Chereads / Billionaires: Love and Secrets / Chapter 12 - Chapter 12

Chapter 12 - Chapter 12

Flower tidak menjawab. Yang dilakukannya hanyalah menenggelamkan diri ke dalam pelukan Karyl. Terima kasih, Karyl. Hanya kau yang menyayangiku dengan tulus dan selalu ada untukku. Meskipun sudah seringkali aku menyusahkan mu. Gumamnya dalam hati.

--

Entah sudah berapa lama tenggelam ke dalam pelukan Karyl. Yang jelas wanita tersebut mampu memberinya rasa damai. Mungkin bagi sebagian orang akan berfikir bahwa kedua wanita ini saudara kandung mengingat kedekatan di antara keduanya yang sangat akrab.

Hubungan Flower - Karyl memang jauh berbeda dengan Rose. Bahkan keduanya tak sekali pun terlihat jalan bersama. Kakak - adik itu pun selalu diwarnai dengan pertengkaran dan pertengkaran. Dan pertengkaran tersebut berpicu pada Josen, lelaki tampan yang sudah Rose cintai semasa masih mengenyam di Universitas yang sama. Sayangnya, cinta Josen tak berpihak padanya melainkan pada sang adik, Flower Carnabel.

"Sampai kapan kau akan terus memelukku seperti ini, huh? Menyingkirlah! Tubuh mu berat, Flow."

"Ish, kau ini. Tubuh ramping begini mana mungkin berat. Dasar ngacau." Menjitak kepala Karyl. "Sepertinya otak mu harus di operasi supaya benar."

"Flow!" Geramnya.

Flower terkekeh kecil mengiringi langkah kaki meninggalkan Karyl.

"Kau mau ke mana?"

Yang ditanya tidak menjawab. Jangankan menjawab, melemparkan lirikan pun sama sekali tidak.

"Dasar tuli." Umpatnya.

Beberapa saat kemudian Flower kembali dengan 2 cangkir teh hangat. "Untuk mu." Menyerahkannya pada Karyl. "Thank you." Mengecup singkat pipi sahabat sekaligus modelnya tersebut.

"Ish, inilah kebiasaan buruk mu, Karyl. Kau selalu saja suka menciumku. Kalau ada yang melihat pasti mereka akan berfikir bahwa kita ini-"

"Penyuka sesama jenis. Itukan yang mau kau katakan?"

"Kalau kau sudah tahu jawabannya untuk apa juga masih bertanya. Dasar bodoh!"

"Bodoh teriak bodoh!" Decihnya.

Flower langsung kesal. "Seenaknya saja kau mengataiku bodoh. Asal kau tahu, Karyl. Aku meraih nilai cum laude sewaktu kuliah."

"Itu kan halusinasi mu saja, Flow. Tetapi tidak ada bukti yang berbicara."

"Ish, kau ini selalu saja menyebalkan." Geramnya sembari berkacak pinggang berselimut tatapan tak suka. "Tinggalkan apartement ku, sekarang!"

"Tak ku sangka kau tega mengusirku, Nona Flower." Kesalnya, bersamaan dengan itu ponselnya berdering. "Ish, siapa sih yang telepon? Mengganggu saja."

"Siapa?" Flow bertanya.

Yang ditanya tampak menyungging senyum tipis. "Sebentar ya." Beriringan dengan langkah kaki meninggalkan Flower untuk bisa berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.

Beberapa saat setelahnya, dia kembali dengan ekspresi yang tidak terbaca dan tentu saja hal tersebut membuat Flower disergap rasa khawatir. "Siapa yang menghubungi mu?"

Yang ditanya tidak menjawab kecuali menghujani Flower dengan tatapan sekilas sebelum meraih kunci mobil dan juga tas kesayangan. "Aku pulang."

"Tunggu dulu, Karyl! Siapa yang menghubungi mu? Katakan!"

"Apakah harus jika segala sesuatunya ku katakan padamu, Flow?!"

"Aku tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi mu. Tetapi kau lah satu - satunya keluargaku saat ini. Jadi, wajar kan bila aku khawatir."

Seketika itu juga tatapan Karyl menghangat. "Tidak perlu merasa khawatir. Aku pulang ya. Sampai jumpa besok di BM Magazine, Flow."

Flower mengangguk.

Tatapannya masih juga meremang pada punggung ringkih yang mulai menjauhinya. Bahkan ketika pemilik tubuh ramping tersebut tak lagi terlihat. Tatapannya masih saja mengunci ke arah yang sama.

Aku tahu bahwa ada sesuatu yang sudah terjadi dan sengaja kau sembunyikan dariku, Karyl. Batin Flower.

