Hujan lebat mengguyur jalanan distrik lima belas, sejak satu jam yang lalu. Mentari memperindah panorama pagi. Cahaya terlukis di kapas langit yang tebal lagi putih semu. Hujan biasanya membuat pekerjaan dan beberapa aktivitas masyarakat menjadi sedikit tertunda, atau pun jika nekat pada cuaca hujan seperti ini, payung-payung akan menambah pemandangan indah.
Dalam pemandangan itu satu hal yang luput dari pandangan orang-orang. Hiro, Pria itu berpenampilan serba putih, mulai dari rambut hingga kemeja, hanya saja celananya yang hitam. Dia berlari di atap-atap bangunan dengan kaki telanjang. Kadang kala kakinya tergores dan menyisakan jejak darah.
Tak ada rasa takut sama sekali dengan ketinggian, seolah-olah berlari di ketinggian adalah hal biasa. Lalu, muncul sebuah pertanyaan yang akan dipikirkan sebagian orang. Apa yang dilakukannya dan kemana sepatunya pergi?
Beberapa saat lalu, dia memutuskan keluar dari apartemen Yuki setelah memastikan keadaan kondusif dan kondisi gadis itu telah stabil. Untuk mata orang-orang awam, jika melihat kelakuan Hiro yang boleh dibilang ekstrim, pasti dikira mau bunuh diri. Namun, hal itu adalah kemampuan yang biasa bagi seorang yang menjadi bagian dari divisi Intelejen.
Divisi intelejen yang dimaksud di sini bukan divisi yang direkrut oleh negara, yang bertindak dalam protokol hukum, bersenjata, dan punya misi-misi rahasia. Divisi intelejen Hiro dibentuk oleh sistem sekolah, keahlian utama sebagai ciri dari divisi ini adalah, mampu berlari di mana saja dan dalam kondisi apa saja, memiliki tubuh yang fit, serta memiliki kepekaan terhadap hal spiritual.
Sambil berlari dan meloncat sana sini, mata Hiro terus bergulir ke setiap arah. Hidungnya bergerak-gerak, saat menangkap bau tak asing yang berada tak jauh dari keberadaannya.
"Sialan. Mereka gigih sekali! Jika saja aku tidak dihalangi gadis itu, pasti sudah kutumpas habis semuanya. Dan mengirim mereka semua ke Neraka."
Hiro mengumpat kesal, kakinya nan sudah terluka itu terasa perih ketika bergesekan. Ia sadar bahwa darahnya lah yang mengundang seorang teman lama nan sekarang menjadi musuh— sedang mengejarnya.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga yang diambilnya dari Yuki, Hiro berlari sangat cepat. Paru-paru mengembang dua kali lipat dan napasnya ditarik lebih besar.
Dalam kecepatannya yang stabil, Hiro mencium aroma lain. dIa melihat ke sekitar dan menangkap penampakan seorang jendral yang mengenakan baju perang sedang mengacungkan sebuah panah berapi biru.
"Tertanya dia membawa para Horigimi untuk mendapatkan aku! Aku harus kembali secepatnya. Sialnya, tenaga gadis itu tak cukup kuat untuk tubuhku." Hiro mengubah arah larinya dengan cara zig zag untuk menghindari serangan dari belakang.
Si Horigimi, menggeram di udara, setelah menandai targetnya. Panahnya nan berapi biru sejak tadi terus berbelok-belok mengikuti arah lari Hiro.
Si Horigimi adalah roh spiritual yang berada di bawah kendali seorang Indigo albino yang sama seperti Hiro. Si pengendali telah jauh tertinggal di belakang Hiro.
Mata biru Horigimi menatap tuannya melihat sebuah isyarat untuk segera melumpuhkan sang buruan.
Panah itu membidik, ditarik dengan kencan dan akurat. Jari yang berbalut perak bergerincing ketika melepaskan tali panah dan panah membelah tetes-tetes hujan, menyusup pada asap di sebuah cerobong, menembus seekor burung. Kemudian panah itu mengikuti arah lari Hiro.
Aura panah yang mendekat dapat terdeteksi oleh hidung Hiro. Di permukaan atap yang kecil, kaki Hiro meloncat ke bangunan yang lain. Hiro mendesis, Dia harus putar otak sebelum panah itu mengenainya, karena kalau panah dengan api biru sudah dilepas, panah itu akan mengikutinya sampai dapat.
