Chereads / Tsabitha Penyihir Berdarah Campuran / Chapter 9 - Rahasia Stasiun Tua

Chapter 9 - Rahasia Stasiun Tua

Selama 27 tahun aku hidup, ini adalah kali kedua aku bertemu dengan ayahku. Terakhir aku bertemu beliau adalah saat aku masih usia 12 tahun. Saat itu, ibu mengajak kami untuk berkunjung, di hari pertama rumah ini selesai dibangun.

Rumah ayah di bangun cukup jauh dari desa dan justru berada di tengah hutan. Tanahnya tidak rata, namun udaranya begitu sejuk. Tak jauh dari tempat tinggal itu, terdapat stasiun. Tapi karena rute kereta yang berubah, fasilitas operasi kereta api itu akhirnya ditinggalkan. Bangku dan kursi, kini dibiarkan berdebu. Loket karcis kosong dan lantai yang dipenuhi dedaunan kering. Beberapa bagian dinding betonnya juga mulai retak, termasuk rel yang ditumbuhi semak dan rumput liar.

Kerberos mengajakku ke tempat itu, pagi ini. Sesampainya disana, aku melihat beberapa gerbong dibiarkan terparkir bertahun-tahun dengan kondisinya yang berkarat. Anjing putih berbulu tebal itu berjalan pelan menyusuri tiap dinding yang catnya sudah berjamur, mengendus mencari sesuatu.

"Apa yang kamu cari?," tanyaku ingin tau.

"Apa nona tahu bahwa tempat ini disebut titik nol?," ucapnya datar. Kerberos berjalan ke arahku, "Tentunya sudah tahu bukan, bahwa semua jenis sihir tidak dapat digunakan di sini. Itulah alasan kenapa mereka mengirim ayah nona untuk berjaga disini. Karena tidak ada satupun dari mereka yang bisa melakukannya," jelasnnya.

Aku yang sebenarnya sudah mengetahui hal itu, memilih diam. Ini adalah alasanku datang kesini, saat aku melihat marionette itu, aku tahu bahwa sihirlah yang menghidupkannya dan disini, sihir tidak bekerja. Tempat yang bagus untuk melarikan diri sembari mencari solusi.

"Lalu, apa yang kamu cari?," Kerberos masih sibuk mencari sesuatu, bahkan saat aku bertanya, konsentrasinya tidak terpecah. Dia kemudian berhenti pada satu bagian. Sebuah gundukan di dekat taman stasiun yang dipenuhi semak dan rerumputan kering.

"Beberapa hari lagi, aku yakin marionette itu akan sampai dan dia akan datang kesini untuk mengejarmu," ucapnya sambil terus menggali, "Aku berencana menangkapnya," dia terdengar begitu yakin dengan rencananya.

"Tapi, bukankah kamu tidak bisa membawanya dan harus menunggu roh itu terpisah?," ini membuatku bingung, tapi aku juga ingin tahu.

"Nona benar, aku memang tidak bisa membawa roh yang belum terpisah dari tubuhnya," Kerberos menjawab pertanyaanku, tanpa menghentikan aktivitasnya. Dia masih menggali, "Aku punya rencana untuk mengatasi masalah itu. Ketahuilah nona, tidak ada sihir yang abadi. Akan ada masanya dimana sihir itu akan sirna dan saat itu tiba, aku akan membawanya,".

Sore hari itu, aku pergi ke rawa yang ada di pinggir hutan untuk menangkap kunang-kunang. Zona nol, selain menetralkan semua jenis sihir, juga menyebabkan peralatan yang menggunakan listrik tidak dapat bekerja.

Zona nol sebenarnya bukanlah area yang luas, hanya mencakup sekitar 15 meter persegi dari total keseluruhan luas area yang ada di stasiun.

Setelah terkumpul cukup banyak, aku memasukkan kunang-kunang itu ke sebuah jar kaca dan menutupnya menggunakan tutup yang memiliki cukup banyak lubang. Serangga yang dapat mengeluarkan cahaya yang jelas terlihat saat malam hari ini, nantinya akan kami gunakan sebagai pengganti senter.

