Sesuatu terasa di ujung hidungku, sentuhan kecil mengiringi setelahnya. Dengan berat aku membuka mata dan terperanjat saat menemukan kupu-kupu biru menjilati hidungku. Ia terbang mengitari langit-langit setelah sempat bertatapan denganku.
Kenapa ada kupu-kupu biru di flat-ku. Apa dia menyusup dari celah ventilasi?
''Arhh!!'' aku mengerang saat kepala terasa nyeri dan berat. Tubuhku jadi sangat lesu dan dingin sekali.''
Aku beranjak duduk, kulihat kupu-kupu itu terbang di situ-situ saja. Mungkin dia ingin keluar.
Kubuka kunci jendela lalu mendorong, memberi celah. Kupu-kupu biru itu terbang melewatiku dan keluar. Dia akan mati kalau lama-lama di dalam sini, karena cicak-cicak menunggunya lengah.
''Lengah? Tunggu, apa yang terjadi denganku?''
Kepingan-kepingan ingatan secara acak berkumpul menumpuk di kepala. Aku yang panik, kedatangan mas Yushimaru, mesin cuci, dan ... selanjutnya apa?
Tak ingin menyerah, aku berusaha mencari potongan ingatan yang menurutku sangat penting. Mendadak muncul wajah pria berambut putih itu mendekati wajahku.
Aku menggeleng, melenyapkan ingatan itu.
"Kemarin, dia ... me-melakukannya. Dia benar-benar mencuri ciumanku. Tunggu, apa itu balas dendam? Kenapa aku tidak ingat kejadian selanjutnya? A-apa yang dilakukan pria itu padaku? Kenapa saat bangun, seluruh tubuhku ... bahkan kepalaku. "
Aku berdiri di depan cermin dan memperhatikan seluruh tubuh, kalau-kalau ada lecet yang sebabkan perlakuannya.
Tidak ada bekas pukulan atau penganiayaan. Aku masih berpakaian lengkap.
Aneh, setelah kejadian itu tubuhku jadi tak bertenaga. Untungnya, Hiro, ya namanya Hiro, dia sudah pergi. Semoga aku tidak bertemu dengannya lagi. Dasar pria mesum!
Mulai sekarang, aku tidak akan mendekati orang asing. Siapa pun dan untuk urusan apa pun!
Aku menunduk sambil memejamkan mata. Baru selangkah, penglihatan ku langsung goyah. Seperti aku kehilangan kesadaran dalam beberapa detik. Ini jelas karena ulah pria itu.
Kutegakkan lagi kepala. Wajah terpancar di cermin, sungguh pucat dan bengkak. Penampilanku menjadi sangat tidak segar, ini tidak seperti melihat wajah ketika bangun tidur, tapi lebih buruk dari itu.
Aku ke tengah ruang dan menemukan secangkir susu, terdapat surat di atasnya.
Aku berjalan menuju meja kecil tempat secangkir susu itu. Tak berlama-lama, tubuhku tumbang tepat di depan meja. Kupegang surat itu, tetapi hanya menemukan sebuah gambar kupu-kupu kecil serupa kupu-kupu tadi.
"Apa maksudnya?"
Karena haus sekali dan ingin minum yang manis-manis, ku minumlah susu itu sampai habis. Hal aneh pun terjadi, tubuhku kembali bertenaga, bahkan saat itu juga aku bisa berdiri dengan benar.
"Apa yang dia masukkan dalam susu ini? Apakah obat?"
Bibir terasa gatal, kugigit dan mengulumnya pelan. Rasa gatal ini agak mirip dengan sensasi saat berciuman dengannya.
''Jangan-jangan dia punya penyakit menular. Oh, celaka!''
Aku ingin tahu apa yang dilakukannya saat aku tidak sadar. Sebenarnya, aku sudah antisipasi terhadap kejahatan. Sengaja kubeli kamera kecil yang menempel di dinding, hal ini karena lokasi apartemen ini sering kali kedapatan pencuri dan pemerkosaan oleh orang tidak dikenal yang masuk lewat jendela.
Dari layar notebook, rekaman memutar saat-saat pria itu menciumku. Menonton saja sungguh tidak tahan. Membuat jantung berdebar, geli. Setelah melakukan ciuman panas yang menuntut, diriku lungkai dalam pelukan pria itu, aku menggigit bibir menonton rekaman ini.
Rekaman itu menunjukkan: Dia menahan tubuhku lalu membaringkanku, menarik selimut beserta gorden jendela. Setelah membuat segelas susu, Hiro terlihat berbisik. Dari rekaman, dia meninggalkan flat dua jam kemudian. Rekaman saat-saat itu tidak menunjukkan kegiatan yang tak senonoh. Hiro hanya duduk sambil menatapku selama dua jam.
Rekaman berakhir saat Hiro pergi.
Hanya itu saja?
