'Apa yang dia lakukan di sini?' batin Nio bingung sekaligus penasaran.
Tak di sangka, setelah hampir tiga tahun tak bertemu dengan orang itu, Nio dan orang itu justru dipertemukan di Kantor Polisi.
Nio menghela napas.
'Aku lupa, dia seorang pengacara. Mungkin, dia sedang menangani sebuah kasus,' gumam Nio.
Nio melepas seat-beltnya dan membuka pintu mobil. Dia lantas keluar dari mobil, tampak dari pintu masuk Kantor Polisi, pengacara perusahaan Sasongko menyambutnya. Keduanya lantas saling berjabat tangan dan memasuki Kantor Polisi bersama-sama.
Pandangannya mengarah ke setiap sudut tetapi dia tak melihat orang yang dia lihat di parkiran tadi.
Ya, belum lama tadi dia melihat sosok yang familiar, yang tak lain adalah seorang wanita dengan penampilan formal dan tampak elegan.
Wanita cantik bernama Catherine itu adalah mantan kekasihnya, di mana hubungan keduanya berakhir 3 tahun lalu, sebelum akhirnya Nio menikahi Allena. Sebelumnya, dia merasa aneh lantaran mantan kekasihnya itu ada di Kantor Polisi tersebut, tetapi dia kembali teringat bahwa, mantan kekasihnya itu berprofesi sebagai pengacara. Jadi, tak heran bukan, jika Catherine ada di Kantor Polisi? Bisa jadi dia memang tengah menangani sebuah kasus.
Seorang Polisi memanggil Nio membuat perhatian Nio teralihkan, Nio dan pengacaranya lantas mengikuti Polisi untuk memenuhi jadwal permintaan keterangan terakit kasus penggelapan dana perusahaan yang dilakukan mantan Direktur keuangan dan asistennya.
***
Sementara itu di sisi lain.
Allena baru saja sampai di kediaman sang papi, dia lantas menanyakan keberadaan sang papi pada salah satu pekerja di kediamannya.
"Tuan ada di taman belakang, Nona," ucap pekerja.
Allena pun bergegas menuju taman belakang, dia melihat sang papi tengah bermain catur seorang diri di sebuah meja taman yang berada tepat di tepi kolam renang.
Perlahan Allena menghampiri sang papi dan menarik kursi, membuat perhatian sang papi teralihkan dan cukup terkejut melihat kedatangan Allena yang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
"Kamu datang, Allena? Apa yang membawamu ke sini?" tanya sang papi.
"Tak ada, hanya ingin melihat keadaan Papi saja," ucap Allena dan mengambil salah satu bidak catur kemudian memainkannya
Tak!
"Skakmat!" ucap Allena setelah dirinya meletakan salah satu bidak catur tersebut.
Papi Allena lantas tersenyum melihat permainan yang dirinya mainkan seorang diri, lantas dikalahkan oleh Allena.
"Semalam, aku bertemu dengan salah satu anak klien kita. Dia menawarkan kerja sama dengan memberikan catatan orderan 100 gading," ucap Allena.
"Hem... Itu bagus," ucap sang papi.
Allena tersenyum.
"Aku agak ragu mengambil pekerjaan ini, itu terlalu banyak, dan resikonya juga besar," ucap Allena.
"Itu orderan terkecil bagi Papi. Apa kamu tahu, Allena. Itu tantangan bagimu, untuk melihat sejauh mana kemampuanmu dalam membesarkan bisnis itu. Papi yakin, kamu bisa menanganinya. Darah Papi mengalir di dalam tubuhmu, Papi tahu kamu takan pernah takut mengambil resiko," ucap sang papi.
Allena terdiam sejenak.
"Papi tahu, ini adalah pekerjaan pertamaku. Bagiku ini terlalu menantang, meski bagi Papi itu hanyalah pekerjaan kecil," ucap Allena.
Sang papi tersenyum.
"Jadi, apa keputusanmu?" tanya sang papi.
"Menurut Papi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Allena.
"Ambil pekerjaan itu, memangnya apa lagi? Itu memang pekerjaan pertamamu, tapi tidak dengan orang-orang di belakangmu. Jangan lupakan, Papi memiliki orang-orang yang mampu menangani semua pekerjaan itu tanpa diketahui siapapun," ucap sang papi.
Allena mengangguk. Dia lantas bangkit dari duduknya.
"Mau ke mana? Kamu baru saja datang," ucap sang papi.
"Aku hanya mampir sebentar. Aku pikir, aku ingin meminta saran dari Papi, tapi aku sudah mengerti keputusan apa yang akan aku ambil. Sekarang, aku harus pergi ke kantor," ucap Allena.
Sang papi mengangguk dan mengantar Allena ke mobilnya. Allena pun pamit, dia bersiap memasuki mobilnya, tetapi panggilan sang papi membuatnya melihat sang papi kembali.
