"Ayok pakai!" ucap Nio lagi ketika Allena hanya diam seraya memegang lingerie itu.
"Apa kamu menginginkannya?" tanya Allena dan Nio hanya diam.
"Sayang, aku sangat lelah," ucap Allena mencoba membuat Nio mengerti. Dia tak ingin mengecewakan Nio karena dirinya sedang tak fit sekarang. Dia sangat lelah dan mengantuk, dia ingin sekali beristirahat.
"Aku hanya ingin kamu memakainya," ucap Nio membuat Allena bingung. Apa Nio sedang melantur? Mengapa tiba-tiba ingin melihatnya memakai lingerie itu? Pikir Allena.
Allena pun beranjak dari tempat tidur dan akan membawa lingerie itu ke ruang ganti. Namun, Nio menahan tangannya.
"Ganti di sini saja, aku akan melihatnya," ucap Nio.
Allena menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia pun membuka piyamanya dan Nio memperhatikan setiap lekuk tubuh seksi Allena. Tubuh itu mulus bak tak ada setitik cacatpun. Jelas dia sangat mengenal bagaimana tubuh Allena.
Tak ada apapun yang mencurigakan di tubuh Allena. Tak ada bekas sentuhan tangan yang mungkin berlebihan yang membekas di kulit Allena. Nio lantas berdiri dan menatap Allena sebentar. Setelah itu Nio menjauhi Allena. Dia keluar dari kamar.
Allena pun semakin dibuat bingung. Bukankah Nio ingin melihatnya memakai lingerie itu? Lalu, mengapa Nio langsung pergi padahal dia belum merapikan lingerienya dengan benar?
Sementara itu, Nio justru pergi ke dapur dan mengambil sekaleng bir dari dalam lemari es. Dia membuka bir itu dan menenggaknya seraya memikirkan tubuh Allena yang hanya terbalut pakaian dalam sebelum Allena memakai lingerie tadi.
Nio lagi-lagi menenggak birnya.
'Brengsek, apa sebenarnya yang aku pikirkan?' batin Nio.
Entah mengapa, sebelumnya Nio teringat kembali pada Albert yang mencium punggung tangan Allena. Nio justru terpikirkan hal tidak-tidak yang mungkin Allena dan pria itu lakukan di Vila. Nio hanya ingin membuktikan pikiran gilanya adalah salah, karena itu dia meminta Allena memakai lingerie itu agar Nio bisa melihat tubuh Allena. Jujur saja, Nio juga sedang tak ingin menyentuh Allena.
Nio merasa gila sekarang, entah sampai kapan dia mampu menahan gejolak cemburu dalam dirinya. Apakah dia mampu menahannya dan tetap mengikuti permainan Allena?
Baru beberapa jam saja Nio sudah merasa frutrasi karena tak bisa mengungkapkan kegelisahannya pada Allena. Padahal dia ingin menegur bahkan melampiaskan kemarahannya pada Allena agar Allena mengerti bahwa dia tak suka ada pria lain yang menyentuh Allena apalagi sampai mencium Allena meski itu hanya tangan Allena.
Nio pun membawa bir itu ke ruang kerjanya. Dia enggan kembali ke kamar. Dia ingin menghindari Allena sekarang.
***
Ke esokan paginya.
Allena turun menuju meja makan dan melihat sudah ada Nio di sana.
"Sayang, kenapa kamu tak membangunkanku?" ucap Allena seraya menarik salah satu kursi.
Nio yang sedang menikmati sarapannya lantas melihat Allena.
"Kamu terlihat tidur nyenyak, aku tak mungkin membangunkanmu," ucap Nio.
Allena menghela napas. Dia membuka piring sarapannya dan teringat akan sesuatu. Dia melihat Nio yang terlihat sangat menikmati sarapannya.
"Oh ya, bagaimana pekerjaanmu akhir-akhir ini?" tanya Allena.
"Pekerjaanku?" tanya Nio.
"Ya, apa semuanya baik-baik saja?" tanya Allena.
Nio meletakan alat makannya di piring, dia menenggak air minumnya. Setelah itu dia kembali menatap Allena. Dia diam beberapa detik, rasanya aneh sekali tiba-tiba Allena menanyakan tentang pekerjaannya.
"Ya, semua baik-baik saja," ucap Nio.
"Bagaimana dengan proyek terbaru perusahaan Sasongko? Apa semuanya baik-baik saja?" ucap Allena.
"Ya, apa kamu tertarik untuk melihatnya?" tanya Nio.
"Bolehkah?" tanya Allena.
"Tentu saja, aku bisa membawamu ke lokasi proyek," ucap Nio.
"Em... Sebenarnya, aku hanya penasaran dengan ide designya. Pasti hasilnya sangat luar biasa. Kamu pernah mengatakan bahwa resort-hotel itu akan memakai ide design yang kamu buat sendiri 'kan?" ucap Nio.
"Ya," ucap Nio.
Tentu saja Nio ingat itu, dia tak pernah menyembunyikan apapun dari Allena. Sekalipun itu tentang pekerjaannya jika masih dalam batas kewajaran. Ada beberapa hal juga yang Nio pahami tentang privasi perusahaan.
Beberapa bulan lalu, Nio memang disibukan dengan rencana proyek resort-hotel yang akan perusahaan Sasongko bangun. Dia disibukan dengan pembuatan design resort-hotel itu yang dia gambar sendiri.
"Apa aku boleh melihatnya?" tanya Allena, sontak Nio mengerutkan dahinya.
Kenapa Allena tiba-tiba ingin melihat design proyek itu? Meski Nio mengatakan segalanya pada Allena, tetapi memperlihatkan design itu pada orang lain sangat tak diperbolehkan. Itu adalah rahasia perusahaan, siapa saja bisa menyalahgunakan design itu. Meski itu istrinya sendiri, jika proyek itu adalah miliknya sepenuhnya maka dia tak masalah memperlihatkannya pada Allena. Namun, banyak yang terlibat dalam proyek itu, bagaimana sebagai profesional Nio tetap bersikap semestinya. Dia memahami mana yang harus ditunjukan pada Allena mana yang dilarang.
"Aku sangat penasaran akan seperti apa jadinya? Jika menunggu sampai resort itu selesai dibangun, pasti akan menunggu sangat lama. Resort itu pasti akan memakan waktu beberapa tahun dalam pengerjaannya 'kan?" ucap Allena.
"Designnya ada di flashdisk-ku, aku tak membawanya sekarang," ucap Nio.
Allena terdiam.
'Flashdisk?' batin Allena.