Rekaman itu tak menunjukkan apa pun lagi, hanya aku yang tidur sampai sekarang. Tapi sungguh tak sepadan dengan tubuhku yang menjadi korbannya.
Aku mengulang kembali, beberapa detik pada adegan dia mendekat dan menangkup pipiku.
"Ouh, Bulshit!"
Segera kututup dan berdiri di depan kaca. Melihat pipiku yang bengkak merah. ''Bodoh sekali! Kenapa aku melawan ciumannya. Mas Yushimaru, maafkan aku!''
''Pipi merah ... apa aku sedang tersipu? Tidak seharusnya aku begini. Ini jelas kejahatan!"
Alarm berdering, menunjukkan pukul 3.50 sore. Waktu terbuang 30 menit gara-gara ini semua. Dengan langkah besar aku menuju kamar mandi. Selesai membersihkan tubuh, kemudian mengenakan pakaian sopan lalu meloncat dari pintu.
Bus yang biasa kutunggu pasti telah berlalu 30 menit yang lalu, terpaksa kedua kaki ini menjadi alat transportasi darurat.
<>
Sore menjelang malam.
Pada kursi di sebelah meja pemesanan jus, aku duduk sambil menjaga keranjang kimci sayur yang sering dimakan di Korea.
Tugasku hari ini terbilang ringan. Tidak ada lagi hujan-hujanan sambil berjingkit menyerahkan beberapa kotak sayur dari atas pagar rumah, atau mengatur ulang kotak di mobil.
Jarang sekali aku dipinta untuk menjaga di dekat penyaji jus. Di toko ini tidak hanya menjual sayur dan buah, tetapi juga beberapa makanan olahan dari sayur, jus, dan kimci. Beberapa makanan itu bisa dijual bisa juga sebagai sampel agar pelanggan membeli produk utamanya.
Hari ini, Bosku tidak mendapatkan sayur dan buah yang biasa dipesan pelanggan. Katanya sedang langka di pasaran maupun di kebunnya langsung.
Suatu ketika datang dua pelanggan dan menghampiri mejaku, berbicara dengan bahasa yang tidak kumengerti. Namun salah satunya beralih bicara denganku. Kumasukkan kimci pada cup dan memberikannya pada mereka.
Tiba saatnya dua pelanggan itu pergi setelah membeli, aku memakan beberap cup kimci yang tersaji masih banyak di atas meja.
Platak!
Sebuah serangan dadakan tak terdeteksi olehku, dilancarkan oleh mas Yushimaru.
Dia menjentik dahiku.
Aku menatapnya dengan berbagai kekaguman di kepala. Sesekali tersenyum sambil berusaha kutahan. Dahi kuelus, walaupun sebenarnya serangan itu tidak terasa sakit. Mas Yushimaru sengaja mengurangi tenaganya karena aku wanita.
''Masih dua jam lagi sebelum toko tutup. Kamu kelaparan?'' tanya mas Yushimaru. ''Aku membeli dua kotak. Ayo makan bersama.''
Uuh ... mendengar suaranya yang lembut dan besar, serasa aku sedang dipeluk.
Mas Yushimaru meletakkan dua kotak makanan yang kulirik. Melihatnya saja sudah membuat Saliva menjadi lautan di mulut.
"Beruntung tidak ada yang melihat selain aku. Kalau tidak kamu akan dilaporkan karena sering mencicipi makanan sampel" ujar mas Yushimaru, yang duduk di depanku. ''Kamu sudah beberapa kali tertangkap basah, bilang saja kalau suka kimci. Aku akan membelikannya.''
Sungguh pria idaman!
"Sejak siang tadi aku ketiduran sampai terlambat datang kemari. Belum sempat makan apa pun. Maklum saja, aku mempersiapkan untuk kepindahanku."
"Makanmu selalu tidak teratur. Kalau kamu sakit kamu juga yang rugi. Apalagi sekarang musim hujan. Jangan canggung begitu. Selama makan denganku, Yuki tidak perlu bayar. Kudengar ada kafetaria untuk anak asrama universitas." Mas Yushimaru mulai memakan makanannya. ''Berusahalah untuk makan teratur, okey? Kalau terjadi apa-apa, aku tidak bisa menjengukmu seperti kemarin.''
Aku menganggukkan kepala sambil mempertahankan senyum. Tidak ada yang sanggup menolak hal gratis di dunia ini.
Gerimis yang bernyanyi bersama guntur kecil menjadi suara syahdu dalam kegiatan makan kami. Duduk satu meja, saling berhadapan serasa kami sedang dinner. Setiap kali memperhatikan paras tampannya, rasa senangku meningkat.
Selesai makan, Mas Yushimaru menyalakan TV dan duduk di sampingku. Semangkok buah yang tidak habis terjual di gudang, diolahnya menjadi salad buah.
"Setelah lulus kuliah, Yuki mau kerja apa?"
Pertanyaan yang biasa ditanyakan ketika baru memasuki masa kuliah, akhirnya kudengar dari mulutnya.
