"Dan kau pikir aku akan percaya begitu saja dengan yang kau katakan, hah?" Flower tampak mendekatkan wajahnya berselimut tatapan muak. "Bagiku apa pun yang keluar dari mulut mu adalah omong kosong!"
--
"Seharusnya kau percaya padaku dan bukan pada omong kosong, Rose!" Bentaknya frustasi.
"Laki - laki penghianat seperti mu lah yang omong kosong, Jason!" Nada suara Flower terdengar tajam setajam mata pedang yang ditancapkan langsung ke jantungnya.
"Aku tahu Rose Kakak-mu. Seharusnya kau percaya padaku sebagai tunangan mu dan bukan pada Kakak-mu yang psikopat itu."
"Mantan tunangan, catat itu!" Desisnya berpadukan dengan suara gertakan gigi.
"Ya, itu memang benar. Tetapi yang ku bicarakan ini dulu, Flow. Ketika kita masih bertunangan. Seharusnya kau lebih percaya padaku dan bukan kepada Kakak-mu si psikopat itu."
Flower tampak menggeram. Meskipun dia sangat membenci kakak nya, akan tetapi dia tidak suka jika ada orang lain yang menghina saudara kandungnya sendiri. "Di sini kau lah yang psikopat. Kau sudah bertunangan denganku. Tetapi ... " Flower sengaja menjeda ucapannya sembari melemparkan tatapan jijik. "Kau dan Rose berada diatas ranjang. Kalian berdua saling memadu kasih dengan sangat mesra, melambungkan angan cinta dan mendesah bersama. Jadi, kalian berdua lah yang menjijikkan! Kaleng bekas memang lebih cocok bersanding dengan sampah!"
"Saudara perempuan mu itulah yang menjijikkan karena dia yang telah menjebakku!"
Flower tampak mengulas senyum smirk. "Dan wanita yang sebut menjijikkan itulah yang saat ini sedang mengandung Anak-mu, Mr. Jason!" Bersamaan dengan itu langsung melenggang begitu saja menuju lift.
"Tunggu!"
Flower langsung menghentikan langkah, bersamaan dengan itu menolehkan wajahnya dengan segera. Dan pastinya melempari Jason dengan tatapan muak. " Ada apa lagi, hah?"
Langkah tegas mendekat. "Kau harus percaya padaku, Flow. Semua yang terjadi bukanlah keinginanku. Dihatiku hanya ada satu nama yaitu kau, Ms. Flower Carnabel."
Flower tidak menjawab. Dia memilih diam dengan menutup rapat bibirnya. Sementara itu lelaki yang berstatus sebagai mantan tunangannya tersebut masih saja berbicara panjang lebar untuk meyakinkannya.
Muak, itulah satu kata yang menggambarkan bagaimana perasaan Flower saat ini. "Sudah bicaranya?"
"Aku tidak akan pernah berhenti bicara sampai kau percaya bahwa aku tidak bersalah di dalam hal ini. Aku dijebak, Flow. Aku lelaki yang sama sekali tak berdaya dan diperdaya oleh, Rose."
Penjelasan seperti apa pun tetap saja tidak mengubah keputusan Flower untuk tetap diam. Bukannya tidak ingin berbicara. Hanya saja dia sudah terlalu muak terhadap lelaki didepannya ini dan juga saudara perempuannya, Rose Gardenia.
Disuguhi akan tanggapan Flower yang tetap tidak mau mendengarkan penjelasannya telah membuatnya dilanda frustasi.
Berulang kali dia pun kedapatan mengusap kasar wajahnya. "Apa lagi yang harus ku katakan agar kau percaya, Flow? Apa? Katakan!" Mengguncang - guncang pundak ramping.
Jujur, Flow bisa melihat kehancuran menyilau dengan sangat jelas melalui sorot matanya, akan tetapi malam di mana dia telah dihadapkan pada adegan ranjang Jason - Rose telah membuatnya hilang rasa kepercayaan.
Kejadian tersebut telah membuat Flower hilang rasa percaya diri. Beruntung dia dipertemukan dengan Karyl. Wanita baik yang telah membuatnya kembali bersemangat mengarungi kehidupan hingga dirinya dinobatkan sebagai ikon dari BM Magazine.
Entah sudah berapa lama seorang Flower Carnabel kembali terseret ke dalam derasnya arus masa lalu. Yang deras suara suara Jason telah membawa kesadarannya kembali.
