Chereads / Perfect Hero S2 / Chapter 1 - Mangsa Pria-Pria Hidung Belang

Perfect Hero S2

Vella_Nine
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Mangsa Pria-Pria Hidung Belang

BRAAK ...!

Pria setengah baya itu membanting pintu begitu Yurika sudah keluar dari kamar.

"Huu ... dasar tua bangka! Siapa juga yang mau tidur sama kamu! Aku nggak akan kasih keperawananku buat laki-laki biadab kayak kalian!" seru Yurika sambil menendang pintu tersebut. Ia menoleh ke semua pintu kamar hotel untuk memastikan tidak ada yang mendengar teriakannya. Kemudian, ia berlari keluar dari hotel tersebut.

Beberapa hari terakhir, Pak Wira selalu memaksa Yurika melayani pria-pria hidung belang untuk mendapatkan uang. Dia tidak punya pilihan lain karena kerap kalah di meja judi, membuatnya terlilit hutang saat istrinya juga sedang sakit keras. Dan, Yuri selalu menggunakan cara yang sama untuk lari dari pria hidung belang: mengaku mengidap HIV/AIDS.

Yurika tak berani pulang, ia memilih untuk melangkahkan kakinya tanpa arah yang pasti. Dingin angin malam mulai menusuk tulang secara perlahan. Ia hanya menggunakan dress berbahan sifon yang membuat tubuhnya terlihat indah dan menggoda.

"Malam cantik ...! Sendirian aja?" sapa seorang pria dan teman-temannya yang tiba-tiba sudah menghadang Yuri.

"Kalian mau apa?" tanya Yuri sambil memundurkan langkahnya.

"Mau nemenin kamu, dong! Butuh temen main 'kan?" tanya pria itu dengan wajah penuh gairah saat melihat tubuh Yuri yang seksi dan mulus.

Yuri langsung memundurkan langkahnya. Ia berbalik dan mencoba untuk pergi dari tempat tersebut. Tapi ... pria-pria itu langsung menangkap tubuhnya.

KREEEK ...!!!

Gaun yang dikenakan Yuri langsung robek saat salah seorang pria menariknya.

"TOLONG ...!" teriak Yuri.

Seorang pria langsung membungkam mulut Yuri.

"Mmh ... mmh ... mmh ...!" Yuri berusaha memberontak dari cengkeraman preman-preman yang menyeretnya ke tempat gelap dan bersiap memangsanya.

"Lepasin wanita itu!" seru seorang pria berjaket hitam yang tiba-tiba sudah ada di belakang mereka.

"Heh, kamu siapa? Berani-beraninya mengganggu kami? Selesaikan orang ini!" seru salah seorang pria yang masih memegangi tubuh Yuri.

"Siap, Bos!" Dua orang pria itu langsung bangkit.

BUG!

BUG!

BUG!

Seketika, terjadi perkelahian sengit antara pria berjaket hitam itu dengan tiga orang preman yang ingin memperkosa Yuri. Hanya dalam hitungan detik, tiga pria itu berhasil dilumpuhkan dan buru-buru berlari dari tempat tersebut saat mereka menyadari kalau yang mereka hadapi adalah seorang polisi.

"Hiks ... hiks ... hiks ...!" Yuri terduduk lemas sambil terus menangis di tanah. Ia baru saja lulus sekolah, harus menghadapi ayahnya yang kejam dan dunia luar yang lebih kejam lagi.

"Kamu nggak papa?" tanya pria berseragam polisi itu sambil melepas jaketnya dan menyelimutinya ke tubuh Yuri.

"Hiks ... hiks ... hiks ...!" Yuri hanya bisa menjawab pertanyaan dengan isak tangis.

"Kamu nggak usah takut. Aku polisi."

Yuri langsung menengadahkan kepalanya menatap pria yang wajahnya tak terlihat jelas di kegelapan. Tapi ... ia bisa melihat seragam polisi yang dikenakan oleh pria itu. "Oom Pol ... aku takut ...! Kenapa semua orang jahat sama aku? Kenapa dunia ini begitu kejam? Aku salah apa?" tanyanya dengan derai air mata.

