Yang dikatakan sama ibu Marta ternyata benar. Jamal hanya satu minggu saja mengalami mual, pusing dan tidak suka nasi. Walaupun yang dirasakan oleh Jamal sama persis dengan apa dikatakan sama ibu Marta, tapi Jamal cuek saja, dan menganggap semua itu konyol. Jamal yakin sekali tidak ada satupun wanita yang sedang mengandung anaknya.
Lagi pula apa yang ia alami adalah wajar, dan normal. Semua orang pasti pernah mengalami apa yang pernah ia rasakan. Bagi Jamal, yang dikatakan ibunya itu cuma lelucon yang tidak masuk akal.
Hari ini Jamal sudah bisa masuk sekolah, walaupun sebenarnya Jamal sudah memaksakan dirinya masuk sekolah sejak beberapa hari yang lalu, saat ia masih merasakan pusing dan mual. Tapi hari ini, satu minggu sudah berlalu. Keadaan Jamal sekarang sudah seperti sedia kala, jauh lebih baik dari satu minggu sebelumnya. Sehat, dan segar bugar. Bahakan ia mau menerima tawaran guru untuk menjadi pemimpin upacara yang akan dilaksanakan pada hari ini, yaitu hari senin__menggantikan petugas yang berhalangan karena sakit.
Seorang guru sengaja memilih Jamal lantaran postur tubuhnya yang tinggi besar, dan mempunyai suara lantang dan tegas. Cocok menjadi pemimpin upacara, walaupun otaknya tidak pintar.
Namun siapa sangka kalau ditunjuknya ia menjadi pemimpin upacara, membuat Jamal malah menjadi sombong dan besar kepala.
Berbeda dengan Jamal, yang sudah terlihat sangat sehat, namun tidak dengan Rio. Kondisi Rio belum bisa dikatakan membaik, ia masih selalu merasakan pusing, dan kadang mual. Apalagi jika ia tidak sengaja mencium aroma yang menyengat seperti, parfum, dan wewangian lainnya, ia langsung merasakan pusing dan berasa ingin muntah.
Namun meskipun begitu, hari ini Rio memaksakan diri untuk masuk ke sekolah. Sebagai anak paling pintar di SMA GLOBAL, Rio cuma tidak ingin ketinggalan mata pelajaran. Ia tidak mau prestasinya menurun, karena akan bisa berpengaruh dengan beasiswa yang sudah ia raih.
Jadi, meski sebenarnya ibu Hartati sudah melarang, akan tetapi Rio memaksa agar bisa tetap masuk ke sekolah.
"Yakin Ri, mau sekolah?" tanya ibu Hartati ragu.
"Iya bu, udah nggak se pusing kayak waktu itu kok," jawab Rio sambil mengaitkan tali masker di telinganya.
Rio sengaja memakai masker supaya tidak mencium aroma yang bisa membuatnya mabok. Maklum saja, Rio kan naik angkot, jadi akan berdekatan banyak orang nantinya.
"-kalo nggak sekolah nanti beasiswa ku gimana, bu?" lanjut Rio, setelah mulut dan hidungnya sudah tertutup masker.
Wajah lesu ibu Hartati menatap prihatin ke wajah anaknya, "tapi kamu masih pucet lho, Ri."
"Nggak apa-apa bu, aku cowok. Harus kuat." Tegas Rio.
Ibu Hartati menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum putus asa, lantaran tidak bisa membujuk anaknya. "Yaudah, hati-hati tapi ya, Ri."
Rio mengangguk, "ya, bu."
"Keysa...! Buruan kakak mu udah mau berangkat!" Teriak ibu Hartati. "Nanti ketinggalan angkot."
"Ya...!" balas Keysa dari dalam kamar.
"Bu, aku duluan deh, nggak mau bareng Keysa. Males bau parfumnya bikin eneg." ucap Rio sambil meriah pergelangan Hartati, lalu mencium punggung tangan nya, dan buru-buru berjalan ke luar rumah.
Ibu Hartati mengkerutkan kan kening, menatap punggung Rio yang sudah sampai di ambang pintu. Kemudian ia memutar tubuhnya, berjalan ke arah warung guna mempersiapkan keperluan yang akan ia bawa ke pasar.
