Chereads / White Love In The Dark Sky / Chapter 9 - Dua Pria Dalam Kamarku

Chapter 9 - Dua Pria Dalam Kamarku

Aku terbangun oleh alarm yang berdering di atas kepala. Benda berbunyi itu menunjukkan pukul 6.00 pagi. Waktu yang terlalu dini untuk bangun, sementara aku sudah tidak ada kegiatan sekolah. Aku mencari posisi berbalik ke kiri lalu ke kanan karena punggung serta pinggulku terasa nyeri. Ini gara-gara tadi malam terlalu memaksakan diri.

Gorden jendela meloloskan cahaya remang-remang yang menyegarkan mata. Beberapa saat lagi, matahari akan bersinar terang. Cuaca pagi memang cerah, tapi akan berubah mendung menjelang tengah hari dan biasanya turun hujan kurang lebih pukul 3.00 sore. Begitu terus beberapa hari ini, cuaca sekarang bisa ditebak. Mendadak, wajahku seperti ditampar mengingat kejadian tadi malam.

''Karena aku tidak bisa menahan tubuhnya ... aku berakhir mendapatkan ... bibir ...''

''Eh, apa pria itu sudah bangun?''

Aku menoleh ke belakang, pria serba putih itu tetap berbaring. Bahkan, posisinya tidak berubah. Tadi malam ... itu hanya ... bagaimana aku menyebutnya ya?

''Bibir kami hanya terbentur, ya itu hanya benturan yang sekilas. Tidak bisa dikategorikan sebagai ciuman. Ciuman pertamaku tetap untuk mas Yushimaru.''

Setelah mengatur pola pikir, aku mendesah menenangkan diri. ''Mari lupakan kejadian ini. Lagi pula, dia tidak tahu dan kami akan tetap menjadi orang asing.''

Setelah melihat dunia, mata ini enggan kembali tidur. Apa boleh buat, aku beranjak lalu mengenakan jaket tebal dan mengambil beberapa lembar uang yang kuselipkan di kantong jaket. Aku merapikan rambutku nan keriting, ketika disisir langsung tersangkut. Lantaran sudah lama aku tidak menggunakan hair serum, sehingga sulit untuk diatur.

Rambut keriting ini mengembang hebat layaknya rambut harimau. Tapi, soal penampilan aku cukup puas. Ini terlihat lucu. Mungkin kalau ada uang lebih akan kuluruskan.

Setiap pagi perutku bergemuruh seperti ada yang macet dan bergesekan di dalam usus. Selama ini aku makan tidak teratur, mungkin itu penyebabnya.

Aku mengisi perut dengan menenggak secangkir air hangat dari despenser. Kuletakkan cangkir hati-hati seraya memperhatikan pria berambut putih yang tidurnya sangat nyenyak. Aku mendekatinya. Mengukur suhu di dahinya lalu menyelimuti tubuhnya yang terbuka.

Tubuhnya masih panas, apa karena tadi malam aku tidak melepas pakaiannya sehingga kering di badan.

Pipinya merona berseri, matanya memiliki lekuk cantik seperti daun, ada tanda hitam kecil di ujung matanya. Itu terlihat indah dipandang. Bibirnya merah padam seperti awal mula kami bertemu. Wajahnya memiliki banyak spot untuk dinikmati.

Aku baru sadar, tersenyum sejak tadi.

Ini bukan saatnya memandanginya. Kuakui mata ini tidak berbohong karena tertarik otomatis pada bentuk bibinya, yang cukup seksi. Ada rasa menggelitik dalam dadaku saat melihat itu. Perasaan ini tak jauh beda ketika sedang berada di sebuah panggung besar dan ditatap oleh ratusan mata. Hanya karena melihatnya sedang tidur, ini terjadi.

Hiro, Ichinose Hiro-tada ... dia bagaikan kejut listrik, meninggalkan jejak perasaan yang tak karuan.

Tapi aku ingin menyentuh bibinya yang terlihat sintal itu, sekali saja. Mumpung dia sedang tidur. Ada euphoria aneh yang membuat aku senang hanya memikirkannya saja.

Aku menyentuh bibirku nan hangat, kemudian beralih menyentuh permukaan bibirnya nan lembut. "Karena ketidaksengajaan, bibir ini menyentuhku tadi malam. Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya, tapi ternyata begini sensasinya. ''

''Ah, bicara apa aku ini? Dan lupakan soal bibir!'' Aku berdiri dan menggeleng-gelengkan kepala. Aku menarik selimut dan menutup dadanya.

Dengan membawa uang kecil jatah makanku hari ini, aku berjalan kaki ke sebuah pasar swalayan. Jaraknya terbilang lumaian jauh karena perlu 15 menit. Kalau dihitung secara keseluruhan, aku membuang lebih dari 30 menit waktu pagiku hanya untuk mencari makan saja.