Hiro kembali mempercepat langkah kakinya, berputar di beberapa area untuk mengecek panah itu. Ketika ia berbelok di sebuah gedung kecil di rooptop, panah itu menembus bangunan.
Jantung berdebar hebat, diburu untuk dicabut nyawanya. Harapannya sedikit pupus lantaran Divisi Intelijen dan divisi lain sudah pulang ke markas sejak subuh tadi.
Hiro tak dapat berlari di bawah, sebab panah yang mengejar itu akan mengenai penduduk.
Sampai pada suatu ketika, matanya mulai berkunang-kunang. Kekuatannya benar-benar dipusatkan pada kedua kakinya. Sementara, panah itu masih mengejar.
Terlihat jelas dari kejauhan, sebuah bangunan besar yang dipasang pelindung. Bangunan itu adalah Universitas Hayakamato yang tersembunyi dari mata manusia biasa.
Begitu dia meloncat memasuki tabir pelindung, panah menggores lengannya. Panah pun meleleh setelah menembus tabir.
"Ashh ... Bodoh! Dia lepas. Hari ini boleh jadi keberuntungannya, tapi nanti aku pasti akan menangkapnya. Kita buru lagi jika bertemu dengannya!" ucap sang pemilik Horigimi yang berdiri di sebuah pohon tak jauh dari area Universitas Indigo.
Sementara itu, Hiro jatuh dari ketinggian, dia beranjak dengan sedikit tergopoh-gopoh kemudian pingsan di halaman pintu selatan gedung.
Beberapa waktu berlalu, mata Hiro terbuka, menatap silau pada lampu di langit-langit ruang perawatan. Tangan diangkatnya, karena rasa nyeri yang membekas. Jarum inpus menancap dengan perekat super lengket.
"Ah ... terjadi lagi.!" Hiro memejamkan mata sambil mendesah.
"Kau sadar?" Suara tak asing menarik wajahnya ke kiri.
Pria berhidung lancip yang sayup-sayup terlihat di halaman selatan gedung sebelum pingsan.
"HIRO!" Pria itu berlari seperti anak kecil, membentangkan kedua tangan ke depan kemudian memeluk tubuh Hiro.
Pria hidung lancip ini namanya Hobito, dari divisi detektif. Kelakuannya memang agak aneh dari pria kebanyakan. Dia senang menempel pada Hiro dan wajahnya yang selalu ceria itu terkesan bodoh. Keunggulannya adalah, dia hidup dengan sendok emas ditangannya.
"Sejak berapa lama aku berada di sini, Hobi?" Hiro bertanya saat mencoba untuk duduk.
Hobito memutar matanya ke atas, mengingat. "Empat jam sejak kejadian itu. Lenganmu cedera dan sudah dijahit. Kudengar, kemarin malam kau terpisah dari divisi intelejen. Para senior mencarimu tadi malam. Mereka berpikir, kau diculik."
"Dia tidak ingin menculikku, tapi membunuhku. Panah itu, ditembakkan oleh Horigimi miliknya.'' Hiro mendesah seraya memandang perban di lengan kanan. "Aku tidak bisa pulang karena kehilangan kekuatan setelah mengejar hantu di distrik 14."
"Lalu, kepada siapa kau melakukannya? Apakah sekarang pada seorang nenek?" tanya Hobi bernada sedikit meledek.
"Ah, bodoh! Aku tak ingin mengingat itu lagi!"
"Hahahaha!!"
Hobi tertawa lepas, sampai air liurnya menyembur yang lekas dipukul oleh Hiro.
"Ashh... Kendalikan diriku, Hobi atau kau akan kupukul lagi!"
Dulu sekali, saat Hiro menjalani tugas keduanya sebagai anggota divisi, dia kehabisan tenaga mengejar beberapa pencuri. Setiap bertugas, dia selalu melampaui waktu yang telah ditentukan. Hiro begitu bersemangat saat menemukan kejahatan di depan matanya. Sampai dia tidak menyadari kalau dia akan menjadi orang terakhir yang melakukan pengejaran.
Ada sebuah kejadian yang tidak dapat dihindari Hiro. Kejadian itu, saat Hiro ditolong oleh seorang lansia yang sedang membeli makanan. Karena tubuhnya tak terkendali, pada akhirnya Hiro menyedot tenaga dari sang nenek dengan menciumnya. Seperti yang dilakukan pada Yuki.
