Chereads / Your Secret Thorn / Chapter 3 - Kenapa

Chapter 3 - Kenapa

Angin malam mulai menusuk tulangku, tengkukku mulai terasa dingin dan bulu kudukku berdiri. Aku membenahi jaketku dan merapatkannya.

Melihatku kedinginan, El membuka suaranya. "Sepertinya angin makin kencang malam ini... Mari kita pulang! "

"Aku belum ingin pulang, ini tidak sedingin itu.." Jawabku tak bersemangat.

"Uhm.. El, aku tidak yakin apa kau membawaku kemari untuk menghiburku..., bukankah kau juga sedang bermasalah dengan kekasihmu?!" Lanjutku bertanya, aku tahu bahwa El sebenarnya juga ingin mencurahkan unek-unek dan isi hatinya, terutama masalah kekasihnya. Setiap dia punya masalah, El akan menemuiku dan menyogokku dengan entah makanan atau jalan-jalan atau membelikanku hadiah sebagai bayaran mendengarkan curhatnya.

"Yeah... Begitulah. Aku sedang bermasalah dengannya. Entahlah.... aku tidak tahu menyebut hubungan ini apa. Kami putus nyambung..!" Jawab El lesu.

"Mungkin, aku tidak pantas bertanya ini padamu. Tapi saat kau bersamanya apa kamu bahagia?" Aku bertanya dengan blak-blakan karena memang aku penasaran. Terkadang El terlihat bahagia terkadang ia juga terlihat bingung. Mungkin juga ada beban yang ia pikirkan karena semua itu rahasia. Dan bagian parahnya yang tahu semua itu hanya aku seorang, dia bahkan tidak pergi ke psikiater untuk curhat dan menyelesaikan masalahnya.

Hampir satu jam ia berbicara panjang lebar tentang hubungannya dengan kekasihnya. Aku bahkan tidak bisa menyelanya. Ceritanya menggebu-nggebu dan juga menyedihkan di saat terakhir. Hanya karena kesalahpahaman antara Erika dan kekasih prianya El yang di landa api cemburu. Erika bisa dibilang mantannya El. Dan terkadang Erika masih saja menemui El, walaupun tidak seperti dulu yang seolah gila cinta, ia sudah bisa mengatur perasaanya dan bahkan Erika juga sudah punya kekasih lagi. Dulu sewaktu awal kuliah Erika mengejar El. Dan El hanya pacaran untuk menutupi rahasiannya agar keluarganya tidak tahu. Dan yang tahu semua itu lagi-lagi hanya aku. Dulu mereka terlihat bak pasangan yang serasi, Erika yang imut dan manis serta perhatian pada El, sementara El pria yang tampan dengan garis wajah yang tajam serta terlihat cool.

Entah mengapa El sangat percaya padaku. Hubungan persahatan antara pria dan wanita memang sangat riskan. aku mengakui bahwa dulu aku suka padanya. tapi lambat laun saat usiaku mulai bertambah, terkadang aku iba dan merasa kasihan. dia seperti seekor kucing yang memelas dan terkadang ceria seperti lumba-lumba saat tertawa. Sebenarnya aku juga tidak setuju cara El yang 'menipu' Erika. Aku bersimpati sebagai sesama wanita. Bagaimana jika aku yang diposisi Erika yang hanya sekedar tameng untuknya. Rasanya waktu itu kemarahanku akan meledak, tapi aku juga tidak mau menjadi penyebab hancurnya hati dan kehidupan orang lain.

"Aku penasaran juga, apa aku satu-satunya yang tahu semua ini?"

"Soal itu..iya, tentu saja..., hanya kau yang aku percaya. kau pun tidak menjudge diriku untuk tidak melakukannya...! "El mantap menjawabku

"Lalu apakah tidak ada seorangpun yang bisa kau percaya untuk semua rahasiamu selain aku? kalau aku orang jahat atau bahkan pesaing bisnismu, aku bisa saja mengungkapnya kepada publik dan akan menjadi trending headline..! apa kau pernah berpikir sejenak bisa saja juga aku akan mengkhianatimu?!"

".. Itu..itu...."

"Kau harus mulai percaya orang lain selain aku El...Suatu saat, aku mungkin pergi atau tidak setiap saat bisa mendukungmu!" Aku menggigit bibirku gelisah dan masih bisa mengendalikan emosiku yang sepertinya akan meledak.

".... " El diam. Dia terlihat gelisah setelah mendengar kata-kataku juga.

"Dan... Sungguh ini semua juga membebaniku El, aku seperti balon air yang entah kapan bisa tidak sengaja tertusuk duri dan meletus. Ibarat aku juga memegang pemantik bom. Entah kapan aku akan meledakkanya...!"

