Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 10 - REVISI: Situasi Darurat

Chapter 10 - REVISI: Situasi Darurat

Tanpa banyak pikir lagi, aku menyeret kaki Hiro hingga ke dapur.

Ini akan terlihat seperti adegan pembunuhan. Kuangkat dengan sekuat tenaga, tubuhnya kumasukkan ke dalam lemari dapur. Dia duduk dalam posisi kaki terlipas.

Kututup lemari dan besi tungku yang berat sekali kuletakan di bagian pintu lemari. "Dengan berat hati kulakukan ini demi dunia percintaanku. Tidak akan lama, bertahanlah. Jangan bangun dulu!" ucapku saat melihatnya.

Bel berbunyi lagi, aku bergegas ke depan lalu membuka pintu. Yushimaru bersandar di samping pintu dan menyerahkan dua kotak makanan beserta tas yang berisi kardigan dan tasku.

Hari ini mas Yushimaru mengenakan jeans hitam dan kaus berlapis kemeja kotak-kotak. Lengan kemeja digulung hingga mendekati siku, rambutnya ditutupi oleh topi tanpa pengeras.

"Kenapa lama sekali sih? Aku penat menenteng barang," keluh mas Yushimaru. Dia berjalan masuk dan duduk di tengah ruang tanpa kusuruh.

Kami memang sudah cukup dekat, sehingga dia tak sungkan-sungkan denganku.

Aku meletakkan dua kotak pemberiannya di dekatnya, lalu mengambilkan segelas air ke dapur.

Saat aku kembali, dia sedang merapikan selimut yang lupa kusingkirkan.

"Seorang gadis meski hidup sendiri harus tetap memperhatikan kerapian. Jangan biasakan seperti ini," katanya dengan lemah lembut.

"Sudah kubilang kalau aku sedang merapikan barang. Besok aku akan pindah ke asrama universitas. Mas Yushimaru sendiri yang ngotot hendak masuk seperti orang kebelet kencing saja." Aku menatapnya, sebal. Meski dalam hati cukup senang dia datang apalagi membawa dua kotak makanan.

"Mengusikmu, hal yang paling menyenangkan, haha," dia tersenyum, jenaka.

Seusai merapikan selimut dia bersila, matanya mengarah padaku. "Kamu ganti parfum? Selimut ini wangi bunga ..."

[ Bunga Higanbana, aku lupa kalau tubuh Hiro wangi. Sudah pasti akan tercium sampai ke selimut. Pakai parfum apa dia, baunya sampai menempel begitu? ]

"Ah, mungkin itu aroma parfum laundry." Aku menyangkal, sebenarnya tidak sekalipun aku menggunakan jasa laundry.

Mas Yushimaru mengangguk pendek. Dia beralih membuka tudung saji meja kecil di depannya.

[ Aku lupa menyingkirkan itu. ]

"Wah, terlihat enak. Kau pandai masak juga ya. Omong-omong apa Yuki baru saja hendak makan jam segini?" Mas Yushimaru menatapku lekat-lekat lalu melirik pada mangkok Miso. "Selama bermain kemari, hampir tidak pernah Yuki memberiku makan."

Aku menjawab dengan gerogi, "Aku hanya mempersiapkan untuk makan siang, tadi sedang beres-beres peralatan masak."

"Boleh kucicipi?" Dia bertanya dengan wajah berseri-seri.

"Mungkin tidak akan sesuai seleramu." Aku tidak menolak juga tidak melarangnya.

"Yuki terlalu berkecil hati. Katanya gadis yang biasa hidup sendiri, memang bisa masak. Sekali-kali, ayo saling bertukar makanan," usulnya yang langsung kuacungkan jempol.

Dia mengambil sendok dan menghirup sup miso. "Emmm... memang benar apa kata orang."

Dia menadahkan jempol sebagai apresiasi rasa masakanku.

Aku tersenyum senang dan beralih membuka satu kotak pemberiannya. Ada beberapa tumpuk kue dorayaki dan kue ikan kesukaanku. Terasa masih hangat. Mungkin dia membelinya dalam perjalan kemari.

"Ouh, ya. Mas Yushimaru kenapa kemari? Ini pertama kali mas Yushimaru datang ke sini pada hari minggu,'' tanyaku.

Dia menelan makanan sebelum menjawab, "Paman Ochi bilang soal tadi malam. montir yang diteleponnya terhambat dalam perjalanan dan terpaksa menyewa losmen di dekat sana. Dia mengatakan kalau menyuruhmu pulang sendirian dengan ongkos yang diberikannya, kupikir kamu akan kembali ke toko untuk mengambil barang-barangmu. Setelah ditunggu tak juga datang. Jadi atas inisiatif ku sendiri, untuk menjengukmu dan memastikan kamu tidak sakit. Tadi malam hujannya deras sekali."

Aku tersipu malu mendengar dia perhatian sekali.

Aku memakan kue dorayaki sambil mendengarkan ceritanya.

"Begitu sampai di sini, aku mendengar dari beberapa bibi di tempat parkir, kalau ada pembunuhan di lantai dua. Aku bergegas kemari takut kalau kamu kenapa-kenapa. Tapi keputusan bagus kamu pindah ke asrama. Apartemen ini memang terlihat tidak aman."

Brak! Brak!

Aku tersedak!

Mas Yushimaru tersentak.

