Emma mengatakan, seseorang berdiri di depan pintu rumahku. Dia seperti hendak mengetuknya, tapi diurungkan dan justru terdiam. Mematung di depan pintu yang tertutup dan memilih menunggu, namun kemudian memutuskan pergi.
Malam itu, waktu terasa berjalan begitu lambat untukku. Berkali-kali aku melihat jam yang ada di dinding kamar. Baru 5 menit berlalu, 10 menit, 20 menit, seolah pagi tidak akan pernah datang.
Aku berjalan keluar kamar, menuju ruang tamu. Lampu sengaja tak ku nyalakan. Aku hanya ingin duduk di kursi ruangan itu, dan mencari ketenangan.
Di tengah heningnya malam, samar aku mendengar suara ketukan. Bunyi yang sama seperti yang selalu mengikutiku. Seketika bulu kudukku berdiri, aku bangkit dari kursiku. Ku kumpulkan keberanian, dan berkata pada diriku sendiri 'Kali ini, aku tidak akan lari'.
Kutajamkan pendengaranku, mencari sumber suara ketukan itu.
"Tuk, tuk, tuk,".
"Tuk, tuk, tuk, tuk,".
Pelan namun pasti, suara itu mendekat dan aku yakin, itu berasal dari halaman rumahku. Rasa penasaranku memuncak, hingga aku mulai berani mengintip keluar melalui jendela di ruang tamu. Hanya gelap dan kosongnya malam yang kutemui, tidak ada siapa pun di sana. Anjing putih yang tadi sore terus berdiri di depan rumahku pun, tidak ada.
"Tuk, tuk, tuk,".
Setelah menghilang sesaat, suara itu kembali dan terdengar lebih jelas dibandingkan sebelumnya. Jantungku berdegup kencang bersama dengan rasa penasaranku untuk segera mengetahui dari mana bunyi itu berasal.
Aku kembali mengintip keluar. Saat itu, aku menangkap bayangan seseorang tengah berjalan mondar-mandir di halaman rumah. Cara dia melangkah terlihat begitu aneh dan setiap kali kakinya menarik langkah, aku mendengar suara ketukan itu.
Sekarang sudah terjawab, suara ketukan-ketukan yang selalu kudengar itu dari mana. Ketukan itu adalah bunyi langkah kaki orang yang saat ini sedang mondar-mandir di halaman rumahku.
Ku perhatikan dengan seksama, mungkin aku mengenalinya. Aku berusaha mengingat siapa saja yang mengetahui alamat rumahku. Teman-temanku, ayah dan ibu, kakak, saudara-saudaraku. Sayangnya, tidak ada yang memiliki ciri fisik yang sama dengan orang itu.
Pikiran buruk terlintas di kepalaku, 'Kenapa dia mengikutiku? Apa dia penguntit?, pencuri?, perampok?'. Semua hal buruk mengenai orang itu memenuhi kepalaku, tapi aku berusaha berpikir se-positif mungkin untuk menghibur diriku sendiri yang merasa ketakutan. 'Mungkin saja, itu adalah temanku' batinku.
Tubuhnya tinggi dengan kulit putih pucat, rambutnya berwarna jelaga dan badannya sedikit bungkuk. Aku masih berusaha mengingat teman seangkatanku. Meski hanya sedikit yang kukenal, aku masih berusaha menggali ingatanku tentang mereka. Aku masih berpikir positif bahwa orang itu adalah salah satu dari mereka yang mungkin mencari alamat rumahku dan kebingungan.
'Tunggu!' aku berkata pada diriku sendiri, 'Jika dia temanku dan mencari alamat rumahku, kenapa dia harus mengikutiku sejak aku berada di rumah lama?'. Pemikiran rasionalku mulai membuatku merasa takut.
Saat aku masih memperhatikan, sepasang netra safir yang berkilau seperti mata kucing yang dimiliki orang tersebut mengagetkanku, seketika itu waktu seolah terhenti.
"Itu" lirihku. Ingatanku membawaku pada salah satu marionette milik Tuan Stone. Si mata safir yang berada di kotak kaca. Otakku memproses dengan lambat, mengenai bagaimana boneka yang merupakan benda mati itu, sekarang dapat berjalan di depan rumahku seperti seolah hidup.
Marionette yang ku yakin bergerak tanpa benang atau orang yang menggerakkannya. Selain itu, Tuan Stone mengatakan bahwa boneka itu dia buat hanya sebagai pajangan saja.
Aku melihat boneka itu berjalan ke sana kemari kebingungan. Gerakannya terlihat kaku dan aneh. Dia seperti sedang mencari sesuatu. Namun, ada hal lain yang masih menjadi pertanyaanku, 'Bagaimana benda mati bisa hidup?. Bagaimana dia bisa berjalan?'.
Saat ini, aku seperti melihat sihir yang ada di dalam buku cerita mengenai boneka kayu yang bisa hidup. Anehnya, kini hal itu justru benar-benar terjadi di depanku.
Aku memperhatikan marionette itu dengan seksama. Setiap gerak-geriknya, ke mana saja dia berjalan, apa saja yang dia lakukan, tak luput dari perhatianku. Aku memperhatikan 'dia' bukan karena penasaran atau apa pun, tapi tubuhku terasa kaku. Aku seperti diikat dan mulutku seperti dikunci, tapi rasa penasaran dalam diriku yang terus mendorongku untuk terus sadar dan melawan rasa takutku terhadap boneka itu.
Hampir dua jam aku memperhatikan boneka itu, seperti tubuhku terhipnotis sehingga tidak merasakan kantuk. Itu aneh, bahwa rasa ingin tahuku telah menyihir diriku.
Hingga tepat pukul 3 pagi, aku melihat dia berjalan pergi. Aku hendak mengikutinya, tapi ku urungkan. Aku tidak memiliki keberanian sebesar itu. Aku juga masih ragu, apakah akan berbahaya jika aku mengikutinya sendirian tanpa membawa apa pun. Maksudku, aku masih belum mengetahui bagaimana kah dia bisa hidup. Semua masih membingungkan untukku, termasuk kemungkinan jika dia membahayakanku.
.
.
_____________
1. Creation is hard, cheer me up! Power Stone^^
2. Like it ? Add to library!
3. Have some idea about my story? Comment it and let me know.