"Afkaaar....!! Buruan mandinya! Nanti telat!!"
~โ~
"Ha... Ha...!"
Suara gelak tawa terdengar di sala satu meja yang ada di kantin sekolah. Sudah bisa ditebak rombongan siapa lagi yang selalu membuat brisik di kantin sekolah, kalau bukan rombongan Jamal. Meskipun yang mereka bicarakan tidak lucu, tapi tetap saja, mereka tidak puas kalau tidak tertawa berlebihan.
Walaupun masih pagi dan bel masuk belum berbunyi, tapi suasana kantin sudah terlihat lumayan ramai. Mereka para siswa sengaja pagi-pagi datang ke kantin untuk membeli sarapan nasi uduk, bagi siswa yang tidak sempat atau malas sarapan di rumahnya. Atau ada juga siswa yang sengaja yang nongkrong di kantin memanfaatkan menunggu jam masuk, untuk mengerjakan tugas__
Termasuk Jamal and the gang. Walaupun personil mereka belum semua kumpul, tapi tetap saja, meja yang sudah mereka kuasai selalu terlihat ramai.
"Tumben, Jems, hari ini lu rapih," komentar Andika saat menyadari penampilan Jamal tidak seperti biasanya. Hari ini baju seragam Jamal di masukan, dan dua kancing teratas yang biasanya dibiarkan terbuka, hari ini tertutup rapat. Bahkan Jamal juga memakai atribut sekolah seperti dasi dan juga topi__atribut yang sebenarnya sangat malas ia pakai.
"Iya, lah... gue kan dapet tugas jadi pemimpin upacara. Harus rapih..." jawab Jamal. Ia membenarkan posisi dasinya yang sebenarnya sudah rapih seraya berkata, "gimana? gue keren kan kalo rapih..." ucapnya.
"Keren sih, tapi nggak cocok," komentar Ruly, kemudian ia terbahak. "Lu nggak keliatan sangar, kalo rapi."
"Sialan lu," Jamal mendorong mundur kepala Ruly.
"Eh Jems, lu kan nggak latihan emang bisa lu jadi pemimpin upacara?" Tanya Andika Ragu.
"Halah, lebay amat pake latihan segala." jawab Jamal sombong. "Jadi pemimpin upacara tinggal modal teriak doang. Kecil. Kalian tau kenapa gue dipilih jadi pemimpin upacara?"
Teman-teman Jamal menggelang-gelangkan kepala, tanda mereka tidak tahu.
"-itu karena guru-guru tau, gue paling tegas di SMA Gelobal ini. Gue yang paling pantes." jelas Jamal.
"Jems, Rio tuh... udah masuk sekolah lagi," ucap Ruly yang kebetulan melihat Rio dan teman-temannya sedang duduk di salah satu meja, di dekat mereka duduk. "Tapi kayaknya cuma dia deh nganggep lu nggak ada apa-apanya."
Jamal memutar kepalanya, menoleh ke arah Rio dan kawan-kawannya menatap mereka dengan tatapan sebal. "Kalian nggak tau, dia udah pernah gue pake ampe mampus..." ucap Jamal di dalam hati.
"Belum, bentar lagi tuh anak juga bakal nyembah-nyembah depan gue." Jamal terlihat sangat percaya diri.
Sementara itu di meja yang bersebelahan dengan meja yang di tempati Jamal dan gangnya, ada Rio baru saja mendudukkan dirinya di sebuah kursi.
Rio dan teman-temannya sengaja datang ke kantin karena mereka tidak sempat atau malas sarapan pagi di rumah.
"Ri, lu yakin nggak mau sarapan?" tanya Heru yang sedang duduk tepat berhadapan dengan Rio.
"Enggak, nggak laper gue." Sebenarnya sebelum datang ke kantin ia sudah berencana membeli sarapan. Tapi setelah sampai di kantin tiba-tiba nafsu makannya hilang. Oleh sebab itu Rio hanya memesan jus mangga untuk mengisi perutnya.
"Lu kalo masih sakit kenapa makasain sekolah sih?" tanya Indah.
Rio menarik kebawah masker yang menutupi mulutnya. Kemudian ia menyeruput jus mangga menggunakan sedotan.
