Bola mata Rio melebar, dadanya bergerak naik turun, napasnya mulai terengah. Ramaja malang itu sangat ketakutan, saat Jamal mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu.
"Babi, mau ngapain lu? Anjeeeng....! Lepasin gue bangsat!!"
Sekeras apapun Rio berteriak, Jamal sama sekali tidak menggubrisnya. Meski sekuat tenaga ia meronta, berusaha lepas, namun hasilnya sia-sia. Andika mengikat kedua kaki dan tangannya terlalu kencang. Yang ada, semakin ia bergerak, malah menimbulkan rasa sakit di setiap pergelangan yang terikat.
Setelah semua kancing baju terbuka, Jamal melempar kemejanya ke mana saja. Membuat tubuh kekarnya dapat ter ekspose sempurna.
"Jamal, jangan gila Jamal. Lu tuh sakit jiwa..." maki Rio dengan suara yang gemetar. Kali ini ia benar-benar ketakutan, hingga membuat bulukudug nya berdiri merinding.
"Lu bisa diem nggak sih?" kesal Jamal. "Kenapa?! lu takut. mana Rio yang pemberani, songong dan sombong itu? Huh."
"Lu ngiket gue, lu yang pengecut. Lu yang penakut, lepasin babi!" Meski sebenarnya tenaganya masih sangat lemas__efek mabuk. Tapi kelakuan Jamal mempu membuat ia berteriak, murka.
"Terserah lu mau maki gue apaan. Yang penting lu udah gue kuasain. Gue bebas berbuat apa aja sama lu. Kalo menurut gue hukuman buat lu terlalu enak. Gue sebenernya nggak sudi senjata andalan gue masuk lubang pantat lu. Tapi nggak papa deh, biar lu tau kalo gue bisa bikin lu tunduk sama gue."
Setelah menyampaikan itu, Jamal mengambil dompet di saku celana jeans bagian belakang. Terlihat ia seperti sedang mencari sesuatu di setiap selipan dompetnya. "Sial! Kondom gue abis." Jamal melemparkan dompet miliknya kemana saja, saat ia tidak menemukan benda yang ia cari.
Semantara Rio masih terlihat ketakutan, sambil menatap Jamal dengan tatapan yang membunuh.
Jamal terdiam, duduk bersimpuh sambil meletakan kedua telapak tangannya di atas pahanya yang kekar. Manik matanya menelusuri bagian tubuh Rio dari ujung kepala sampai ujung kaki. Terlihat ia seperti sedang memikirkan sesuatu.
Di lirik seperti itu, kening Rio berkerut, curiga. Ia berharap Jamal tidak akan melakukan hal konyol. Sumpah demi apapun, Rio tidak akan memaafkan Jamal jika itu sampai terjadi.
"Ohiya, lu itu kan cowok, nggak masalah nggak pake kondom. Lu nggak akan hamil." Senyum Jamal menyeringai, tatapan matanya menyipit, menatap intens wajah Rio. "Lu harusnya makasih sama gue. Lu tau, cewek-cewek ngantri pingin di masukin punya gue. Sekarang gue ikhlasin senjata kesayangan gue masuk ke pantat lu." Ujar Jamal tanpa beban.
Kata-kata Jamal membuat bola mata Rio semakin melebar, dan semakin merah. Demi apapun, kalau ada undang-undang yang menyatakan, bahwa membunuh manusia sudah di halalkan, maka Jamal lah orang yang pertama kali akan ia bunuh.
Dengan wajah ketakutan Rio terus saja meronta, berusaha melepaskan diri. Namun sayang hasilnya sia-sia. Tubuhnya juga masih terlalu lemas, akibat minuman keras.
"Siap-siap lu," ucap Jamal. Kemudian ia berdiri menggunakan kedua lututnya, sambil melepaskan kancing celana jeans.
"Anjeeeng...!! Gue teriak...!!" ancam Rio saat melihat Jamal sedang menurunkan celana jeans, berikut celana dalam.
