Chapter 21 - Lily Api

Aku hanya berguling ke sana kemari dalam kereta, hingga aku mulai merasa jenuh dan mengintip Kerberos yang mondar mandir bersama beberapa orang lainnya di luar untuk menjaga karavan.

Sesuatu membangunkan ku, aku merasakan hawa panas dari kejauhan. Seperti ada yang sedang mendekat, aku segera bangun untuk mencari Kerberos.

"Ada yang datang," ucapku cepat, "Ada yang menuju kemari," entah apa yang merasuki ku, aku mengatakan hal itu pada Kerberos di luar kesadaran ku.

Ekspresi Kerberos, seketika berubah menjadi siaga. Dia menggonggong, hingga semua penghuni karavan mendatangi kami.

"Aku ingin 3 orang ikut denganku!," perintahnya. Tubuh Kerberosseketika berubah dalam wujud aslinya.

Aku memutuskan kembali ke kereta tempatku dan Mickey, lalu bersiap.

"Kenapa sangat ramai?," tanya Mickey yang baru saja bangun.

"Ada yang mengikuti kita," jawabku yakin.

"Apa?!," ekspresi Mickey seketika berubah menjadi panik, "Bagaimana bisa ada wizard yang datang kesini?!," tanyanya, sambil memberi isyarat pada beberapa burung batu yang hinggap di atas atap kereta untuk bersiap, "Di mana mereka?,".

"Aku merasakan sesuatu di belakang kita ta—," belum sempat aku menjelaskan lebih detail, terdengar suara batu yang berguguran. Mickey segera meminta 3 ekor burung batu mengejar Kerberos.

Tanah yang kami pijak pun, ikut bergetar. Pemilik karavan meminta kami untuk masuk ke dalam. Kuda dipacu agar kereta berjalan lebih cepat, beberapa kali bahkan terseok dan nyaris terguling karena menghindari batu yang berjatuhan. Pikiranku terus bertanya, bagaimanakah kondisi Kerberos saat ini.

Sebuah kilatan cahaya kulihat meluncur bersamaan di atas tebing jauh di belakang kami. Tak beberapa lama kemudian dari reruntuhan, Kerberos melesat, membawa tiga orang anak buah karavan dengan seorang dari mereka yang mengalami luka bakar berada dalam mulutnya.

Setelah bebatuan berhenti berguguran, pemilik karavan meminggirkan kereta untuk istirahat sejenak. Kerberos menurunkan mereka, dapat kulihat salah satu dari mereka mengalami luka bakar yang cukup parah.

"Bola api, tapi aku tidak tahu dari mana," ucapan Kerberos menjawab rasa penasaran kami, apa yang menyerang kami hingga salah satu dari mereka terluka separah ini.

Tak beberapa lama, 3 burung batu yang dikirim Mickey kembali.

"Aku meminta mereka meruntuhkan tebing untuk menutup jalan," Kerberos terlihat panik, "Mereka sepertinya memiliki batas untuk bisa aktif," ucapnya sambil menghela nafas, "Saat salah satunya mengejarku tadi, tiba-tiba langsung lenyap. Mungkin yang satu itu melewati batas wilayah yang bisa dikendalikan pemiliknya," jelasnya.

"Aku belum pernah mengetahui jika perampok menggunakan bola api," ucap pemilik karavan, "Biasanya, mereka hanya merampok barang-barang dan bahkan jarang sekali membunuh," terlihat jelas dia kebingungan. Matanya melihat jauh di belakang kami, jalan yang sudah tertutup reruntuhan tebing, "Sepertinya, kami harus mencari rute lain. Aku juga akan memberitahu temanku untuk tidak lagi menggunakan jalur ini," setelah dia mengatakan kalimat tersebut, dia menatap kami teliti, "Apa jangan-jangan, mereka mengejar kalian?," ucapnya curiga.

"Tuan, kami tidak punya masalah apa pun. Mereka mengejar bukan untuk barang yang kita bawa, melainkan nyawa kita," jawaban Kerberos membuat si pemilik karavan membeliak tak percaya, "Seseorang sepertinya baru mempelajari trik ini, bola api biasanya digunakan untuk mengambil nyawa orang," jelasnya.

Setelah mengobati luka anak buah pemilik karavan, kami memutuskan melanjutkan perjalanan lagi. Saat itu, subuh sudah datang dan sepertinya kami akan sampai di tempat itu sedikit terlambat.

