Manik mata ibu Marta melirik tajam ke arah Jamal, sebuah lirikan yang mengisyaratkan bahwa ia butuh penjelasan dari Jamal, atas apa yang sudah dinyatakan sama dokter Mirna.
"Jamal, tolong kasih tau mama. Apa yang udah diceritakan sama dokter Mirna, itu benar?" tandas ibu Marta.
"Ma... mama orang berpendidikan, masak iya mama bisa percaya gitu aja kalo laki-laki bisa hamil," elak Jamal.
Ibu Marta membuang napas gusar, kali ini ia menatap Jamal dengan tatapan yang lebih tajam.
"Mama enggak peduli itu cowok bisa hamil apa enggak. Mama cuma pingin denger dari kamu. Bener enggak kamu pernah maksa Rio buat berhubungan seks lewat jalur belakang?" tandas ibu Marta yang membuat Jamal gugup celingukan.
"Aku... aku," merasa malu, Jamal tidak berani mengakui perbuatan yang pernah ia lakukan. Kemudian ia berdiri dari duduknya. Sorot matanya menatap kesal kepada Rio yang masih duduk dengan memasang wajah marah.
"Jawab Jamal....!!" bentak pak Tama.
Jamal menoleh ke arah pak Tama, seraya berkata. "Kasih aku waktu buat ngomong sama dia, pa." Kepala Jamal kembali menoleh ke arah Rio, "ikut gue, gue mau ngomong sama elu." ucapnya ketus.
Setelah menyampaikan itu, dengan wajah angkuh Jamal berjalan ke arah pintu ruang tamu.
Sedangkan Rio mengikutinya dari belakang, dengan langkah kaki yang terlihat sangat malas.
Setelah Jamal dan Rio sudah meninggalkan ruang tamu, ibu Marta mendengkus kesal. Menggunakan jari-jari lentik nya, ibu Marta memijit pelipis, sambil menyandarkan tubuh nya di sandaran sofa. Kedatangan tamu kali ini, benar-benar membuat kepalanya mendadak pening.
"Ayo, silahkan diminum dulu," titah pak Tama dengan sangat ramah kepada para tamunya.
Sementara itu di teras depan, Jamal sudah berdiri berhadapan dengan Rio. Ia melipat kedua tangannya di perut sambil menatap angkuh kepada Rio yang tidak kalah angkuh nya.
"Mau ngomong apa lu," ketus Rio memulai pembicaraan. Sedikitpun tidak ada rasa takut tergambar di wajah nya.
"Lu jangan ngada-ada ya, mana ada cowok hamil." Ucap Jamal, sorot matanya menatap selidik ke perut Rio yang masih terlihat rata.
"Gue nggak ngada-ngada, gue beneran hamil, dan ini anak lo." Tegas Rio.
"Gue nggak percaya, atau lo emang suka ama gue trus lo ngarang cerita buat ngejebak gue!"
"Najis! Denger ya seumur hidup gue nggak pernah ngebayangin buat nikah sama yang namanya cowok. Apalagi sampe hamil." Ucap Rio, kemudian ia menatap sinis kepada Jamal. "Sekalipun gue cewek, gue nggak sudi buat nikah sama lo." Tatapan mata Rio menatap remeh ke arah selangkangan Jamal yang masih terbungkus celana jeans. "Punya lo kecil."
Setelah mencibir Jamal, Rio memutar tubuhnya, berjalan kembali ke ruang keluarga, dimana keluarganya dan keluarga Jamal sudah menunggu di sana.
"Maksud lo apa kecil?" Protes Jamal sambil berjalan mengekor di belakang Rio.
"Emang! punya lu kecil, mana ada cewek yang mau." Jawab Rio sambil terus berjalan tanpa memperdulikan Jamal.
"Kecil apanya? Lo juga kesakitan kan, waktu itu." Telapak tangan Jamal meraih pundak Rio, menariknya kuat, hingga membuat Rio mengehntikan langkah, dan kembali berhadapan dengannya. "Lu lupa, lu pernah liat gue habis ngapain sama cewek di toilet. Itu baru satu, banyak cewek-cewek yang suka sama gue."
Mendengar kata-kata Jamal, Rio hanya memutar bola matanya malas, sambil menyingkirkan tangan Jamal yang masih mencengkeram pundaknya.
"-ternyata, jadi cowo cakep sekaligus sugih kayak gue, repot juga ya. Yang suka sama gue jadi bukan cuma cewek! Tapi cowok juga ada yang suka sama gue. Termasuk elu!" Lanjut Jamal sambil menujuk Rio menggunakan telunjuknya.
Walaupun yang dikatakan sama Jamal benar adanya__banyak cewek yang suka sama Jamal, tapi kesombongannya membuat Rio kembali memutar bola matanya, jengah. Astaga, kenapa ia harus bertemu dengan mahluk super pede sekaligus bego, seperti Jamal?