Sesampainya di tempat itu, aku membeli tofu, beberapa potong daging ayam dan cumi-cumi. Beberapa sayur, rempah dan beras. Sebelum keluar dari sewalayan, aku membeli dua potong sosis bakar dan memakannya selagi dalam perjalanan pulang.

Langit terang benderang, meski matahari tertutup awan. Tetapi cahayanya tampak menyegarkan mata.

Pada hari Minggu ini, sepertinya tak banyak orang memadati jalan menuju perkantoran dan menaiki Shinkansen. Mungkin orang lebih senang berekreasi dan menikmati hari bersama keluarga. Sebelum akhirnya kembali bekerja pada hari Senin.

Senin besok, aku akan pindah ke asrama sekolah yang baru dan meninggalkan flat kecil itu yang sudah kutarik dipositnya.

Semoga besok adalah awal yang baik untuk kehidupanku tahun ini dan tahun-tahun berikutnya.

Cahaya terang benderang dari gorden puas menerangi seluruh ruang tengah flatku. Makhluk yang satu ini membuat aku heran. Dia tidak bangun juga. Jam beker di pojokan sudah menunjukkan pukul 8.20 pagi, biasanya kalau tidur pada saat matahari muncul menuju siang, badan akan terasa panas, bukan hangat lagi, tapi panas.

[ Apa dia tidak terusik dengan sensasi itu? ]

Kuletakkan sekantong barang belanjaan di meja dapur dan berjalan ke sisi jendela. Gorden kubuka selebar-sebarnya biar cahaya matahari menjadi penghangat utama ruangan ini. Siapa tahu dia bisa bangun.

Aku pergi ke dapur dan memasak miso tahu, menggoreng cumi tepung dan memasak nasi dengan takaran kecil yang biasanya cukup untuk satu hari penuh hingga malam hari.

Sebagian barang belanjaan lain kusimpan di kulkas.

Tak sampai satu jam, makanan telah tertata di meja dapur. Sengaja pula kuletakkan makanan terpisah di atas meja kecil tak jauh dari pria itu, sambil kipas angin dinyalakan agar aroma makanan berembus padanya.

Mau sampai kapan dia tidur terus? Kalau lewat pukul 3 sore nanti, terpaksa kutinggalkan dia pergi bekerja.

Cahayamatahari mulai meninggalkan ruang tengahku, cakrawala telah tegak di atas perumahan ini, itu berarti waktu telah berada pada waktu 10 menuju tengah hari.

Sesekali kulirik Hiro kalau-kalau dia cuma ekting. Tetapi jujur saja, sampai mata ini penat karena terus meliriknya dia tak terlihat bergerak. Tubuhnya akan nyeri dan bisa saja dislokasi jika tidur tanpa merubah posisi.

Apakah beberapa lelaki tahan tidur tanpa terusik dan bahkan tidak bangun untuk buang air. Aku jadi ragu tentang kondisinya.

"Dia tidak mati, kan?"

Aku meletakkan tudung makanan dan mematikan kipas angin.

Semua pakaian telah kumasukkan ke koper, beberapa lembar kusisakan untuk hari ini. Aku duduk di depan lemari dan mengepak buku-buku, beberapa berkas dan kumasukkan ke ransel.

Ting Tong!

Ting Tong!

Tubuhku tegak mendengar suara bel dari luar. Siapa tamu pertamaku hari ini? Semenjak tinggal di sini, jarang sekali ada yang berkunjung.

Aku menyalakan layar luar dan terpampang lah paras seorang pria. Dia datang!

Mas Yushimaru datang ke flatku? Gawat!

Aku menoleh pada Hiro yang masih tertidur.

Apa yang akan dia pikirkan tentangku jika melihat hal ini? Aku akan disangka menghabiskan malam dengan seorang pacar. Dan lebih buruk, mas Yushimaru akan berhenti bersikap manis padaku.

Ini tidak boleh terjadi.

Ting Tong!

Mataku beralih melihat layar dan Mas Yushimaru berkata, "Yuki, kamu di dalam? Aku tahu itu. Cepat buka pintunya. Tanganku penat!"

Dia memperlihatkan sekotak kue dorayaki dan beberapa buah di layar itu.

"Ah, tunggu sebentar, Mas. Aku sedang beres-beres!"

"Ketahuan kamu! Pasti berantakan sekali di dalam. Hahaha"

Dia tertawa senang, aku yang pucat.

Kupasang kunci kedua agar pintu kokoh. Kemudian berlari ke dalam dan berdiri dengan gugup di depan Hiro.

"Kemana aku menyembunyikannya?" Kepalaku menoleh sekeliling dengan panik.

Dari tadi tak ada tempat aman, namun mataku selalu tertuju pada sebuah mesin cuci.

"Yuki, aku akan ke bawah untuk minta kunci duplikat!"

Mas Yushimaru benar-benar senang membuat aku gelagapan.