"Jika ada modal, aku ingin menjadi dokter psikologi dan memiliki bangunan usaha sendiri." Aku menjawab sambil sibuk menentukan buah yang akan kumakan.
"Ouh, kalau begitu aku akan menjadi pasien pertamamu. Hubungilah aku jika kau sudah resmi menjadi dokter." Ia memandangku sambil senyum.
Senyumnya tidak jauh beda dengan gula.
"Lho, mas Yushimaru punya masalah? Boleh cerita?" tanyaku, penasaran.
Ia melirikku dengan senyum lebar hingga matanya terpejam.
"Hahaha, tentu saja tidak," katanya.
Ciuman dan kecupan, mendadak aku terpikirkan hal itu.
Kulihat bibirnya nan tipis lalu bertanya "Apa mas Yushimaru pernah ciuman?"
Seketika itu Mas Yushimaru menghadap ke arahku kemudian dengan mata nan tajam dan wajah serius, menatapku.
Aku sedikit kaget saat kedua tangannya menjulur di sisi kiri dan kananku. Membentang kokoh menjadi tembok, mengurungku. Jantungku berdebar.
"Apa kau baru saja berciuman?"
Bagaimana dia tahu. Mentalku ambruk dalam sekejap. "Aku hanya bertanya, ini tak ada hubungannya denganku!"
"Baiklah, baiklah ..." Dia menjauh. Duduk seperti semua lalu mencomot potongan pepaya di mangkok.
"Bolehkah aku tahu apa perbedaan ciuman dan kecupan? Tunggu, sebelum menjawab, ini murni ... aku hanya ingin tahu saja." Dengan sengaja, aku telah membentuk garis lurus sebagai peringatan agar dia tidak berpikiran aneh tentang aku.
"Kalau dia mengecup tanpa alasan yang jelas, bisa jadi dia hanya mengujimu. Seorang laki-laki kadang memiliki waktu tertentu ... Seperti hormonnya meningkat tajam dan dia melampiaskannya pada seseorang yang menarik hatinya."
Aku jadi terpikir, kalau begitu, ciuman Hiro bukan untuk mengujiku. Dia tidak melakukannya sebagai untuk balas dendam. Tidak mungkin ciuman yang berlangsung sangat lama dan intens itu dilakukan atas dasar suka. Kami masih orang asing karena belum menjalin pertemanan. Lantas apa?
"Kalau mencium ... Ketika melakukannya, perhatian siapa yang paling dominan. Pelampiasan terkadang cenderung kasar karena di dorong rasa tidak puas. Kau dapat mengetahui dominasi dari perlakuannya saat mencium. Apakah dia berusaha memancingmu, seperti...," mas Yushimaru menoleh padaku dan melirik sekejap pada bibirku.
Ia melanjutkan ucapannya, "Menyentuh lidah, memancingmu dengan gerakan bibirnya. Dan dia dapat mengetahui kau menikmatinya atau tidak dari jumlah saliva di dalam mulutmu yang terproduksi. Saliva akan semakin berkembang ketika jantungmu berdebar bersamaan dengan area sensitif yang berdenyut. Dan kau akan merasa nikmat sampai akhirnya, kenikmatan itu kau tampilkan dengan mengurung lehernya atau menekan atau bisa saja kau berpegangan pada lengannya dengan sedikit memijat."
Platak!
Aku mengeluh kesakitan saat dahiku kembali diserangnya.
"Jangan membayangkannya, kau tak akan tahu sensasinya,'' ucap mas Yushimaru.
"Penjelasanmu terlalu vulgar!"
"Itu berarti kau sudah dewasa," mas Yushimaru tertawa .
Semua yang dijelaskan mas Yushimaru, ajaib sekali seperti dia melihat kejadian waktu itu. Semuanya berputar di kepalaku dan membuat aku bingung akan satu hal. Tak ada alasan Hiro menyukaiku. Apakah aku dijadikan pelampiasan napsunya?
Aku jadi teringat sewaktu membantu Hiro keluar dari mesin cuci, gelagatnya hingga ketika ia mulai ...
"Bagaimana mengetahui hormon seorang laki-laki sedang meningkat?" spontas keluar pertanyaan itu di depannya.
Mas Yushimaru, terdiam sebentar lalu menyurai rambutnya sambil mengembuskan napas panjang.
Mungkin aku terlalu banyak bertanya.
"Omong-omong, jangan terlalu sering menggigit bibir di hadapan pria lain." Mas Yushimaru melirikku dan tiba-tiba memasukkan strowberi ke mulutku. "Itu bisa menumbuhkan perasaan aneh pada laki-laki."
Seketika aku pun menutup mulut. Kemudian diam-diam meliriknya. "Rupanya sejak tadi, mas Yushimaru memperhatikan aku."
"Karena ... Aku juga laki-laki," Dia bergumam dengan sangat pelan. Setelah itu mas Yushimaru pergi ke belakang.