"Siapa bilang gue suka sama elu?" tegas Rio, dengan nada bicara yang terdengar sinis. "Gue masih normal, ngeliat muka elu aja gue pingin muntah!"
"Elu dateng ke rumah gue, terus ngarang cerita kalo lu hamil itu maksudnya apa? Hah?! Itu supaya gue mau tanggung jawab trus lu bisa deket terus sama gue kan? jangan ngimpi!" Maki Jamal sambil mendorong dada Rio hingga sedikit terhuyung.
"-Gue juga masih normal. Waktu itu mabok, gue juga terpakasa nglakuin itu. Astaga kenapa sih nyokap sama bokap gue nyetak gue ganteng nya sampe kebangetan. Gue juga kan yang repot, jadi dikejar-kejar sama elu." Lanjut Jamal masih dengan gayanya yang sombong, seperti biasa.
Sepertinya Rio sudah salah menuruti kemauan ibunya untuk datang ke rumah Jamal. Hasilnya ia jadi semakin muak mendengarkan kata-kata Jamal yang super sombong. Kapan sih, undang-undang membunuh manusia di halalkan? Rasanya Rio sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Ia benar-benar ingin melenyapkan Jamal dari muka bumi.
Jamal sudah berhasil menyulut amarah Rio sampai meledak-ledak. Kemudian Rio menarik baju di bagian leher, membuat jarak mereka menjadi sangat dekat, bahkan rapat. Jarak wajah juga tidak lebih dari dua centi.
"Denger gue, Jamaludin!!" ucap Rio dengan nada suara yang benar-benar ketus. "Gue dateng ke sini itu karena nyokap gue yang maksa. Sekalipun lu insaf ngemis-ngemis pingin tanggung jawab, gue nggak akan sudi!! Gue mending tinggal bareng kambing, dari pada sama manusia model kayak elu!! Dan gue cuma pingin lu ngaku kalo lu pernah sodomi gue, supaya lu dapet hukuman yang setimpal."
Mengerahkan seluruh kekuatannya, Rio mendorong tubuh Jamal__menjauh darinya, hingga membuat Jamal terhuyung mundur beberapa langkah.
"-Kalo lu bisa bebas dari hukuman karena lu sugih, gue yang bakal bikin perhitungan sama elu!" Lanjut Rio sambil menunjuk-nunjuk Jamal dengan jari telunjuknya.
Setelah puas melontarkan kata-kata kasar dengan bumbu nada pedas, tanpa memperdulikan Jamal, Rio kembali melanjutkan perjalanannya ke ruang keluarga Jamal, menemui ibu, dokter Mirna, dan kedua adiknya.
Berada di dekat Jamal sebentar saja membuat tekanan darahnya menjadi naik. Ia juga tidak mau mati sia-sia karena terkena serangan jantung dadakan.
Sementara Jamal, setelah berhasil membuat tubuhnya kembali seimbang__setelah didorong Rio, ia juga ikut masuk kembali kedalam rumah, dengan wajah angkuh dan langkah brutal.
Rio menghentikan langkahnya, ia berdiri mematung dengan jarak sekitar beberapa meter dari orang-orang yang masih duduk di ruang tamu milik keluarga Jamal. Wajahnya yang angkuh lambat laun berubah menjadi datar, keningnya mengrenyit saat ia melihat ibunya sedang merunduk sambil terisak.
"Ibuk kenapa nangis sih?" kesal Rio di dalam hatinya. Ia cuma tidak ingin keluarganya dianggap lemah oleh keluarga Jamal. Rio memasang indra pendengarannya, ia ingin tahu apa yang sedang dikatakan sama ibunya__sambil terisak.
Tanpa Rio sadari, Jamal juga sudah berdiri tepat dibelakangnya. Sama seperti Rio, wajahnya yang garang berubah datar saat melihat ibu Hartati terisak.
"Saya nggak tau nasip anak saya kedepannya nanti. Kalo orang-orang tau dia beneran hamil, pasti dia akan malu." ucap ibu Hartati ditengah isakkan nya.
Terlihat telapak tangan dokter Mirna, sedang mengusap-usap punggung ibu Hartati. Berusaha memberinya ketenangan.
"-kalo dia hamil, pasti dia nggak bisa sekolah. Trus nasip bea siswa nya gimana? pasti akan dicabut sama pihak sekolah," lanjut ibu Hartati.
Meskipun Rio kesal dengan ibunya yang harus menangis, tapi kata-kata ibu Hartati juga sempat membuat hatinya tersentu. Tanpa sadar air matanya mulai merembes dan membuat bola matanya sedikit berkaca.