"Jadilah penonton tanpa melepaskan tanggung jawabmu. Kamu mengerti maksud Papi 'kan?" ucap sang papi.
Allena mengangguk mengerti. Dia lantas memasuki mobilnya dan sang supir pun mengendarai mobil menuju perusahaan Allena.
***
Sesampainya di perusahaan, Allena meminta Guntur untuk menyiapkan kontrak kerja sama dan semua harus tercatat sesuai yang dikatakan Albert ketika di pertemuan kemarin.
"Jadi, Anda akan menerima pekerjaan itu?" tanya Guntur.
"Kenapa tidak?" ucap Allena.
"Baiklah, Saya mengerti. Saya akan menyiapkannya untuk Anda," ucap Guntur.
Sebuah panggilan masuk ke ponsel Allena membuat perhatian Allena teralihkan.
"Kamu boleh pergi," ucap Allena.
"Baik, Nona. Saya akan berada di ruangan Saya, Anda biss menghubungi Saya jika butuh sesuatu," ucap Guntur.
"Hem..." gumam Allena dan Guntur keluar dari ruangan Allena.
Allena bergegas mengambil ponselnya, dia pikir Nio lah yang menghubunginya, tetapi setelah melihat layar ponselnya, justru kontak barulah yang menghubungi dirinya. Allena lantas menjawab panggilan itu.
'Halo,' ucap Allena.
'Halo, Nona Allena,' ucap seorang pria.
Allena mengerutkan dahinya. Sepertinya, dia mengenal suara itu. Ya, ingatan Allena cukup baik.
'Tuan Albert?' ucap Allena.
'Ya, benar. Ini Saya, apa Anda sibuk?' tanya Albert.
'Ada apa Anda menghubungi Saya? Bukankah pertemuan kita akan dilakukan besok? Lagi pula, mengapa Anda tidak menghubungi asisten Saya? Dari mana Anda tahu kontak Saya?' tanya Allena bingung.
'Oh, begini. Saya besok ada pekerjaan mendadak, jadi Saya tak bisa menemui Anda. Karena itu, Saya menghubungi Anda. Mengenai nomor Anda, apakah itu penting? Yang terpenting adalah urusan kita, bukan?" ucap Albert.
"Apa maksud Anda?" tanya Allena.
"Oh, maksud Saya tentang pekerjaan yang kemarin. Jadi, apakah Anda sudah memutuskannya? Apa bisa kita bertemu malam ini?" ucap Albert.
"Saya harus melihat jadwal Saya hari ini terlebih dahulu. Jika memungkinkan, Saya mungkin bisa menemui Anda," ucap Allena.
"Baiklah, kalau begitu, kabari Saya dengan segera," ucap Albert.
Allena tak mengatakan apapun hingga panggilan itupun berakhir.
Allena menekan panggilan menuju ruangan Guntur, dia menanyakan jadwalnya hari ini dan ternyata tak ada banyak pekerjaan.
'Kalau begitu, hubungi Tuan Albert, katakan padanya, Saya siap menemuinya malam ini. Dan, ya. Selesaikan kontrak itu hari ini, panggil pengacara hari ini juga," ucap Allena.
'Baik, Nona,' ucap Guntur dan panggilan pun berakhir.
Selang beberapa menit, sebuah pesan masuk ke ponsel Allena. Pesan itu dari Albert dan di pesan itu terlihat sebuah lokasi. Lokasi itu berada di daerah Puncak Bogor, dan terlihat di sana adalah sebuah Vila.
Tak lama Albert kembali menghubunginya.
'Datanglah ke alamat itu, Nona Allena. Di jam makan malam, Saya akan menunggu Anda," ucap Albert.
'Oke,' ucap Allena singkat dan mengakhiri panggilan tersebut.
Allena terdiam di kursinya. Ini bukanlah kali pertama dirinya mendatangi tempat kliennya, selama satu tahun bergabung di perusahaan sang papi, Allena juga pernah mengalami hal-hal seperti ini. Namun, Allena tetap perlu waspada.
Allena pergi menuju rak berkas, dia menarik beberapa berkas, dan di belakang berkas itu ada sebuah pintu yang tak lain adalah pintu sebuah brankas. Dia menekan kode untuk membuka pintu brankas itu dan tak lama pintu pun terbuka.
Di dalam brankas itu, dia melihat senjata api miliknya. Senjata itu adalah hadiah dari salah satu kliennya yang memiliki bisnis penyelundupan senjata ilegal. Namun, dia menyukai senjata itu. Sayang sekali, beberapa bulan terakhir ini, dia tak pernah lagi membawa senjata yang belum pernah melukai siapapun itu.
'Aku akan membawamu malam ini,' gumam Allena seraya tersenyum.