa selalu bersyukur dengan apa yang sudah ia punya sekarang. Karena di luaran sana pasti banyak orang-orang yang nasibnya tidak lebih baik dari Aden.
Sambil menunggu pembeli, Aden menggunakan HPnya untuk menghilangkan rasa jenuh. Meski HP yang ia punya tidak sebagus punya anak-anak orang kaya itu, namun itu bisa membuatnya senang.
Pada saat Aden kembali menapat ke arah cafe, ia menyipitkan mata dan menajamkan penglihatannya. Aden melihat seorang remaja berpenampilan sangat keren turun dari mobil. Remaja dan mobil itu, sangat sering ia lihat di Sekolah, saat ia berjualan cilok di sana.
"Pandu..." ucap Aden di hatinya, saat ia sudah yakin jika remaja yang sangat keren itu adalah Pandu.
Aden langsung teringat uang kembalian Pandu yang belum sempat ia berikan tadi siang.
Beberapa saat kemudian Aden berdiri dari duduknya, ia melihat seorang bapak-bapak pedang kaki lima yang berjualan di dekat motornya.
"Pak maaf," ucap Pandu setelah ia berdiri di samping pedagang kaki lima itu.
"Ada apa dek?" Tanya bapak-bapak tersebut.
"Apa saya boleh nitip dagangan saya? Soalnya saya mau ada perlu sebentar." Ucap Aden memberitahu niatnya.
Pedangang kaki lima itu terdiam, ia melihat grobak cilok yang di taruh di atas jok motor milik Aden.
"Yaudah nggak papa." Jawab pedagang kaki lima itu.
Terlihat Aden mengembangkan senyum seraya berkata, "makasih pak, nggak lama kok."
"Iya santai aja dek."
Beberapa saat kemudian Aden berjalan cepat menyeberang jalan menuju ke arah cafe.
Sedangkan Pandu, ia baru saja masuk di dalam cafe, tempat di mana ia nongkrong bersama teman-teman nya.
"Pandu...!"
Belum sempat ia mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan teman-temannya, suara teriakan beberapa orang wanita membuat ia dapat langsung melihat keberadaan teman-temannya.
Dengan senyum yang mengembang, Pandu berjalan cepat ke arah teman-temannya.
"Hye Pandu..."
Wajah Lukman mendadak masam, saat kedua wanita yang sedang ia peluk berjalan, untuk menyambut kedatangan Pandu.
"Gue kira lo nggak ikut sama mereka?" Ucap salah seorang wanita yang sudah nemplok di dada Pandu. Jari-jari lentik nya dengan manja bermain-main di hidung Pandu.
"My bad boy...seminggu nggak ketemu makin keren aja deh." Puji wanita yang mempunyai ukuran payudara. Telapak tangannya dengan menyisir-nyisir rambut pirang Pandu.
Berbagai macam pujian yang diberikan untuk Pandu, membuat Lukman menarik ujung bibirnya, tersenyum sinis. Dengan perasaan kesal ia menjatuhkan pantatnya di samping Tristan yang sedang terkesima menatap Pandu. Karena malam itu Pandu sangat terlihat keren dan mempesona.
Pandu digiring oleh ke empat wanita seksi untuk duduk di kursi yang sudah tersedia. Secara bersamaan mereka menjatuhkan pantat di kursi yang ukurannya lumayan panjang. Cukup untuk duduk lima orang.
Secara tidak sengaja Pandu melihat Tristant yang juga kebetulan melihatnya. Tatapan tajam Pandu sontak membuat Tristant tertunduk.
"Ngapain dia di sini!?" Tanya Pandu dengan nada yang dinaikan.
"Lukman tuh yang ajak..." jawab Alex.
Lukman langsung mengubah ekspresi senyum yang tadinya kecut, menjadi semanis mungkin.
"Sorry Ndu... gue lupa kasih tahu elu kalau ni anak ikut bareng kita. Nggak apalah sekali-kali." Ujar Lukman menjelaskan.
"Kalau ada apa-apa gue nggak tanggung jawab ya?" Ucap Pandu. Wajahnya terlihat kesal.
"Iya tenang aja... dia bisa jaga diri," jawab Lukman sambil menoleh pada Tristant yang duduk di sebelahnya.
"Udah di sayang jangan galak-galak sama anak kecil. Nggak papa biarin dia ngerasain indahnya dunia malam." Salah seorang wanita seksi itu mencoba menenangkan Pandu.
"Tapi gue suka lho... semakin dia galak, dia semakin ganteng. Kayaknya lo bakalan sangar juga deh kalo di atas ranjang."
Kata-kata seorang wanita seksi dengan gaya yang menggoda, membuat semuanya tertawa. Kecuali Lukman dan Tristant. Lukman terlihat sinis namun ia mencoba menyembunyikan wajah sisnisnya. Sedangkan Tristant masi tertunduk malu.
Kemudian, di depan pintu cafe yang terbuat dari kaca, terlihat Aden seperti sedang bingung, dan ragu. Melihat penampilan nya di cermin, Aden merasa minder untuk masuk kedalam cafe itu.
Aden memakai kaos yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Sehingga tubuh berisinya tidak nampak. Celana jeans nya juga sudah terlihat lusuh. Ada tas kecil yang melingkar di pinggangnya. Untuk alas kaki, Aden hanya memakai sendal jepit.
Melihat penampilan nya sendiri di pintu yang terbuat dari cermin, Aden merasa tidak pantas untuk masuk ketempat sebagus itu.
Beberapa saat Aden diam dan berpikir, "ah nggak papa cuma sebentar ini" pikir Aden.
Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya Aden hembuskan secara perlahan. Kemudian terlihat tangan Aden mulai mendorong pintu cafe yang terbuat dari kaca itu.