Aku dan ayah berencana pergi ke stasiun malam ini, untuk mempersiapkan jebakan yang akan kami gunakan guna menangkap marionette itu.

Setelah menyiapkan bekal, tepat pukul 7 malam, kami berangkat. Kerberos berjalan didepan membawa penerangan dengan menggigit pada bagian pegangannya. Ayah membawa peti kayu ukuran 0.5 kali 2 meter yang menyerupai peti mati, sementara aku membawa bekal dan 2 skop.

Suasana stasiun saat malam lebih menyeramkan dibandingkan waktu pagi. Gelap, nyaris tak menyisakan apapun, begitu sunyi, hanya terdengar suara dedaunan yang saling bergesekan saat tertiup angin.

Kami bekerja dalam diam. Kerberos mulai menggali tanah dengan kedua kaki depannya dan dibantu oleh ayah, sementara aku memasukkan tanah ke dalam peti hingga sepertiga bagian, dan sisanya dimasukkan dalam karung besar yang telah kami persiapkan. Untungnya, pekerjaan itu tidak membutuhkan waktu yang lama, sekitar pukul 9 semuanya telah selesai.

Suara ketukan kayu, aku mendengarnya lagi, pagi itu. Bunyi itu terdengar sangat jelas dan dekat di antara riuhnya suara tawar menawar pengunjung pasar dan pembeli. Aku segera fokus, memperhatikan sekitar jika mungkin marionette itu ada di dekatku.

Aku menjauh dari ayah yang waktu itu sedang membeli beberapa ikan, mencari darimana suara ketukan itu berasal. Di depan sebuah tempat makan aku berhenti, adalah tempat terakhirku bisa mendengar suara itu. Kuberanikan untuk masuk, melihat sekilas pengunjung yang ada.

"Silahkan," pelayan di restoran membawaku pada salah satu meja yang kosong, dengan terpaksa akhirnya aku pun duduk dan memesan makanan.

Dengkuran halus seekor binatang membuyarkan konsentrasiku. Satu ekor kucing abu-abu gembul yang terlihat cukup familiar. Awalnya, aku tidak percaya bahwa itu Mickey, tapi melihatnya dari dekat, akhirnya aku tahu bahwa itu benar-benar hewan yang sama.

Kucing gembul itu naik ke atas meja dan bermain-main dengan tisu. Seorang pelayan yang melihatnya hendak mengusir, dan aku mencegahnya dengan mengatakan bahwa Mickey adalah kucingku. Berbagai pertanyaan muncul, tentang bagaimana si gembul ada di sini.

Aku segera membawa hewan berbulu abu-abu itu keluar dan meminta agar pesananku dibungkus.

Aku keluar dari tempat makan itu. Sempat aku mengira bahwa mungkin tuan Stone ada di sekitar sini dan bisa jadi saat ini, dia sedang kehilangan si gembul. Aku segera menghubungi seseorang, ketika pemikiran itu hadir di benakku.

"Ery, apa tuan Stone ada? Sepertinya, dia kehilangan Mickey. Hewan itu sedang ada bersamaku sekarang," ucapku cepat, karena harus membawa Mickey yang berat.

"Hewan itu ada disitu?," suara Erick terdengar terkejut, "Kucing gendut itu sudah menghilang sejak kamu pulang, bosku marah besar karenanya," sepertinya dia tengah menahan jengkel.

Bukan hanya Erick yang terkejut, aku pun tak kalah bingung, "Apa bos mu disitu?,".

"Dia sedang keluar membeli bahan," jawab Erick, "Mungkin, beberapa menit lagi akan pulang,".

Aku segera menutup teleponku. Apa yang Erick katakan membuatku semakin bingung, 'Jika bukan tuan Stone yang membawa Mickey kesini, lalu bagaimana kucing ini bisa sampai di tempat ini?,' bantin ku.