Aku terus bicara tanpa pikir panjang dan tidak melihat ekspresinya. Terkadang, aku juga terbebani saat melihat bibi dan adik perempuannya yang tidak tahu apapun. Dan membayangkan bagaimana perasaan ibunya saat tahu kehidupan El serta rahasianya.

"Apa kau pernah juga berpikir tentang perasaanku sebagai wanita? Bahkan saat kau membodohi Erika, kadang juga berpikir bagaimana Ibumu saat kau terus menyembunyikannya terlalu lama?!" Emosiku mulai tidak bisa kukendalikan... Aku lelah.

"Aku terus bertanya, kenapa kau hanya memberikan semua rahasiamu padaku, yang bahkan ayah ibumu serta adikmu tidak tahu? Why? Apa kau sangat takut akan perkataan orang tentangmu? Jika memang kau sangat khawatir, kenapa tidak pergi saja ke psikiater?!.... Aku mendengarkanmu bukan berarti aku mendukungmu. Aku tidak sepenuhnya mendukungmu El..... Tapi Aku juga menghargaimu sebagai sahabatmu.... tapi terkadang sifatmu sedikit egois!"

"Sometimes i don't want to hear, sesuatu yang aku tidak mengerti, dan mengapa aku harus mengerti itu?! Disaat diriku sendiri tidak tahu masalahku..!"

"Kadang saat kita sedang masa sulit, aku hanya ingin seseorang mengucapkan kata yang sederhana 'semua akan baik-baik saja, atau kamu sudah melakukan yang terbaik' ataupun hanya mendengarkan saja sudah cukup tanpa bertanya! aku hanya merasa lelah, aku tidak tahu mengapa aku marah padamu tapi Your story sometimes it's burden me...!!" Mataku memerah, aku ingin menangis. Mungkin perkataanku akan menyakiti El, tapi terkadang cerita El yang berulang kali menyakitiku sejak waktu itu. Ya.. Aku memang kecewa padanya. Seandainya dia laki-laki normal, dengan siapapun wanita yang akan mendampinginya..mungkin aku akan baik-baik saja. Entah kenapa perasaanku dan pertemanan kita itu rumit. Aku sendiri yang membuatnya rumit. Tapi El menganggapku sangat sederhana....

Air mata mulai menetes, aku berusaha menahannya dan mataku jelas merah. El mungkin tidak habis pikir kenapa aku sampai menangis. Mungkin juga ia marah atau mungkin juga terkejut, selama ini aku memendam semuanya.

"..... "

El hanya diam... Kesunyian menyeruak sesaat dan suara isakku yang kutahan tidak bisa kusembunyikan.

"...di sini dingin, mari kita pulang! Kau pergi bersamaku. Kau juga harus pulang bersamaku!" El bangkit dari bangkunya. Ia tak bisa berkata lebih jauh lagi padaku. Seolah menghindari situasi ini menjadi rumit. Dan mungkin juga tidak mau kami bertengkar. Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ia juga terlebih dulu berjalan ke arah mobil. El berkata demikian agar aku tidak naik taksi, karena situasi canggung itu.

Jam 02.15 kami tiba di depan rumah. Aku turun dari mobil El. Selama perjalanan pulang akupun hanya diam dan menutup mataku agar aku tertidur dan tidak berbicara dengannya. Sesekali aku tahu El melirikku yang hanya diam.

"Untuk sementara aku ingin sendiri,..!" Aku bermaksud agar El tidak menghubungiku dulu untuk menenangkan pikiran.

"Okey,.. Kalau itu maumu..." Raut muka El sedikit kecewa.

Kemudian aku masuk kerumah dengan air mataku yang mengalir dipipi. Malam ini aku menangis lagi.. Mungkin diriku akan menyesalinya pikirku...

Selama ini aku memendam semuanya sendiri. Aku bahkan tidak pernah bercerita tentang keseharianku atau kisah asmaraku pada El secara detail. Aku hanya memberi tahunya kehidupanku pada hal penting, seperti siapa pacarku dan kapan kami putus. walaupun aku hanya pernah punya pacar sekali. Terkadang El juga mendengar kabarku dari orang lain. karena kesibukan kami jarang bertemu. Apa aku terlalu jahat padanya? ataukah sejak saat itu aku tidak percaya pada orang lain. Bahkan kami berteman sejak kecil dan mengenal satu sama lain. Tapi aku masih belum terbuka pada El.

Malam ini ku lalui dengan perasaan campur aduk dan tangisan.

My friend and my lover.. Semuanya semu untukku.