Tangan Arasha bergetar dibuatnya. Dia menarik tangannya sendiri, urung untuk melakukannya.
Alih-alih mencekik, Arasha justru mengobati luka Arland lebih pelan lagi. Mulutnya masih diam membisu tanpa suara. Sedangkan tangannya sibuk membalut luka Arland dengan telaten. Sampai dimana dia harus mengobati luka di wajah Arland.
Wajah keduanya berhadapan dengan jarak yang cukup dekat. Arasha terus menerus menyentuhkan kapas yang sudah basah dengan alkohol ke beberapa lukanya. Tak lupa, dia juga memberikan salep ke luka Arland.
"Sshh… pelan-pelan." Arland meringis merasakan perih. Sedangkan Arasha tersenyum simpul.
"Lemah banget sih, gini aja sakit. Cowok tuh gak boleh lemah. Gak boleh cengeng." Sindir Arasha.
Mata Arland menyipit seketika. "Kenapa emangnya? Cowok juga manusia kali. Bisa nangis."
"Tapi aku gak percaya kamu nangis. Cowok lain mungkin iya, tapi kalau kamu… aku ragu." Ucap Arasha.