Chereads / Perfect Hero S2 / Chapter 4 - Tak Bisa Menolak

Chapter 4 - Tak Bisa Menolak

"Tuan Muda ...! Cepet dong, mandinya! Aku mau pipis," tutur Yuri sambil menempelkan dagunya di pintu kamar mandi.

Grandika membuka pintu dan langsung menatap wajah Yuri. "Kenapa kamu nggak sabaran banget?"

Yuri melebarkan kelopak mata, mulutnya ikut menganga saat melihat tubuh Grandika yang hanya menggunakan handuk. Dada kekar pria itu benar-benar membuat seluruh wajahnya menghangat. "Wow ...! It's perfect! Bener-bener pria idaman!" serunya dalam hati.

Grandika mengernyitkan dahi sambil memperhatikan wajah Yurika. "Nggak jadi pipis?"

"Eh!?" Yuri tersadar dari lamunan nakalnya. Ia buru-buru masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.

"Huft ...! Yuri, sadar Yuri!" gumam Yuri sambil mengipas wajah menggunakan tangannya sendiri. Ia segera menuju ke closet, buang air kecil dan mencuci wajah. Mengusir rasa kantuk dan kepalanya yang terasa pening. Kemudian, segera melangkah keluar dari toilet, menuju ke tempat tidur yang ada di kamar hotel tersebut.

"Kenapa kamu nggak pake baju?" Yuri melebarkan kelopak matanya sambil menatap Grandika yang berbaring di atas ranjang dan bertelanjang dada.

"Bajuku baru aja kamu kotori. Kamu kira, di sini ada baju buat aku? Sudah kamu cucikan?"

"Cucikan!?" Yuri mengernyitkan dahi.

"Ck. Apa kamu memang nggak punya rasa tanggung jawab? Bajuku ada di kamar mandi. Kamu cuci sampai bersih. Ini masih jam dua malam. Jam enam pagi, aku harus pake kemeja itu untuk kerja. Sudah harus kering, nggak peduli gimana pun caranya!" perintah Grandika.

"What!? Ini jam dua malam. Nggak ada matahari. Gimana bisa kering dalam waktu empat jam?" sahut Yuri.

Grandika menatap tajam ke arah Yuri. "Aku beli kamu dengan harga enam ratus juta. Kenapa nggak berguna sama sekali? Kreatif, dong!"

Yuri mengerutkan hidungnya menatap pria tampan yang menyebalkan itu. "Kalo nggak ganteng, udah kutendang dari sini!" umpatnya dalam hati sambil berbalik, melangkah kembali ke dalam kamar mandi.

Yuri mencuci kemeja putih milik Grandika, memerasnya beberapa kali dan mengibas-ngibaskan di dalam kamar mandi tersebut. Meski melakukannya berulang-ulang sampai pagi, ia tahu ... usahanya tidak akan berhasil.

Yuri melangkah keluar dari kamar mandi sambil membawa kemeja putih yang masih basah. Ia mengintip Grandika yang sudah terlelap di atas tempat tidur. Perlahan, ia melangkahkan kaki keluar dari kamar hotel tersebut dan turun sampai ke lobi. Ia terus merengek pada petugas hotel untuk membantunya mengeringkan kemeja tersebut.

Beberapa menit kemudian ...

Yuri melenggang santai sambil bersenandung begitu ia sudah berhasil menjalankan misinya. Ia bergegas masuk ke dalam kamar hotel, meletakkan kemeja yang sudah kering dan rapi. Kemudian, ia melangkah perlahan menghampiri Grandika yang sudah tertidur pulas.

"Permisi ...! Aku tidur di sini ya! Boleh? Soalnya, aku nggak tahan dingin. Butuh selimut. Iya, iya. Boleh. Terima kasih ...!" ucap Yuri lirih, ia berbicara seolah-olah menjadi dirinya dan Grandika sekaligus. Ia menguap beberapa kali dan masuk ke dalam selimut yang masih kosong, tepat di sebelah Grandika, di ranjang yang sama.

...

"Kenapa tangan kiriku berat banget? Rasanya, kemarin nggak ada latihan fisik yang berlebihan," gumam Grandika sambil membuka matanya perlahan.

"Hmm ..." gumam Yuri sambil menyentuh dada Grandika yang telanjang. Ia masih memejamkan mata sambil tersenyum. Ruhnya masih menyatu dengan mimpi nakalnya tentang pangeran berkuda putih yang menjadi idamannya.

Grandika langsung memutar kepalanya menatap kepala Yuri yang sudah tidur di atas lengan kirinya. "Siapa perempuan ini?" gumamnya.

"Astaga ...! Bisanya aku lupa kalo aku habis beli perempuan ini? Siapa yang nyuruh dia tidur di sini?" tanya Grandika sambil mendorong kening Yuri perlahan menggunakan ujung jari telunjuknya.

"Mmh ... Jangan tinggalin aku!" Yuri mengigau sambil mengeratkan pelukannya ke tubuh Grandika.

Grandika menahan napas saat tangan Yuri menyentuh kulit di dadanya. Irama jantungnya tak terkendali. Aliran darah dalam tubuhnya seperti berjalan berlawanan arah. Ia berusaha keras menahan diri saat senjata pribadi miliknya tiba-tiba berada dalam mode siap tempur.