"Kamu nggak usah takut! Selama ada aku ... semua akan baik-baik aja. Bangunlah!" pinta polisi muda tersebut sambil mengulurkan tangan ke arah Yuri.

Yuri menengadahkan kepala sambil mengusap air mata. Ia menyambut uluran tangan dari polisi tersebut dan berusaha bangkit. Tapi, lututnya sangat lemah dan ia kembali tersungkur di tanah.

"Kamu kenapa? Kakimu luka?" tanya polisi tersebut.

Yuri menggelengkan kepala dan kembali terisak. "Aku nggak bisa berdiri. Tanah ini terlalu dingin. Aku punya spasmofilia di kakiku."

Polisi itu langsung mengangkat tubuh Yuri dan menggendongnya. "Rumah kamu di mana? Aku antar kamu pulang!"

"Nggak punya rumah," jawab Yuri sambil terisak.

"Nggak punya rumah? Ini sudah jam tiga pagi. Untuk sementara, aku akan mengamankan kamu di kantor polisi. Setelah ini, kamu bisa cari tempat tinggal," tutur polisi tersebut sambil menghampiri mobil yang ia parkir di tepi jalan.

Yuri hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia langsung menyandarkan kepalanya ke dada polisi itu saat kepalanya tiba-tiba berdenyut. Pandangannya mulai hilang perlahan hingga ia tidak sadarkan diri.

"Bang Dik, ada apa ini?" tanya salah satu rekan polisi lain sambil menghampiri Grandika.

"Nggak ada apa-apa. Ada preman-preman iseng di sini. Besok, kalian patroli lagi!" jawab Grandika sambil memasukkan tubuh Yuri ke dalam mobil.

"Ckckck. Kalau dapet cewek cantik, diembat sendiri aja."

"Ck. Minggir! Aku bawa dia ke kantor dulu."

"Dia sakit? Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit? Buat apa ke kantor? Di kantor nggak ada apa-apa, Bang."

"Iya juga, ya?"

"Ckckck. Grandika ... Grandika ... cewek cantik memang berpotensi bikin polisi berbakat jadi nge-blank," goda Dion, anggota polisi yang lain.

"Aih ... kalian ini!" seru Grandika sambil bergegas masuk ke dalam mobil. Ia memasang safety belt ke pinggang Yuri dan membawa wanita itu ke rumah sakit terdekat agar bisa segera di tangani.

...

"Suster, siapa yang bawa aku ke rumah sakit ini?" tanya Yuri sambil turun dari brankar.

"Pak Polisi."

"Sekarang, dia di mana?"

"Sudah kembali dari subuh tadi, Mbak. Katanya, masih ada tugas penting."

"Suster tahu, siapa nama polisi itu?"

"Kalau soal itu, saya kurang tahu, Mbak."

"Huft! Ya sudahlah. Semoga bisa ketemu lagi buat ngucapin terima kasih. Biaya pengobatan saya berapa, suster?"

"Sudah dilunasi semua sama Pak Polisi itu."

"Oh ya?"

Perawat itu mengangguk.

Yurika segera berpamitan. Ia pergi dari rumah sakit tersebut dan kembali ke rumahnya yang ada di pinggiran kota Semarang.

"Kamu masih hidup? Masih punya nyali buat pulang ke rumah?" Pak Wira langsung berseru begitu Yuri melangkah masuk ke dalam rumah.

Yuri menghela napas dan berusaha menghadapi ayah yang sudah menjual dirinya pada pria-pria hidung belang di luar sana.

"Kamu pakai trik penyakitan lagi supaya nggak melayani pelanggan kamu? Kamu tahu, sudah bikin rugi Bapak, hah!?" sentak Pak Wira.

"Maaf, Pak! Yuri nggak suka sama Oom-Oom itu. Yuri ..."

"Suka atau nggak, kamu tetap harus melayani mereka! Kalau kayak gini terus, gimana kamu bisa menghasilkan uang untuk Bapak!?" seru Pak Wira.