"Gue udah ketinggalan jauh pelajarannya." Ucap Rio.
"Lu kan pinter beby, pasti bisa ngejer," kata Smasul. Kemudian secara tidak sengaja ia melihat ke arah Jamal dan teman-temannya duduk. "Anjeeeer... itu si Jems kan?"
Ekspresi Samsul yang berlebihan saat menyebut nama Jamal yang berlebihan, membuat teman-temannya reflek menoleh ke arah yang ditunjuk Smasul. Kecuali Rio, ia merasa sangat malas melihat Jamal, menurutnya melihat jus mangga yang sedang ia aduk-aduk menggunakan sedotan jauh lebih menarik.
"-rapih amat sih, tumben. Tambah kiut aja kalo si Jems rapih. Jadi gemes deh.."
Setelah menyampaikan itu, Samsul mendaptkan hadia dorongan kepala dari Irawan. "Dasar, lu cowok abal-abal."
"Aduh, sakit..." keluh Samsul. "Lagi dong Wan, enak dorongan lu..."
"Najiss..." Irawan mencibir.
Beberapa saat kemudian secara tidak sengaja Rio menolehkan kepala ke sebelahnya. Ia melihat Indah yang tengah menikmati nasi uduk pesenannya. Tiba-tiba saja Ia merasa sangat ingin mencicipi nasi uduk yang sedang dimakan sama Indah. Menggunakan lidahnya Rio membasahi bibir bawah, lalu mengulum air liur yang langsung keluar dari mulutnya.
Kenpa kelihatan jadi enak sekali enak sekali uduk yang sedang dimakan Indah? padahal sebelumnya ia tidak terlalu suka dengan yang namanya nasi uduk.
"In," panggil Rio, yang membuat Indah menghentikan sarapannya lalu menoleh ke arahnya.
"Kenapa, Ri?" tanya Indah sambil mengunyah nasih uduk di dalam mulutnya. Membuat Rio berkecap-kecap semakin ingin merasakan nasi uduknya.
"Nasi uduknya enak, gue boleh minta?" tanpa rasa canggung dan menghilangkan gengsi Rio terpaksa menyampaikan keinginan nya. Dari pada air liur terus-terusan keluar, dan ia sangat tidak tahan.
"Tapi ini bekas gue, Ri," ucap Indah herena.
"Astaga Ri, kenapa lu bilang sih kalo pingin nasi uduk," serga Heru. "Lu nggak bawa duit? gue beliin."
"Nggak usah...!" cegah Rio yang membuat Heru membatalkan niatnya yang akan beranjak dari kursi. "Gue pinginnya ini aja bekas Indah. Boleh kan In?"
Senyum Indah mengembang, akhirnya Rio mulai respek dengannya. Pikir Indah. "Gue sih nggak apa-apa, tapi ini bekas gue. Beneran lu mau? atau gue beliin aja?" tawar Indah.
"Jangan, gue maunya bekas lu!" tegas Rio, yang membuat Heru diam seribu bahasa.
"Ya, udah..." Indah mendorong pelan piring yang berisi sisa nasi uduk, tepat di hadapan Rio.
Dengan bola mata yang berbinar Rio langsung menyantap nasi uduk yang sudah di hadapannya. "Gila In, nasi uduk bekasan lu enak banget!"
Melihat itu, Indah tersenyum simpul, sementara Heru hanya bisa mendengkus kesal. Sedangkan Irawan dan yang lain menatap heran ke arah Rio.
"Buat, elu!!"
Rio menghentikan aktifitasnya yang sedang mengunyah nasi uduk. Ia melihat uang pecahan lima ribu rupiah yang baru saja di letakan oleh sesorang. Mendongakan kepalanya, bola mata Rio melebar, dan mulut nya memicing saat melihat Jamal sudah berdiri sambil tersenyum meremehkan.
"Kasian banget sih lu, miskin amat beli nasi uduk aja nggak mampu. Nggak usah bilang makasih lima ribu nggak ada apa-apanya buat gue." ucap Jamal dengan gayanya yang sombong.
"Dih, percaya sih Jems, lu orang sugih..." ucap Samsul.