Grandika langsung mendorong tubuh Yuri agar menjauh darinya dan melompat turun dari tempat tidur.

Yuri hanya bergumam tanpa membuka matanya, ia tetap tertidur lelap dan masih berada di alam mimpi yang enggan ia tinggalkan. Rasanya, ia ingin hidup di alam mimpi yang indah, tidak seperti kehidupan nyatanya yang kejam dan menyakitkan.

"Kebo!" dengus Grandika sambil melangkah menjauhi tempat tidur tersebut. Ia menelungkupkan tubuhnya yang masih bertelanjang dada ke lantai dan melakukan push up puluhan kali untuk membuat keadaan tubuhnya normal kembali.

Setelah ia berhasil mengendalikan nafsunya, ia bangkit dari lantai. Matanya tertuju pada lipatan kemeja yang ada di atas meja dan menghampirinya.

"Lumayan juga," ucap Grandika sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Ada gunanya juga ini perempuan?" Ia meraih kemeja putih itu dan bergegas mengenakannya. Ia melirik arloji yang sudah terpasang di pergelangan tangannya dan buru-buru keluar dari kamar tersebut.

...

Yuri mengerjapkan matanya perlahan sambil memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Aku di mana? Kenapa ranjang ini nyaman banget? Sejak kapan kamarku sewangi ini?" gumam Yuri tanpa membuka mata. Ia mengangkat kepalanya perlahan dan duduk di atas tempat tidur. Ia membuka mata lebar-lebar dan mengedarkan pandangannya.

"Ya Tuhan ...! Ini bukan mimpi? Aku beneran udah dibeli sama pria hidung belang itu?" tanya Yuri sambil memukul-mukul kepalanya yang masih terasa pening.

Yuri perlahan turun dari ranjang. Ia langsung menoleh ke atas meja yang sudah penuh dengan makanan. "Wah ...! Enak banget jadi orang kaya? Bangun-bangun, udah disiapin makanan kayak gini. Nggak perlu capek-capek nyari uang, nggak perlu masak, tinggal makan aja!" serunya sambil menghampiri meja dan menyomot salah satu kudapan yang sudah tersedia di sana.

KREK...!

Pintu kamar mandi terbuka.

Grandika keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambutnya yang basah menggunakan handuk.

Yuri langsung menoleh ke arah pintu kamar mandi. Ia menghentikan suapannya saat Grandika keluar dari sana. Tubuh kekar pria yang hanya dibalut handuk asal-asalan itu ... membuatnya tak bisa berkedip. Bahkan, ia tidak menyadari jika sedari tadi mulutnya menganga.

"Laper?" tanya Grandika sambil melangkah menghampiri Yuri.

"Eh!?" Yuri langsung meletakkan potongan makanan yang sudah ia gigit ke atas piring lagi.

"Nggak baik kalau naruh makanan bekas ke makanan lain yang masih utuh," tutur Grandika sambil menatap wajah Yuri.

"Oh." Yuri kembali menyomot makanan itu dan memasukkan ke mulutnya. Ia terlihat jelas sangat gugup saat Grandika berdiri di sampingnya.

"Mandilah! Aku sudah siapin pakaian ganti buat kamu. Kita harus secepatnya pergi dari sini!" perintah Grandika.

"Ke mana?" tanya Yurika dengan mulut penuh makanan.

"Ke langit."

"Eh!?"

"Nggak usah banyak tanya! Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan!"

Yuri mengangguk kecil. Ia melangkah perlahan menghampiri paper bag berisi pakaian ganti yang sudah disiapkan Grandika dan masuk ke kamar mandi. Menjadi wanita yang menukar seluruh hidupnya dengan uang, memang tidak mudah. Ia tak bisa menolak, hanya bisa menurut dan menerima meski hatinya sangat kesal.

"Yuri ... ini akhir kisah hidupmu. Harus diterima dan dijalani dengan baik. Cowok ini juga nggak buruk. Dia tampan, masih muda dan kaya raya. Cuma sikapnya aja yang ketus dan galak. Kamu harus bisa menakhlukan dia! Semangat, Yuri!" Yuri menatap dirinya yang terpantul di balik cermin.

Beberapa menit kemudian, Yuri keluar dari kamar mandi dalam keadaan sudah berpakaian. Ia menghampiri Grandika yang juga sudah berpakaian rapi. "Kita pergi sekarang?" tanyanya lirih.

"Makanlah!" perintah Grandika.

"Aku sudah kenyang," tutur Yurika lirih.

"Perutmu sudah bisa kenyang hanya dengan sepotong risoles?" tanya Grandika.

Yuri mengangguk. Melihat wajah es di hadapannya itu, perutnya tiba-tiba kenyang. Tidak ada tempat kosong lagi untuk makanan apa pun.

"Oke. Kita pergi, sekarang!" Grandika bangkit dari sofa dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar tersebut.

Yuri mengangguk. Ia bergegas menarik tas tangannya yang ia letakkan di atas nakas dan buru-buru mengikuti langkah kaki Grandika.