Menggunakan punggung tangan, Rio buru-buru menyeka air matanya. Ia tidak ingin dianggap lemah lantaran ketahuan menangis. Tapi sayang, usahanya sia-sia. Di belakangnya, Jamal sejak tadi memperhatikannya.
Wajar sih kalo ibu Hartati merasa sedih. Bagaimanapun ia seorang janda, tanpa bantuan Rio mungkin ia akan kesulitan untuk membeayai kebutuhan sehari-hari. Ditambah kebutuhan Rio selama kehamilan. Lalu bea oprasi kelahiran Rio yang katanya sangat mahal setelah diberitahu oleh dokter Mirna. Setelahnya, ia akan butuh banyak biaya lagi untuk mencukupi kebutuhan si kembar.
Semantara nasib Rio setelah melahirkan juga sudah menjadi pikiran ibu Hartati.
"Rio dapet beasiswa sekolah di sana?" tanya ibu Marta.
"Kalo nggak dapet beasiswa, mana saya mampu buat bayar sekolah di SMA Global." jelas ibu Hartati. Menggunakan telunjuknya, ibu Hartati menyeka air yang sudah terkumpul di pelupuk matanya. "Buat uang jajan saja, Rio cari sendiri buka les private di rumah. Kalo dia hamil dia nggak akan mungkin bisa ngajar les lagi."
Setelah menyempaikan itu, ibu Hartati kembali terisak.
Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya ibu Marta hembuskan secara perlahan. Secara tidak sengaja ia menoleh ke arah dimana ada Jamal dan Rio sedang berdiri di sana.
"Jamal... Rio... kesini kalian!" Seru ibu Marta, yang membuat Jamal tersentak kaget.
Terlebih Rio, ia lebih tersentak setelah menyadari ada Jamal sudah berdiri di belakangnya, entah sejak kapan? Itu artinya, Jamal tau dong kalo ia menangis barusan?
Dengan langkah yang malas Jamal berjalan ke arah kursi tamu. Sementara Rio mengekor di belakangnya.
Bersamaan dengan itu, ibu Marta juga berdiri dari kursinya, lalu berjalan mendekati ibu Hartati dan dokter Mirna.
"Dokter Mirna, apa kamu yakin kalo hasil USG itu benar-benar valid." tanya ibu Marta setelah ia mendudukan dirinya di samping ibu Hartati.
Ibu Hartati kini berada di tengah-tengah antara ibu Marta dengan dokter Mirna.
Jamal dan Rio mereka masih berdiri, berdampingan, tanpa ada niat untuk duduk. Wajah mereka terlihat datar memperhatikan tiga wanita yang tengah bercengkrama.
"Saya yakin sekali, bu Marta." Tegas dokter Mirna. "Rio punya rahim meskipun dia laki-laki, dan ada dua janin di dalam perut Rio."
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya, ibu Marta hembuskan secara perlahan. Dokter Mirna benar-benar meyakinkan, sehingga ia sulit untuk tidak percaya. Kemudian ia menoleh ka arah Jamal yang masih berdiri bersama Rio.
"Jamal, sekarang jawab jujur, apa bener kamu yang bikin Rio hamil?" tanya ibu Marta.
Jamal hanya diam sambil memutar bola matanya malas.
"Jamal jawab...!" Seru ibu Marta.
Jamal hanya mendengkus.
"Kalo kamu enggak mau jawab jujur, mama berjanji enggak akan kasih kamu warisan sedikitpun!!" Ancam ibu Marta yang membuat Jamal merasa tercekik lehernya. "Sekarang mama tanya sekali lagi, apa bener kamu yang udah bikin Rio hamil?"
"Yah..." jawab Jamal malas sambil melemparkan pandangannya kemana saja.
Pengakuan Jamal sontak membuat pak Tama dan ibu Marta sangat terkejut. Ibu Marta membuang napas kasar seraya berdecak. Kemudian ia mengalihkan perhatiannya kepada ibu Hartati yang masih terisak.
Ibu Marta membuang napas lembut sebelum akhirnya menyampaikan sesuatu kepada ibu Hartati.
"Jenk, udah deh nggak usah nangis. Tolong jangan dibikin drama dan melow-melow gitu. Hidup di dunia nyata udah ribet, jadi jangan dibikin ribet," ucap ibu Marta sambil mengusap-usap punggung ibu Hartati.
"-Sekarang kita mikir simple aja deh, biar praktis. Gini, aku uda nggak perduli Rio itu laki-laki apa perempuan. Yang jelas sekarang dia hamil, anaknya Jamal." Ibu Marta menatap Rio dan Jamal secara bergantian, sebelum akhirnya ia melanjutkan. "Yaudah, kita nikahkan aja mereka, beres dan simpelkan?" Putus ibu Marta sambil mengedikkan bahunya.
"APA??!!"
Jamal dan Rio teriak secara bersamaan.