"Wah~ sudah sembuh, ya? Selamat, atas kesembuhanmu." Ucap sang istri dengan sangat ramah pada Yoshimura.
"Ah~ terima kasih nyonya." Ucap Yoshimura sambil menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat. Yoshimura berharap dari lubuk hatinya paling dalam, "Kuharap suasana seperti ini nyata dan mereka tidak pura-pura baik padaku."
Kedua belah pihak memang tidak mengharapkan konpensasi tapi, setidaknya orang di sini tidak mengada-ngada saat membuat karakter ramah tamahnya alias murni dari dalam hatinya.
"Kalau begitu, haruskah kita mengadakan pesta untuk kesembuhannya?" Ucap ramah sang istri dengan memasang senyum lembutnya itu. Dia selain ramah, tampaknya terlihat bahagia.
"Eh!?" Celetuk Yoshimura dengan heran.
"B-but–"
Mereka bahkan memotong perkataan yang hendak dikatakan oleh Yoshimura, rasanya anak laki-laki pindahan ini seperti tidak diberi kesempatan untuk bicara.
Sementara saat mendengar sang istri ingin mengadakan pesta, sang suami pun terlihat senang dan mengangkat jempol jarinya tinggi-tinggi.
"Baiklah! Itu kedengarannya bagus!" dia mendukung ide cemerlang dari istrinya itu.
Kemudian mereka menutup kedainya lebih awal dan berusaha membuat sebuah shabu-sabu beserta beberapa isian yang mereka masukkan ke dalamnya.
Sekilas info: Shabu-shabu adalah makanan Jepang jenis Nabemono berupa irisan sangat tipis daging sapi yang dicelup ke dalam panci khusus berisi air panas di atas meja makan, dan dilambai-lambaikan di dalam kuah untuk beberapa kali sebelum dimakan bersama saus (tare) mengandung wijen yang disebut gomadare atau ponzu. Di dalam panci biasanya juga dimasukkan sayur-sayuran, tahu, atau kuzukiri. Selain irisan sangat tipis daging sapi, daging lain yang bisa dimakan secara shabu-shabu misalnya daging ayam, daging domba, ikan fugu, gurita dan ikan kakap. Gyuushabu adalah sebutan untuk shabu-shabu daging sapi.
****
Malam itu adalah malam yang penuh senyuman yang terukir dalam tiap masing-masing wajah orang-orang yang berkumpul di kedai ini. Selain ada keponakan dan adik dari istri sang pemilik, mereka juga mengundang pak Takizoe.
Dia datang bersama anaknya, Fukube yang merupakan teman sekelas Yoshimura.
Mereka saling sapa, "Fu-fukube!" seru Yoshimura yang menyambutnya terlebih dahulu.
"Yo!" Fukube melambaikan tangannya pelan dengan senyum tipis, dia menyapa Yoshimura yang agak canggung itu, dengan sikap cool seperti biasa.
"Hiyaaa~ aku sengaja mengajak anakku kemari." Ucap pak Takizoe pada sang pemilik kontrakan itu dengan memasang senyum ramahnya.
"Eh~ tidak apa-apa, kemarilah sekalian makan yang banyak." Jawab istri sang pemilik itu dengan begitu riangnya sambil memasukkan beberapa makanan ke dalam panci, di bantu dengan sang adik yang parasnya sama persis seperti dirinya menyiapkan mangkok.
"Oh, ya, anakmu di mana?" tanya pak Takizoe untuk memastika memastika anak sang pemilik ini tidak ada di rumahnya karena tidak melihat batang hidungnya sama sekali.
"Dia ...."
Begitu pak Takizoe menanyakan keberadaannya mendadak sang istri pemilik itu memasang ekspresi sedikit gelisah. Kemudian Yoshimura yang tahu itu pasti berat untuk dikatakan, akhirnya mencoba melanjutkan pembicaraan dengan topik lain.
"Oh, ya, Fukube, bagaimana keadaanmu? Sudah agak baikan?" tanyanya memastikan dengan nada sungguh-sungguh.
"Um, ya, sudah." Jawab Fukube sambil mengangguk pelan.
"Ah~ syukurlah." Kata Yoshimura dengan ekspresi lega.
"Kau sendiri bagaimana? Kata Iori yang melihatmu waktu itu terluka parah." Fukube berbalik memberinya pertanyaan untuk memastikan kondisi Yoshimura.
Lalu Yoshimura berlagak gagah dengan mengangkat salah satu tangannya, "Tentu saja sudah!" serunya dengan riang yang menunjukkan dia sudah baik-baik saja.
"Eh~ kamu hebat. Andaikan aku memiliki tubuh sekuat dirimu!" ucap Fukube dengan rasa iri sekaligus memujinya.
"Ah~ aku sih tidak hebat hanya saja waktu itu tidak tega saja melihat orang lain tertutama cewek tertindas." Jelas Yoshimura sambil memasang senyum polosnya.
"Hmm begitu ya." Jawab Fukube dengan nada biasa.
Kemudian, sang pemilik berusaha menjawab pertanyaan pak Takizoe tadi, "Ah~ Acchan sedang keluar ke rumah temannya, dan biasa lah kadang dia tak segan-segan menginap untuk tidak pulang ke rumah." Dia menutup-nutupinya karena anaknya itu sebenarnya kabur dari rumah.
Dalam hati Yoshimura berkata, "Acchan? Hmm ... itu nama panggilan anaknya."
"Ahahaha~ kau masih memanggilnya seperti itu!" seru pak Takizoe yang menganggab panggilan itu terdengar imut.
"Yah~ dia pun tidak protes saat aku panggil seperti itu." ujar sang pemilik dengan ekspresi ragu.
"Hmm ... suatu saat aku ingin membuat panggilan Fukube dengan Fucchan~" kata pak Takizoe sambil melirik anaknya yang mukanya tampak masih imut ini.
"Hentikan ayah, itu terdengar menggelikan!" seru Fukube pada ayahnya sambil memasang muka malasnya.
"Karena imut–"
"Ah~ sudahlah hentikan!"
Fukube tampak risih saat ayahnya ini bermaksud untuk menggodanya.
"Oh ya, Yoshimura-kun pasti punya panggilan pendek dari nama yang kamu miliki? Aku rasa nama itu terlalu panjang." Ujarnya.
"Ah~ ya, benar. Dulu ibuku memanggilku dengan sebutan 'Yocchan' hehehe, ya begitulah." Ucap Yoshimura dengan nada santai.
"Hmm Yocchan, ya~ terdengar imut." Ucap pak Takizoe dengan seenaknya saja.
"Ah~ kalau begitu aku akan memanggil dia Yocchan di sekolah, tampaknya menarik untuk orang yang baru saja tiba dari Tokyo." Kata Fukube dengan serius.
"Waw~ menarik! Dia sepertinya tidak keberatan dengan panggilan itu." celetuk istri sang pemilik dengan mempertahankan senyum ramahnya. Sedangkan adik dan keponakan sang istri ini hanya diam saja dan menyimak.
Lagi-lagi dia harus mendengar panggilan yang membuat dia harus mengingat masa lalunya, itu adalah panggilan sayang yang diberikan oleh ibunya. Tapi, Yoshimura merasa tidak masalah selama orang-orang di sini tidak mengetahui jati dirinya dan mereka merasa senang atau nyaman dengan panggilan itu.
Bagi Yoshimura inilah baru hidup yang menyenangkan.
****