Menarik sebelah ujung bibirnya, Jamal tersenyum menceng seraya mendesis. "Teriak aja, percuma. Lu tau? diskotik ini udah gue sewa khusus buat lu. Nggak akan ada yang bisa nolongin elu." Jamal melemparkan jeans berikut celana dalamnya ke lantai. "Duit gue banyak, semua bisa gue lakuin kalo gue mau."
"Plis Jamal, kasih gue hukuman lain aja." Rio terpaksa memohon, berharap Jamal bisa merubah pikirannya. Setidaknya itu lebih baik dari pada ia harus menerima pelecehan.
Tapi sayang, bukan Jamal namanya kalau harus merubah keputusan. Selain karena libidonya sudah naik__akbiat mabuk, menurut Jamal hukuman itu paling pantas untuk membuktikan kalau ia lebih kuat, lebih bisa membuat Rio tunduk.
"Sayangnya gue nggak tertarik," ucap Jamal. Dengan keadaan yang sudah telanjang bulat, Jamal beringsut, mendekatkan dirinya kepada Rio.
Beberapa saat kemudian, terlihat Jamal mulai melepaskan celana jeans milik Rio dengan susah payah.
"Jangan Jamal...!! Bangsaaat...!!"
Rio terus saja berteriak sambil meronta__membuat Jamal sedikit kesulitan melepaskan celana jeans milik Rio. Namun akhirnya, dengan kesabaran yang dimiliki Jamal, akhirnya ia bisa melepaskan sabuk yang mengikat jeans milik Rio.
Dengan senyum yang mengembang, Jamal menarik paksa jeans berikut celana dalam Rio sampai di bagian lutut. Sehingga milik Rio yang belum menegang__masih tertidur diantara bulu-bulu lebatnya dapat terlihat jelas.
Jamal menarik wajahnya, keningnya berkerut saat melihat kelelakian milik Rio. "Anjir, Punya lu gede juga," komentar Jamal, saat melihat ukuran milik Rio yang ternyata lebih besar dan lebih panjang dari miliknya, meskipun milik Rio masih anteng tertidur pulas diantara bulu-bulu lembut yang belum terlalu lebat.
Denga napas teregah, Rio mengangkat kepalanya, ia melihat tubuh kekar Jamal yang sudah telanjang bulat. Jamal tidak berbohong, pantas saja tadi Jamal mengatakan kalau miliknya besar. Ternyata milik Jamal ukurannya tidak lebih besar dari miliknya__meskipun sudah terlihat mengacung, dan keras. Panjangnya sekitar 16cm, dengan diameter tidak lebih besar pegangan sapu lantai.
Tapi kenapa Jamal terlalu percaya diri?
Demi apapun, Rio benar-benar merasa jijik melihat itu. Kalau saja kakinya tidak terikat, ia pasti akan langsung menendang milik Jamal sekuat-kuatnya.
Beberapa saat kemudian, terlihat Jamal melangkahkan kakinya, melewati sebelah kaki Rio, lalu duduk tepat di depan selangkangan Rio. Lantaran kedua kaki Rio yang terikat, membuat ia sedikit kesulitan melebarkan paha, membuka selangkahan Rio. Oleh sebab itu, Jamal mengangkat pinggang Rio, lalu mendudukan pantat Rio tepat di atas pahanya.
"Bagsaaaaaaaaat....!!" Teriak Rio saat ia merasakan ujung kepala penis Jamal menyentuh bokongnya. "Anjeeeeng, lepasin gue... jangan Jamaaaaal....!" Rio terus saja meronta, berusaha menjauhkan pantatnya dari penis Jamal.
Namun sekuat apapun ia meronta, rasanya sia-sia. Kedua kakinya terikat, tenaganya yang lemah tidak mampu mengalahkan tenaga Jamal.