Setelah berhasil kembali dengan sisa tenaga yang disedot tadi, Hiro mendapatkan bimbingan dari atasan dan mendapatkan kejelasan bahwa dirinya bukan manusia indigo biasa. Menyedot energi sama saja melakukan kejahatan terhadap manusia.
Hiro kembali mengunjungi si nenek penolongnya dan memperlakukan layaknya neneknya. Dia akan menjenguk sang nenek dua kali dalam seminggu untu memastikan kondisi si tua itu baik-baik saja setelah apa yang dia lakukan.
Akan tetapi nyawa sang nenek tak bertahan lama. Sebulan kemudian, meninggal dunia menyisakan rasa bersalah yang mendalam pada diri Hiro. Dan mulai saat itu, Hiro berjanji untuk tidak akan menyedot tenaga manusia lagi meski sekarat sekalipun.
Faktanya, jauh sebelum merenggut energi seorang lansia, Hiro pernah mengambil energi kehidupan Hobito. Keadaan saat itu lebih membuatnya terkejut karena pertama kalinya bagi Hiro melakukannya.
Dengan kata lain, Hiro pernah sekali menciuman seorang nenek, pernah sekali mencium seorang laki-laki dan beberapa kali pada perempuan lain saat dia kehilangan kendali. Dan korban terbarunya, Ran Yuki yang mendapatkan kemalangan yang sama dengan korban-korban lain.
"Sekarang, katakan sedikit saja padaku, siapa manusia yang kau sedot malam ini, kamu tak bisa menghindar, aku mencium energi lain di sisi bibirmu." Hobi mengelus dagu dengan telapak tangannya seraya menatap minta penjelasan.
Napas Hiro terdengar parau, membuat Hobi tersenyum. Teman yang satu ini pikirnya, memang tidak bisa menolak gangguan darinya.
Hiro mendengus. "Sebelum pulang kemari, sudah kupastikan dia baik-baik saja."
Tetapi tatapan Hobito masih se-intens tadi. Seakan-akan menagih penjelasan berikutnya.
"Dia seorang gadis di distrik 14. Bangunan apartemen kumuh bekas pembunuhan. Puas!"
"Ini baru temanku. Kamu istirahat saja, aku akan memeriksa keadaan gadis itu. Ouh iya, namanya siapa?" tanya Hobito.
Hiro menoleh, melancarkan tatapan polos.
"Kenapa menatapku begitu?" Heran Hobi. Keningnya mengerut tajam.
"Aku ... tidak menanyakan namanya."
"Aaaghhh, pria bodoh! Bagaimana bisa seorang pria yang mencium seorang gadis tidak mengetahui nama korbannya. Wah, benar-benar payah. Kamu harus mendapatkan bimbinganku dalam menangangi masalah wanita. "
"Dia memukulku saat aku meminta kembali payung merahku. Dia ... bagaimana aku menyebutnya ya? Emmm ... dia gadis yang ganas!"
"Ganas? Lalu apa dia merampokmu?" Hobi bertanya lagi dengan tampang sangat penasaran.
"Kami hanya salah paham dan aku sudah mendapatkan kompensasi. Tapi aku tak bisa pergi karena tak punya energi. Mungkin dia panik karena aku pingsan dan memutuskan membawaku ke apartemennya.''
"Kompensasi? Apa yang kamu minta darinya?"
"Kau harus coba!'' ucap Hiro dengan penuh semangat. ''Aku memakan 7 mangkok kalau tidak salah namanya Ram ... Ramen," Hiro menggaruk kepalanya, mengingat sesuatu.
"Ramen! Kamu meminta Ramen! Kenapa kau bodoh sekali, sih!'' Hobito mencengkeram kerah Hiro dan mengguncangnya semaunya. Ia gemas sendiri dengan sikap Hiro yang polos. ''Setelah dipukul dan pingsan, kamu cuma minta ganti rugi sebuah ramen. Ah, kalau begini terus, sampai tua kamu bakalan miskin."
"Apa kamu baru saja lahir dari kapsul! Tampan tapi bodoh!" ejek Hobi.
Hiro memukul lengan Hobito hingga lengan itu terlepas dari kerah kemejanya. "Berhenti mengejekku! Aarhhh, bikin kepalaku makin sakit."
"Beginilah kalau menyia-nyiakan seperempat umurmu hidup bersama nenek siluman. Kamu salah pergaulan."