Andika tidak berhenti tersenyum girang, saat membaca notifikasi dari M-banking yang memberitahukan, bahwa ada transferan masuk senilai dua puluh juta.
"Gila! Lu serius Jems...?!" Ucap Andika yang masih belum percaya dengan apa yang ia baca di layar HPnya.
"Gini-gini, gue orangnya konsisten. Siapa aja yang udah berjasa sama gue, pasti gue kasih imbalan." Ucap Jamal dengan gayanya yang sombong. "Dua puluh juta buat gue kecil."
"Iya gue percaya! Gak sia-sia gue masuk geng lu...!!" Ucap Andika. Ia harus berteriak untuk melawan suara musik DJ yang sedang menggema.
"Tapi dia pasti dateng kan? Kalo sampe dia enggak dateng lu gue kurung di toilet dua hari dua malem." Ancam Jamal.
"Iya gue yakin. Rio pasti dateng." Jawab Andika. Kemudian ia mendongakan kepala, menatap cemas ke arah pintu masuk diskotik. Ancaman Jamal membuat dirinya bergidig merinding.
"Emang mau lu apain si Ro, Jems?" Tanya Harun__salah satu anggota geng Jamal. Raut wajahnya terlihat cemas. Ia takut Jamal akan berbuat nekat.
"Nggak gue apa-apain. Gue cuma mau kasih dia pelajaran. Biar nggak sombong. Biar dia tau siapa gue." Jelas Jamal sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, mengikuti alunan musik disko.
Terlihat Jamal menatap teman-temannya satu persatu. Kemudian seraya berkata, "pokoknya kalian harus bisa bikin dia mabok. Kalo perlu sampe teler. Ntar kalo dia udah mabok kalian bawa dia ke kamar, gue udah boking. Ntar gue nunggu di sana."
"Sipp..." ucap serempak teman-teman Jamal.
"Eh Jems, kita dapet imbalan juga kan?" Tanya Harun penuh harap.
"Jangan kuatir, kerjain dulu." Jawab Jamal.
"Woy! Rio dateng tuh..."
Salah satu teman Jamal membuat semua perhatian tertuju ke arah pintu masuk. Senyum Jamal menyeringai saat bola matanya melihat Rio__baru saja masuk ke dalam diskotik, sedang mengedarkan pandangan.
"Ndi, lu samperian dia." Perintah Jamal__kepada Andika, sambil telapak tangannya memukul pelan pundak Andika. "Gue nunggu di kamar."
"Oke, sip!" Ucap Andika.
Sementara Jamal berdiri dari duduknya, jalan tergesa menuju kamar yang VIP yang memang sudah di siapkan oleh pihak pengelola. Tapi sebelum beranjak, Jamal sempat mengambil dua botol minuman mengandung alkohol yang akan ia minum, sambil menunggu kedatangan Rio.
"Woy, Ri...!"
Rio menoleh ke arah sumber suara tersebut. Bibirnya tersenyum tipis saat melihat Andika sudah berdiri tepat di hadapanya sedang tersenyum girang.
"Akhrinya lu dateng juga, thanks ya Ri," ucap Adnika sambil memukul pelan pundak Rio.
Rio hanya menganggukan kepala, kemudian ia mengedarkan pandangannya di sekitar ruangan diskotik. "Ini mah bukan cafe, tapi lebih ke diskotik." Komentar Rio.
"Ya sama aja sih, gue nyebutnya cafe." Andika menarik pergelangan Rio, mengajaknya untuk berkumpul bersama teman-teman di meja VIP. "Yuk ikut gue... ketemu ama yang lain."
"Eh, tapi gue nggak bisa lama ya?" Ucap Rio sambil berjalan mengikuti arah tarikan Andika. Wajahnya terlihat sangat malas, lantaran merasa tidak nyaman dengan tempat yang baru pertama kali ia kunjungi.
"Iya, yang penting lu udah dateng. Gue seneng."
Beberpa detik kemudian, Rio dan Andika sudah berdiri di dekat teman-temannya. Terlihat semuanya berdiri dari duduknya, memberikan tos, khas anak remaja, menyambut kedatangan Rio.
