Chereads / Sexy Queen (She's Mine) / Chapter 13 - PART 13 - KECURGIAAN NIO?

Chapter 13 - PART 13 - KECURGIAAN NIO?

Waktu berlalu, mobil kantor yang Allena tumpangi telah sampai di depan pintu pagar besar bercat putih. Ya, dia telah sampai di kediamannya bersama Nio. Dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu menunjukan lewat pukul 11 malam.

"Bawa saja mobil kantor olehmu," ucap Allena pada Guntur ketika dirinya bersiap untuk keluar dari mobil. Guntur bergegas keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Allena.

Allena mulai mendekati pintu pagar kediamannya dengan langkah perlahan. Malam itu dia merasa sangat lelah. Entah apa sebabnya, padahal sebelumnya dia terbiasa pulang di jam larut malam. Oh, ataukah karena hari ini dia terlalu banyak bekerja di luar? Ah, entahlah. Satu hal yang pasti, Allena ingin segera memasuki kediamannya dan mencapai tempat tidurnya. Nio pasti sudah tidur, pikirnya.

"Nona Allena!" panggil Guntur, sontak Allena menghentikan langkahnya dan berbalik melihat Guntur.

"Apa Anda baik-baik saja?" tanya Guntur.

"Ya, Saya hanya sedikit lelah," ucap Allena dan berbalik kemudian menekan bel. Guntur masih di sana, memperhatikan Allena yang mulai dihampiri oleh seorang security yang berjaga malam itu.

Guntur pun pergi setelah Allena benar-benar tak terlihat.

Sementara itu, Allena mulai melangkah menuju pintu utama, dia melihat sekilas mobil Nio yang terparkir di garasi. Setelah itu memasuki kediamannya. Terlihat rumah tampak sepi, lampu-lampu ruangan sudah tampak redup. Ya, wajar saja. Waktu sudah menjelang tengah malam.

Allena pergi menuju dapur, tenggorokannya terasa haus. Dia memutuskan mengambil segelas air putih.

Plak!

Plak!

Perhatian Allena teralihkan ketika mendengar suara hentakan sandal rumahan, siapa yang berjalan seberisik itu di jam menjelang tengah malam seperti ini? Dia merasa terganggu. Cukup berisik.

Allena berbalik seraya masih menenggak air putihnya.

Ppffttt...

Allena menutup mulutnya ketika dirinya hampir saja tersedak lantaran terkejut ketika melihat orang yang kini berjalan mendekat ke arahnya.

'Kenapa dia belum tidur?' batin Allena.

"Kenapa kamu terkejut melihatku?" tanya orang itu yang tak lain adalah Nio.

Allena bergegas mengambil tissue yang berada di atas meja dan me-lap mulutnya yang sedikit basah. Dia lantas mendekati Nio dan memeluk Nio sebentar. Setelah itu, tanpa melepaskan pelukannya, dia beralih menatap Nio.

"Kenapa kamu belum tidur?" tanya Allena.

"Aku belum mengantuk," ucap Nio dan melepaskan tangan Allena yang memeluknya.

Allena mengikuti langkah kaki Nio, di mana Nio mendekati lemari es dan mengambil sekaleng bir. Allena masih memperhatikan Nio yang kemudian kembali mendekati Allena seraya membuka kaleng bir di tangannya. Tatapan Nio tak terlepas dari mata Allena.

Entah mengapa, Allena merasa Nio sangat dingin, tak seperti biasanya di mana Nio akan selalu menyambutnya dengan senyuman dan pelukan hangat ketika dirinya kembali ke kediaman mereka. Bahkan tatapan Nio pun selalu hangat selama ini, rasanya ini pertama kalinya Allena melihat tatapan Nio yang seperti itu, bahkan tak ada senyuman sedikitpun yang tersungging di bibir Nio.

"Kamu terlihat berbeda, mengagumkan," ucap Nio seraya melihat penampilan Allena dari ujung kaki hingga ujung kepala. Apakah itu pujian? Atau itu sindiran lantaran ada sesuatu yang berbeda dengan Allena?

Allena melihat dirinya sendiri, dia tersentak ketika menyadari bahwa dia memakai pakaian yang berbeda dengan pakaian yang dia kenakan ke kantor tadi pagi.

Allena lagi-lagi tersentak ketika Nio tiba-tiba saja meraih tangannya dan menghirup telapak tangannya. Allena mengerutkan dahinya seraya menatap Nio, entah apa yang sedang Nio lakukan?

Dengan masih memegang tangan Allena, Nio kembali menatap Allena.

"Parfum yang sangat pekat, ini bukan parfummu," ucap Nio seraya menaikan satu alisnya.

Allena semakin tak mengerti, dia bergegas mengendus telapak tangannya dan terdiam seraya mengingat sesuatu.