"Iyalah, gue sugih duit gue banyak," sombong Jamal kembali. Kemudian Jamal menurunkan wajahnya, mensejajarkan mulutnya dengan telinga Rio. "Itung-itung itu buat bayaran lu, udah pernah bikin gue enak..." bisiknya.
Setelah membisikan itu, Jamal berlalu meninggalkan Rio dan yang lainnya. Di ikuti oleh Adnika dan anggota gang lainnya.
Sementara Rio hanya bisa diam, ia belum mempunyai banyak tenaga untuk membalas perbuatan Jamal. Rio memang sengaja menyimpan semua perbuatan Jamal kepadanya. Alasanya selain ia akan malu karena sudah dilecehkan, Rio sedang memikirkan rencana sendiri untuk membalas dendam.
"Songong banget si tuh anak," komentar Indah setelah Jamal sudah keluar dari kantin.
"Iyalah, wajar orang sugih. Lu tau kan produk kecantikan yang terkenal itu? MARTATINAAR? itu kan punya nyokap nya dia." Ucap Samsul.
"Masaaak..." ucap Indah tidak perduli.
~โ~
Bel tanda masuk akhirnya berbunyi. Namun karena hari ini hari senin, sehingga murid-murid tidak masuk ke kelas masing-masing. Melainkan mereka berbaris di halaman sekolah untuk melakukan upacara bendara.
Beberapa saat kemudian terlihat para siswa sudah berbaris dengan rapih di halaman sekolah. Begitupun dengan Rio, meski sebenarnya ia masih merasakan pusing, namun ia tetap mengikuti upacara. Secara kebetulan ia berdiri di barisan paling depan, sehingga bisa melihat dengan jelas sosok Jamal yang baru saja memasuki lapangan upacara, lalu tetap berada di hadapannya. Hal itu membuat Rio memutar bola matanya malas.
Pada saat penghormatan kepada pemimpin upacara, Rio pun melakukannya dengan sangat malas.
Kepala Rio semakin pusing, perutnya tiba-tiba mual kembali saat melihat tingkah Jamal yang seperti dengan sengaja berlagak sok gagah di hadapannya.
Panas matahari membuat Rio mengerutkan wajahnya. Matanya menyipit menghalau sinar matahari.
"Ri, gue kan udah bilang, lu kalo nggak kuat, mending nggak usah ikut upacara." ucap Heru dengan lembut, wajahnya terlihat sangat panik.
Solanya dari awal upacara dimulai, hingga upacara sedang berlangsung, Heru melihat Rio selalu memijit kening dan selalu memegang perutnya.
"Mending ke kelas aja, yuk gue anter," bujuk Heru, sambil memijit pelan lengan Rio.
Rio hanya diam, telapak tangan kanan memijat keningnya yang berkerut, berdiri terlalu lama membuat ia terasa lemas. Menggunakan telapak tangannya Rio memijit pelipisnya, mulutnya meringis menahan rasa pusing yang semakin bertambah. Sementara telapak tangannya menekan perut yang tiba-tiba terasa melilit. Seperti ada benda bulat yang sedang berputar di dalam perutnya.
"Ri, elu nggak apa-apa kan?" Panik Heru kembali.
Menggit bibir bawahnya, Rio memejamkan mata. Rasa sakit di perutnya sangat benar-benar menyiksa, hingga ia sampai mengigit bibir bawahnya.
"SELURUH PASUKAN!!... ISTIRAHAAAT DITEMPAAAT GRAAAAK!!!..."
Suara lantang Jamal yang sedang memimpin upacara terdengar samar-samar di telinga Rio. Secara perlahan ia membuka matanya, namun pada saat mata terbuka, ia semkain pusing. Dunia seolah berputar, dan pandanngan mata menjadi berkunang-kunang.
Rio mencoba untuk kuat, namun rasa sakit diperutnya, pusing di kepalanya, membuat tubuhnya menjadi lemah. Hingga pada akhirnya...
Bruugh...!!
Rio menjatuhkan dirinya, dan tidak sadarkan diri.
"Ri....!" Panik Heru.
"Hah," Jamal reflek menoleh ke arah Rio yang sudah tergeletak di lantai.