Manik mata Rio memantap satu-persatu teman-temannya, mengamati wajah-wajah mereka, Rio merasa yakin, Andika tidak berbohong. Meski tidak semu akrab, tapi Rio kenal dan tahu kalau mereka masih satu angkatan dengannya.
Sepertinya Jamal memang sudah sangat matang mengatur rencana tersebut. Ia sengaja tidak mengajak beberapa angota gengnya masih kelas sepuluh.
Selesai dengan urusan tos Andika mempersilahkan Rio untuk duduk, bersama yang lainya.
"Kelas gue, cuma gue yang diundang?" Heran Rio setelah ia sadar tidak melihat satupun teman sekelasnya.
"Eum, ada kok." Andika terpaksa berbohong supaya Rio tidak menaru curiga. "Belum sampe kali. Paling bentar lagi."
"Oh..." ucap Rio. Dengan wajah yang bingung Rio mengedarkan pandangannya kembali di sekitar ruangan diskotik. Suara musik yang terlalu keras membuat keningnya mengrenyit. Ia benar-benar tidak nyaman.
Peka dengan gelagat Rio, terlihat Andika menuangkan minuman ber alkohol kedalam gelas. Lalu menyodorkan minuman itu ke arah Rio.
"Sambil nunggu yang lain, nggak papa kali minum dulu Ri," tawar Andika.
"Apa nih?" Tanya Rio. Ia reflek menjauhkan wajahnya, aroma alkhol yang menyengat membuatnya tidak tahan. "Gue nggak suka alkohol." Tegas Rio.
"Cobain deh, ntar lu pasti sukak. Tenang aja nggak akan bikin mabok.." bujuk Andika.
"Iya tapi gue belum pernah minum," tolak Rio.
"Cobainlah Ri," bujuk salah seorang yang sedang duduk di dekatnya. "Biar pernah..."
"Iya Ri, tenag aja alkhol nggak akan bikin otak lu jadi bego. Gue yakin lu tetep pinter kok." Imbuh teman yang lainnya.
"Iya Ri, sekali ini aja. Pas ulang tahun gue..." bujuk Andika.
"Iya nih, masak lu nggak ngehargain Dika sih..."
"Ayo lah Ri."
"Iya nih, payah..."
"Kita juga minum kok..."
"Gue juga nggak pernah minum Ri, tapi sekali ini nggak papa kok."
Wajah bingung Rio menatap satu demi satu teman-teman yang sedang membujuknya. Kemudian tatapan matanya berhenti ke arah Andika yang sedang tersenyum simpul padanya.
"Nih gue minum..." ucap salah seorang teman, ia meneguk segelas minuman di hadapan Rio, memberikan contoh.
"Ayo lha Ri..."
Bujukan demi bujukan, rayuan demi rayuan kembali terdengar. Hingga akhirnya membuat Rio merasa jengah, lalu menyambar gelas berisi minuman dari tangan Andika, lalu meneguknya hingga tandas.
Senyum Andika mengembang, di iringi dengan tepukan tangan kala mereka melihat Rio berhasil menghabiskan satu gelas minuman mengandung alkhol.
"Lagi..."
"Nggak," tolak Rio.
"Lagi dong..." bujuk Andika.
"Nggak... nggak..." tegas Rio.
"Lagi, lagi, lagi..."
Beberapa teman bersorak__nampak bersemangat membujuk Rio. Dua diantaranya memegang lengan bagian kanan di kiri. Sementara Andika menyodorkan minuman tepat di wajah Rio.
"Lagi, lagi, lagi, lagi..."
Dengan sedikit paksaan, dan bujukkan dengan terpaksa Rio kembali meneguk minuman tersebut. Hingga akhirnya Rio merasa ketagihan, lalu kembali mencoba minuman dengan rasa yang lain.
Satu gelas, dua gelas, hingga entah sudah berepa gelas minuman mengandung alkohol itu masuk kedalam tubuh Rio. Sehingga tidak menunggu waktu lama, akhirnya Rio terkapar tidak sadarkan diri.
~☆~
Brugh...!!
Dua teman Jamal menjatuhkan tubuh Rio__yang sedang dalam keadaan mabuk berat di atas ranjang.
Terlihat Jamal tersenyum nyengir, menatap puas__penuh kemenangan saat melihat Rio, lemah tidak berdaya.