"Suara apa itu?" tanya mas Yushimaru, dia menoleh ke arah dapur lalu melirikku.

"Mungkin tikus, kamu lihat sendiri, gedung ini tidak begitu terawat dan beberapa tempat bau pesing tikus."

Selagi mas Yushimaru makan dengan lahap. Aku beranjak pergi ke dapur dan mengintip pada lemari. Pintu lemari sedikit bergetar, kurasa Hiro telah bangun!

Aku menahan menahan pintu lemari sekuat mungkin karena dari dalam Hiro sedang mendorong.

"Tolong sabar sedikit, jangan keluar dulu!" bisikku sambil memasang muka memelas.

"Yuki, kamu lagi apa? Mas hendak pergi, mau mengantarkan makanan. Tadi hanya izin sebentar kemari."

"Ouh, ya ya. Mas bisa keluar sendiri kan? Aku sedang agak sibuk, hehe."

Mas Yushimaru malah mendekat, "Mau kubantu?"

Untuk kali pertama, mas Yushimaru kuharap bisa pergi sekarang juga. Karena akan aneh jadinya kalau dia tahu aku sedang menyumbunyikan seorang pria.

"Tidak perlu. Terimakasih sudah menjengukku dan terimakasih untuk dua kotak makanannya. Sampai jumpa di tempat kerja!" Aku membungkuk sambil masih menekan pintu lemari.

Beberapa detik, pintu terdengar ditutup, langkah kaki mas Yushimaru bergema menuruni tangga di luar

Kuseka keringat hasil rasa takut dan gugup yang bercampur aduk. Aku memindahkan tungku besi dan membuka lemari. Hiro terkulai lemas tampaknya kehabisan napas. Dia berdiri dengan sedikit kubantu kemudian jatuh lungkai di tubuhku.

Aku memapahnya berjalan. Dia begitu lemah dan sesekali hendak jatuh. Tapi buru-buru kutahan pinggangnya. Sambil menuju ruang tengah, aku meminta maaf. Namun, sedikit pun dia tak merespon.

Kecerobohanku hampir membunuh orang lain. Aku lupa kalau lemari tidak punya ventilasi, terlebih pintunya kutekan dengan besi. Tentu saja oksigen sangat sedikit di dalam.

"Tolong bertahan, ya. Aku akan pergi meminta bantuan!"

Tubuhnya dingin sekali dan sejak tadi wajahnya terus menunduk. Bibirnya pucat dan matanya tertutup.

Begitu sampai di dekat selimut, Hiro berdiri dengan kedua kaki lebar lalu memegangi kedua pundakku. Wajahnya menunduk tepat di depanku.

"Apa kamu sudah tidak kuat? Aku akan mencari bantuan ke luar. Tolong bertahanlah sebentar," aku memohon dengan resah.

Hiro masih tidak memperbolehkan aku keluar, tubuhnya berat. Kedua tangan itu menahan pundakku erat sekali. Sesekali dia hendak oleng dan kutahan lengannya.

"Hanya sebentar saja, aku perlu memanggil orang untuk membawamu."

Napasnya mengembus dengan kuat dan cepat, seperti dia sedang sesak napas.

Kemudian dia mendekat dengan mata yang masih tertutup. Mulutnya sedikit terbuka dan masih terlihat pucat.

Tangan besar itu berjalan ke arah leherku, "Apa ... apa dia akan mencekikku?"

Tangan dinginnya memegangi batang leherku kemudian berjalan dan menumpu kedua pipiku. Wajahnya dekat lalu menciumku dengan mata yang masih tertutup.

Sensasi hangat bergulir di mulutku, aku menolaknya. Kudorong dadanya tetapi mendadak aku tidak punya tenaga.

[ Apa dia sudah gila. Mengapa kau melakukan ini padaku, brengsek? Andai saja aku punya tenaga, sudah kuhempaskan tubuhnya keluar dari jendela. Berani-beraninya memperlakukan aku seperti ini. Apa ini balas dendammu? ] Aku mengutuknya dalam hati berkali-kali sampai rasanya ingin menangis.

Kedua pundakku terangkat saat aku merasa sesak.

[ Hentikan! Tolong hentikan! ] ucapku dalam hati sambil memukul tubuhnya.

Sensasi aneh itu terus tumbuh hingga menyebabkan jantungku berdebar-debar. Rasa dingin menjalar sekujur tubuhku. Mulutnya memanas dan basah sekali.

Napasku teratur dan pelan, aku tidak membalasnya, tapi dia terus melakukannya. Pelan dan lembut. Sampai akhirnya, aku tak bisa bergerak, seluruh tenagaku hilang. Lengannya memeluk pinggangku, tangannya menahan kepalaku kemudian perlahan membaringkan aku di lantai.

Mataku seperti ditimpa beban berat, sangat mengantuk. Tubuh ini tidak memiliki perlawanan. Aku seperti lumpuh.

Bibirnya bergerak mengecupku, dari kiri lalu dari kanan secara berulang-ulang. Kemudian dia terdiam dan melepas tautan bibir kami.

Kudengar pria ini berbisik, "Aku harus melakukannya."

Mataku tertutup sepenuhnya. Aku masih sadar ketika dia menarik selimut dan menutup tubuhku.

[ Apa yang dia maksud? Apa yang ingin dia lakukan padaku? Kuharap, Mas Yushimaru datang dan memukulnya. ]