Saat ini Flower tampak memanjakan mata dengan jadwal pemotretan selanjutnya. "Berarti lusa aku ada pemotretan dengan ... " seketika itu juga menghentikan kalimat. Manik hazel nya kedapatan berulang kali mengerjap untuk meyakinkan pada diri sendiri bahwa yang dibacanya ini tidak salah.

"Aku tidak percaya ini. Jadi, lusa aku ada pemotretan dengan, Mr. Demitri Hamilton. Super model papan atas yang saat ini sedang naik daun dan digandrungi para wanita."

Flower tampak menepuk - nepuk pipinya sendiri. "Oh, Tuhan mimpi apa aku semalam bisa menjalani pemotretan dengan, Mr. Demitri Hamilton."

Membayangkan satu frame dengan Demitri benar - benar membuat angannya melambung tinggi. "Uh, rasanya aku sudah tidak sabar menunggu sampai lusa."

Manik hazel nya masih saja berselimut binar - binar bahagia atas rasa tak percaya yang masih saja bersemayam di dalam hati. Sayangnya, angan bahagia tak sejalan dengan tamu yang berkunjung ke apartement nya malam ini.

"Kau! Untuk apa kau ke sini, hah?" Aku sudah meminta mu untuk tidak menginjakkan kaki mu di apartement ini."

"Banyak omong! Minggir!" Geramnya, bersamaan dengan itu setengah mendorong tubuh ramping sehingga memberinya celah memasuki apartement Flower.

Refleks, Flower langsung murka sehingga melayangkan bentakan. "Lancang sekali kau memasuki apartement ku. Keluar!"

Sayangnya, Darren mengabaikannya begitu saja. Tanpa rasa hormat dia pun langsung memasuki kamar wanita tersebut. Ekor matanya tampak melirik ke sekeliling. "Di mana ponselku?" Jangan sampai ponsel itu hilang. Di sana banyak sekali foto kenanganku bersama, Earl. Lanjutnya dalam hati.

Sementara itu, Flower tampak bersungut - sungut. Dadanya naik turun atas kelancangan Darren yang telah memasuki area pribadinya. "Shittt, tak ku sangka billionaire seperti mu minim etika."

Kini, habis sudah kesabaran seorang Flower Carnabel. Jujur, Flower paling tidak suka kepada lelaki yang bersikap dengan sangat lancang apalagi sampai melewati batas privasi.

"Keluar!" Mendorong kuat tubuh kekar. Didorong secara tiba - tiba dan tanpa adanya persiapan telah membuat tubuh kekar terhuyung ke belakang. Tidak suka diperlakukan dengan tidak hormat oleh wanita asing telah membuatnya murka hingga melayangkan tatapan tajam mematikan. "Wanita hina. Beraninya kau mendorongku."

Tanpa rasa takut sedikit pun, Flower tampak berkacak pinggang dengan mendongakkan wajahnya seolah menantang lelaki tersebut. "Lelaki hina seperti mu memang sudah sepantasnya di dorong. Oh, satu hal lagi. Bukan hanya di dorong, akan tetapi dilempar dari lantai paling tinggi." Sinisnya.

"Kau!" Sebelah tangan kekar sudah mengayun di udara hendak membelai pipi putih mulus, akan tetapi gerakannya tertanggungkan. Bagaimana pun juga seorang Darren Ewald Gilbert, tidak pernah mau berlaku kasar pada seorang wanita, terlebih wanita asing yang sudah berbaik hati memberinya pertolongan disaat dia sedang hilang kewarasan akibat terlalu banyak minum.

"Kenapa berhenti, hah? Tampar! Ayo, tampar!"

Darren tidak menjawab, dia memilih diam dengan menutup rapat bibirnya. Sementara itu, Flower masih saja dengan emosinya. "Oh, aku tahu. Lelaki seperti mu pasti sangat menjaga image supaya seluruh Dunia mengenal mu sebagai lelaki yang sempurna dan digilai banyak wanita. Iya kan? Jawab!" Desisnya. Sialnya, Darren masih juga diam. Lelaki tersebut telah menutup rapat bibirnya dengan tatapan yang sulit terbaca.

Flower tampak berdecih kesal disuguhi sikap Darren yang berusaha menjaga image nya. Dia pun mencondongkan wajahnya ke depan berirama dengan bisikan. "Berhenti berpura - pura bersikap seolah - olah kau ini lelaki terhormat karena pada kenyataan sebenarnya kau sangat buruk, minim etika, hilang rasa terima kasih dan pastinya MENJIJIKKAN!"

🍁🍁🍁

Next chapter ...