"Mau diapain nih?" Tanya Andika setelah ia menelentangkan tubuh Rio di atas ranjang.
"Ntar gue pikirin deh, sekarang kalian iket dia. Trus tinggalin kita. Gue mau nunggu dia sadar." Ucap Jamal.
"Oke deh, tapi jangan aneh-aneh Jems, nggak tega gue..." ucap Andika.
"Udah lu tenang aja, gue nggak akan bunuh orang kok. Udah buruan lu iket dia."
Andika dan temannya menuruti apa yang perintahkan sama Jamal barusan. Setelah mengikat kedua tangan dan kaki Rio, Andika dan temannya meninggalkan Jamal dan Rio di dalam kamar.
"Inget Jems... jangan berlebihan." Pesan Andika sebelum ia menutup pintu kamar.
"Iya... gue cuma mau bikin dia tunduk sama gue." Ucap Jamal sambil mendorong tubuh Andika yang sudah berada di luar kamar. Setelah menutup pintu, Jamal memutar tubuh, berjalan mendekati Rio sambil menyeret sebuah kursi.
Setelah meletakan kursi di samping ranjang, Jamal mendudukan dirinya di kursi tersbut. Kedua kakinya ia letakan di atas meja kecil di samping ranjang. Dalam keadaan setengah mabuk, Jamal tersenyum nyengir menatap tubuh Rio yang masih tergeletak tak berdaya.
Beberapa jam kemudian.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu Jamal bisa melihat Rio mulai tersadar dari tidurnya__akibat mabuk berat. Senyumnya mengembang saat melihat Rio perlahan membuka mata, sambil kesulitan menggerakkan tangan dan kakinya yang masih terikat.
"Sadar juga lu," sinis Jamal, kemudian ia menurunkan kedua kakinya dari atas meja.
"Gu.. gue di mana?" Gugup Rio. "Lu njebak gue?" Murka Rio saat ia tersadar dan sudah bisa melihat Jamal dengan sangat jelas. "Anjeeeng, lepasin gue!" Rio juga baru menyadari kalau kedua kakinya dalam keadaan terikat.
"Nggak segampang itu." Ucap Jamal kemudian ia mendesis sambil menarik sebelah ujung bibirnya.
"Ternyata lu itu pengecut, Jamal. Brengsek kalo lu berani lepasin gue..."
Telapak tangan Jamal meraih rahang Rio, mencengkeramnya kuat sambil tersenyum meremehkan. "Gue nggak peduli. Yang jelas sekarang lu udah gue kuasain. Gue pernah bilang jangan macem-macem sama gue." Setelah menyampaikan itu, Jamal menjauhkan wajah Rio dengan mendorongnya kuat. Ia kembali berdiri, melipat kedua tangannya di perut, menatap penuh dendam ke arah Rio.
"-gue mau kasih lu pelajaran supaya lu tau kalo lu bisa tunduk ama gue," lanjut Jamal. "Tapi apa ya?" Ucapnya. Kemudian ia berjalan bolak-balik sambil memikirkan sesuatu.
"Lepasin gue Jamal," bentak Rio.
"Diem! Gue jadi nggak bisa mikir..." Jamal melebarkan bola matanya. Kemudian ia menelusuri tubuh Rio dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Di tatap seperti itu, kening Rio berkerut, sorot matanya menatap Jamal dengan tatapan membunuh.
"Atau lu gue sodomi aja kali ya?"
Deg...!
Kata-kata Jamal tentu saja membuat bola mata Rio semakin lebar.
"Soalnya kalo lagi mabok gue butuh pelampiasan. Dan gue lagi males nyari cewek. Jadi biar sekalian lu tau, gue bisa naklukin elu..!"
"Kambing, jangan becanda bangsat!" Umpat Rio, sikap Jamal sedikit membuat jatung Rio berdebar ketakutan.
"Gue nggak pernah bercanda, gue buktiin sama elu," sorot mata Jamal menatap lurus mata Rio__sambil menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum miring.
Rio menelan ludahnya susah payah, saat melihat Jamal sudah naik ke atas ranjang.
"Jangan macem-macem, Jamaaal."
"Husst! Diem..!"