Dirangkumnya pipi Flower dengan penuh kelembutan. "Dengarkan aku, Flow. Sekuat apa pun kau mengelak akan perasan mu. Tetapi air mata inilah yang menjadi saksi nyata bahwa kau masih memiliki perasaan untukku."
Dihapusnya air mata tersebut dengan ibu jari, akan tetapi langsung ditepis kasar berselimut tatapan penuh luka mendalam. "Jangan pernah lagi menunjukkan batang hidung mu dihadapanku. Aku tidak sudi mataku dinodai oleh kotoran seperti mu!"
"Tega sekali kau berbicara menyakitkan seperti ini, Flow." Teriaknya.
Sayangnya, Flower sudah tak mau mendengar. Bahkan kini, tubuhnya pun sudah tenggelam di antara pintu lift.
Arrggghh, teriak Jason frustasi.
Tak kuasa dihantam rasa frustasi. Jason tampak memukulkan tangannya ke dinding berulang kali hingga darah segar merembas melalui sela - sela jari. Meskipun begitu sama sekali tak dihiraukan olehnya. Yang Jason butuhkan saat ini adalah pelampiasan atas rasa sakit.
🍁🍁🍁
Kedatangan Flower ke lokasi syuting diserbu ribuan kata - kata sarkastik.
"Ocehan mu ini membuat telingaku sakit, Karyl!"
"Kalau kau tidak mau telinga mu ini sakit oleh ocehanku maka, bekerjalah secara professional."
"Kau bisa diam tidak sih, Karyl!" Bentaknya hingga suara bentakannya terdengar memekak telinga.
"Sebagai manager mu sudah menjadi kewajibanku bersikap tegas atas cara kerja mu yang sama sekali tidak professional, Ms. Flow."
Tatapan Flower menajam. "Tidak professional apanya? Sekarang ini pun aku sudah sampai di sini. Panggil tim make up sekarang!"
Karyl tidak menjawab kecuali menghujani Flower dengan tatapan tajam mematikan.
"Kenapa masih juga mematung di situ, hah? Apa telinga mu itu tuli? Apa kau tidak mendengar yang ku katakan?" Bentaknya beriringan dengan langkah kaki mendekat. "Panggil tim make up ke ruangan ini, sekarang!" Penuh penekanan pada setiap kata.
"Pemotretan mu jam sembilan dan sekarang ini sudah jam sembilan lebih lima puluh empat menit. Kau sudah terlambat satu jam."
"Satu jam kurang enam menit." Bantah Flower tak mau kalah.
"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini dan silahkan kau hadapi sendiri kemarahan Mr. Obsen besok pagi!" Desisnya sebelum melenggang meninggalkan ruangan. Sialnya, baru beberapa langkah sudah dihentikan oleh suara Flower. "Tunggu!"
"Apa lagi?" Tanyanya dengan posisi memunggungi.
"Di mana tim make up dan juga photographer?"
Karyl tampak menolehkan wajahnya dengan tatapan sinis. "Kau tanyakan di mana mereka? Tanpa aku memberitahu mu kau pasti sudah tahu di mana keberadaan mereka saat ini, Ms. Flower Carnabel!"
Aarrgghh, teriak Flower frustasi. Dia pun tampak memukulkan tangannya ke atas meja.
Nafasnya terlihat menggebu, dadanya naik turun menahan amarah, sorot mata berubah menggelap segelap warna darah. "Semua kekacauan ini berasal dari kau, Darren Ewald Gilbert. Kau harus bertanggung jawab atas semuanya!" Berpadukan dengan kedua tangan mengepal erat hingga darah segar tampak merembas melalui sela - sela jari akibat tertancap kuku sendiri.
"Tidak perlu menyesali yang sudah terjadi. Lebih baik renungi saja kesalahan mu dan semoga kau sadar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama."
"SHUT UP!"
"Memang tidak ada gunanya berbicara dengan mu, Flow." Sinisnya, bersamaan dengan itu langsung meninggalkan ruangan. Meninggalkan Flower sendirian berteman amarah yang kian memuncak atas kemalangan di dalam hidupnya.
"Aku sangat yakin bahwa Obsen akan sangat marah dan langsung mengalihkan ikon BM Magazine pada wanita hina, Alexa Canberra." Desisnya berpadukan dengan rahang mengeras.
🍁🍁🍁
Next chapter ...