Netra madunya menatap nanar sang suami dengan tatapan yang penuh rasa sakit. Seolah di dalamnya hanya ada gelap tanpa sedikitpun terang. Siapapun yang menyelaminya, pasti akan merasakan sakitnya.
Sungguh, Arland salah satunya. Dia pria yang begitu kuat. Mampu menyelami rasa sakit yang terpancar dari manik mata Arasha, sang istri. Meski sedalam apapun menyelam, Arland masih saja tidak terpengaruh. Karena rasa simpatinya pada Arasha telah habis. Apalagi Arasha tadi menamparnya.
"Keperawanan? Kamu mau bahas tentang keperawanan sedangkan kamu sendiri udah ambil keperawanan banyak—"
"Cuman Rachel. Gak ada selain dia." Potong Arland, tegas.
Arasha menggeleng. Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku pergi." Arasha menjauh dari sana. Gadis cantik itu membalik tubuhnya, hendak melangkah. Namun, baru saja sampai di dekat tirai pembatas, tangannya di tarik kuat oleh Arland.
Pria itu menyeretnya menuju sebuah kamar kecil di dalam jet pribadi ini. Dia membanting Arasha di atas ranjang, menindihnya.