"Anak nggak becus! Nggak tahu diri! Apa susahnya cuma tidur sama laki-laki itu, hah!? Ini kerjaan enak. Nggak usah capek-capek, kita bisa dapet uang banyak. Ibu kamu masih di rumah sakit. Butuh banyak uang! Kamu mau bunuh Bapakmu sekalian, hah!?" Pak Wira menatap Yuri dengan mata berapi-api.

Yuri menggeleng sambil menitikan air mata. "Pak, Yuri akan bantu bapak ngelunasin hutang dan bayar biaya pengobatan ibu. Tapi Yuri nggak mau jual diri. Yuri masih bisa cari kerjaan lain, Pak."

"Kerjaan apa yang bisa menghasilkan uang banyak? Kerja di perusahaan? Buat keperluan sehari-hari aja, nggak cukup. Apalagi mau bayar hutang-hutang kita. Kamu mikir nggak, sih!?" sentak Pak Wira.

"Pak, kasih kesempatan Yuri buat cari kerjaan lain!" pinta Yuri sambil menitikan air mata.

"Kerja apa? Hutang kita itu puluhan juta. Kamu kira cuma puluhan ribu, hah!?"

Yuri terdiam sambil menggigit bibirnya. Ia menoleh ke arah meja yang penuh dengan botol bir berserakan. Mungkin saja, ayahnya itu sedang berada di bawah pengaruh alkohol meski hari sudah pagi. Bisa-bisa, Pak Wira akan memukulinya lagi tanpa sadar.

"Bapak sudah telepon Frans untuk mengambil kamu. Kalau malam ini kamu gagal mendapatkan uang. Bukan cuma ibu kamu yang bakal mati, kamu dan Bapak juga akan mati!" seru Pak Wira.

"Pak, tolong jangan kirim Yuri ke Oom Frans! Please! Yuri mohon ...!" pinta Yuri sambil memeluk kaki Pak Wira.

"Bapak sudah nggak bisa ngasih kamu kesempatan lagi. Kita butuh uang banyak. Kalau Bapak nggak bisa melunasi hutang-hutang judi Bapak. Bapak akan dibunuh sama mereka. Ibu kamu juga bisa mati karena nggak punya biaya pengobatan. Kamu mau hidup bahagia sendirian tanpa kami, hah!? Bapak nggak akan membiarkan itu terjadi!" tegas Pak Wira sambil menjepit rahang Yuri.

Yuri menatap pilu ke arah Pak Wira. Ia sangat berharap kalau bapaknya itu tidak akan mengirimkan ia kepada Frans. Salah satu bos besar dalam dunia prostitusi di kota tersebut. Ia bisa benar-benar kehilangan seluruh hidupnya jika ia masuk ke dalam dunia hitam milik Frans.

"Bapak nggak akan melukai kamu lagi. Wajah dan tubuh kamu ini aset paling berharga yang Bapak punya. Malam ini ... kamu harus berhasil mendapatkan uang yang banyak. Jadi, masuklah ke kamar dan rawat tubuh kamu ini dengan baik!" perintah Pak Wira.

Yuri menggeleng sambil menitikan air mata. "Pak, Yuri mohon ...! Jangan bawa Yuri ke tempat Oom Frans!"

"Nggak bisa! Kamu harus ikut dia! cuma dia yang bisa bantu Bapak menghasilkan uang banyak untuk bayar hutang dan bayar biaya pengobatan ibu kamu itu!" tegas Pak Wira.

Yuri menggeleng. Ia masih berharap kalau bapaknya itu bisa memberikan kesempatan untuknya.

"Cepat masuk kamar!" seru Pak Wira sambil menendang tubuh Yuri yang masih memeluk kakinya.

"Cepet masuk! Sebentar lagi, anak buah Frans akan jemput kamu!" perintah Pak Wira sambil menyeret gadis itu ke dalam kamarnya. Ia sudah menyiapkan banyak perawatan tubuh untuk gadis itu agar ia bisa menjual puterinya itu dengan harga tinggi.

((Bersambung...))