...

"Kerberos, apa yang kau katakan tadi benar?," tanyaku penasaran.

"Nona, saya tadi berbohong," sudah aku duga, dia tidak berkata yang sebenarnya, "Bola api itu mengejar kita, mereka dari para wizard ayah nona. Jika saya mengatakan sebenarnya, para pedagang itu pasti akan mengusir kita dari karavan," apa yang dikatakan anjing putih itu ada benarnya, aku juga tak ingin mengambil riseko itu, "Apa kalian tidak mencium ini dari tadi siang?," pertanyaan Kerberos mengalihkan kecemasanku. Dia mengendus setiap bagian barang yang ada dalam kereta kami.

"Mencium apa?," tanyaku bingung.

"Aku sudah menciumnya dari tadi, dan jujur saja, itu sangat mengganggu," sahut Mickey "Aku merasa bahwa seluruh penghuni karavan juga tahu, tapi mereka memilih diam," ucapnya ambigu.

"Kalian sedang membicarakan apa?," tanyaku yang masih saja kebingungan dengan perkataan mereka. Kerberos pun juga sama.

"Tha, ke mana kah kita akan pergi, coba ingat!," bukannya menjawab pertanyaanku, Mickey malah bertanya balik padaku.

"Gereja Barones," jawabku yang masih belum paham dengan maksud Mickey, sementara Kerberos masih terus mencari sesuatu.

"Ada apa di sana?," tanya Mickey memancingku.

Aku semakin bingung, "Lily Api," jawabku singkat.

"Pintar," suara Mickey terdengar mengejek, "Apa guna lily itu? Ada 2 bukan?. Pertama, kau bisa memberikannya pada Zarina untuk membuat satu permohonan. Kedua, bisa kau berikan pada para manji untuk—," dia menjeda ucapannya

"Memberimu satu nyawa," jawaban Kerberos masih tak memberiku pemahaman, bau apa yang sedang mereka bicarakan.

"Tha, dalam karavan ini, bukan ada 8 orang—termasuk kau. Tapi, ada 1 manusia lagi," selepas Mickey bersuara, aku coba mengingat jumlah mereka, "Apa kau pernah melihat bayi dalam gendongan wanita itu menangis?," pertanyaan si gembul abu-abu itu menyadarkan ku suatu hal, anak itu memang sangat tenang. Wajah wanita yang menggendongnya pun juga terlihat pucat dan sedih. Kantung matanya menghitam, rambut dan baju yang dia kenakan sedikit berantakan, "Menurutku, mereka menggunakan teknik mumifikasi yang bagus, hingga dalam radius yang cukup dekat sekalipun, kau tidak bisa menciumnya," penjelasan kucing itu semakin menguatkan dugaanku, "Aku sebenarnya juga tidak kesulitan, hanya merasa curiga. Karena anak itu terlalu tenang,".

Belum sempat aku mengutarakan pikiranku, Kerberos melompat dari dalam kereta dan seketika tubuhnya kembali berubah. Dia memintaku naik ke atas punggungnya, meninggalkan Mickey dan para burung batu bersama mereka, "Kucing itu akan menyusul kita", ucapnya santai, "Aku sudah tahu jalannya, jadi kita akan tiba di sana lebih dulu dan usahakan untuk mendekati mereka," dia memperingatkan ku, sebelum kita berdua melanjutkan perjalanan.

Kami terbang menggunakan rute yang lain, berusaha menghindari para pedagang yang menggunakan karavan. Melesat begitu tenang. Kerberos yang biasanya tidak mengizinkan siapa pun menaiki punggungnya—apabila tidak terdesak, seperti tempo waktu—hari itu, dia justru memintaku naik ke atas punggungnya dan membawaku pergi.

.

.

___________________

Buku [Tsabitha Dan Si Kucing Nakal]

Nama Pena : dewisetyaningrat

IG & FB : @bluehadyan

Discord : bluehadyan#7481

Jika anda menemukan buku ini di aplikasi dan website selain WEBNOVEL itu artinya buku saya sedang di bajak dan anda membuat pencuri untung, sedangkan saya sekedar menerima rasa lelah.

Tsabitha Dan Si Kucing Nakal, Link : https://www.webnovel.com/book/tsabitha-dan-si-kucing-nakal_20731328706416505