Ya, jelas itu bukan aroma parfumnya. Itu aroma parfum pria dan Allena ingat itu parfum Albert saat dia berjabat tangan dengan Albert sebelumnya. Tak heran parfum-parfum orang-orang yang memiliki uang parfumnya akan melekat. Hanya saja Allena tak menyangka parfumnya akan melekat dengan di tangannya.

"Ya, ini parfum klienku," ucap Allena bersikap santai.

"Oh, begitu ya," ucap Nio dan diangguki oleh Allena.

"Lalu, pakaianmu ke mana? Kenapa pulang dengan pakaian seperti ini?" tanya Nio seraya memperhatikan penampilan Allena. Allena terlihat benar-benar berbeda dengan yang kerap kali Nio lihat, yang biasanya elegan dan seksi.

"Em... Pakaianku sebelumnya kotor, jadi Guntur membelikanku pakaianku ini," ucap Allena. Nio terdiam sejenak, dia tahu Guntur adalah sekretaris Allena dan Nio memahami dengan baik, Guntur adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Allena ketika Allena berada di kantor.

"Apa dia tak bisa melihat selera atasannya? Aku pikir, kamu tak suka penampilan seperti ini. Ini pertama kalinya aku melihatmu berpenampilan seperti ini," ucap Nio dengan ekspresi datar.

Allena mengepalkan tangannya, kenapa Nio seperti ini? Nio tak pernah banyak bertanya. Tapi Allena sadar, ini adalah kebodohannya karena pulang dengan tak memakai pakaian sebelumnya. Dia merasa sangat ceroboh.

"Dia mungkin hanya tak sengaja memilihkanku pakaian seperti ini. Apa kamu tak suka melihatku seperti ini? Apa aku terlihat buruk?" tanya Allena.

"Tidak, itu bagus," ucap Nio.

Nio melewati Allena. Dia berniat menuju tangga tetapi langkahnya terhenti ketika Allena memanggilnya.

Nio menatap Allena yang juga menatapnya dengan tatapan penuh tanya dan Nio mengerti, Allena pasti merasakan hal yang salah dengannya. Nio memang sengaja bersikap agak dingin dan tak seperti biasanya, dia ingin melihat apa yang Allena sembunyikan? Apakah Allena merasakan perubahan sikapnya? Seharusnya, jika Allena mencintainya, Allena akan memahami kenapa sikapnya hanya dalam beberapa jam tak bertemu tetapi ketika bertemu telah berubah menjadi sedikit acuh. Nio bahkan enggan mengecup Allena. Ketika Allena memeluknya pun dia sama sekali tak membalas pelukan itu.

"Kenapa?" tanya Nio.

"Selamat istirahat, Sayang," ucap Allena seraya tersenyum. Nio menghela napas. Dia tersenyum kecil dan bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Allena berbalik, dia duduk sejenak di kursi seraya memikirkan ada apa dengan Nio malam ini? Ingin bertanya apa yang terjadi pada Nio, tetapi Allena takut jika pertanyaannya justru membawanya pada apa yang dia takutkan. Apakah Nio tahu sesuatu tentangnya? Atau dia seperti itu karena penolakan Allena untuk memiliki momongan dalam waktu dekat?

Allena menutup wajahnya, dia mengembuskan napas kasar dan bergegas bangkit dari duduknya. Dia tak tenang melihat sikap Nio.

Dia bergegas menuju kamarnya dan melihat Nio tengah duduk bersandar seraya memainkan ponsepnya. Namun, lampu ruangan sudah digantikan dengan lampu tidur, ruangan itu tampak redup, Allena memutuskan membersihkan tubuhnya dan pergi ke kamar mandi.

Selesai membersihkan tubuhnya, Allena memakai lingerie tipis. Dia tak lupa menyemprotkan parfum ke leher dan pergelangan tangannya. Dia merasa perlu mendekati Nio, mungkin dengan merayu Nio malam ini, Nio akan merasa lebih baik. Bagaimanapun Nio terlihat tak baik-baik saja.

Allena melangkah mendekati Nio, dia meraih ponsel Nio dan meletakannya di atas nakas. Nio hanya diam, menatap Allena yang mulai naik ke pangkuannya. Allena menangkup wajah Nio, senyuman tersungging di bibirnya dan dia mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Nio. Namun, Nio berpaling seraya menghela napas.

"Tidurlah, kamu pasti lelah," ucap Nio. Allena menggeleng.

"Aku merindukanmu," ucap Allena.

Nio lagi-lagi menghela napas. Dia menatap Allena kali ini.

"Aku sedang tak ingin," ucap Nio, sontak Allena terdiam. Seketika jantung Allena berdegup cepat, ini adalah pertama kalinya Nio menolak dirinya.