Terlihat Jamal mulai melakukan aksinya. Tangan kanan memegang pinggang Rio__supaya tidak bergerak, sementara tangan kiri ia gunakan untuk memegang penisnya sendiri__mengarahkan ke arah lubang pantat milik Rio.
Dengan napas yang sudah memburu, Jamal mendorong pantatnya saat ia merasa ujung kepala penisnya sudah menempel pada bibir anus milik Rio.
Pada dorongan pertama, Jamal tidak berhasil memasukan miliknya kedalam lubang anus milik Rio. Ia kembali memegang miliknya, menempelkan pada bibir anus, lalu mendorong pantatnya, namun sayang ia gagal kembali, miliknya meleset dari lubang yang dituju.
Sementara Rio terlihat mendongakan kepala, mengigit bibir bawah sambil memejam kan mata. Dadanya naik turun, akibat ia sudah mulai terseguk. "Jangan Jamal," mohon Rio.
Namun sayang, Jamal sudah kalap, nafsuhnya sudah di ubun-ubun. Ia ingin segera menuntaskannya. Oleh sebab itu Jamal sama sekali tidak menghiraukan Rio. Ia semakin bersemangat, dengan susah payah berusaha memasukan miliknya ke dalam lubang pantat milik Rio.
Terlihat Jamal menggigit ujung bibir bawah, sorot matanya fokus menatap ujung penis yang ia tempelkan tepat di bibir anus, lalu mendorong kembali pantatnya. "Anjeer! Sempit amat sih?" Umpat Jamal saat dorongan pantatnya kembali gagal memasukan penisnya kedalam lobang anus.
Meski miliknya kecil, namun lubang Rio masih sangat rapet, ditambah pergerakan Rio yang terus meronta. Jamal semakin kesulitan. Tapi bukan Jamal namanya kalo menyerah sampai di situ saja. Ia masuk terus berusaha, berjuang agar bisa menggahi tubuh Rio.
Beberapa saat kemudian Jamal menemukan ide. Ia meludahi penisnya sendiri, lalu ia oleskan di seluruh batang kejantanannya. Ia juga memberikan ludah di bibir anus milik Rio. Setelah merasa sudah cukup licin, Jamal mengarahkan kembali penisnya hingga menempel di mulut anus, lalu mendorongnya.
Akhirnya, meski dengan susah payah, ditambah dengan napas yang memburu__akibat nafsu yang semakin bergejolak, sedikit-demi sedikit Jamal dapat menembus benteng pertahanan milik Rio.
"Aaaaaaaakkkkhh, Anjeeeeeeng...! Saakeeet...!!" Rio berteriak, memejamkan mata sambil mendongkan kepala saat seluruh batang penis Jamal memenuhi lubang anusnya. Butir-butir keringat terlihat sudah membasahi wajah gantengnya.
Begitupun dengan Jamal, ia mendongakan kepala, merasakan hangat bercampur nikmat saat penisnya terjepit oleh lubang yang masih sangat sempit. "Aaahhhk..." desah Jamal. Kemudian ia menyipitkan mata, sambil menarik sebelah ujung bibirnya__tersenyum miring, penuh kepuasan saat melihat wajah Rio yang sedang menahan sakit.
"Bangsaaaat...." jerit Rio. Kemudian ia memalingkan wajah, menggunakan lengannya untuk menutupi wajahnya.
Terlihat Jamal mengangkat pinggang Rio, lalu menggunakan kedua lengannya untuk mengangkat kedua paha Rio__ mencari posisi nyaman untuk penisnya yang sudah berada di dalam. Beberpa saat kemudian Jamal mulai menggerakan pinggulnya, memaju mundurkan pantatnya__menghasilkan kenikmatan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sementara Rio masih terus berusaha meronta, mengejangkan kakinya supaya bisa mengeluarkan penis milik Jamal dari dalam lubang anusnya. Namun sayang semua itu hasilnya sia-sia. Cekalan dan tekananan pantat Jamal terlalu kuat.
Senyum Jamal semakin menyeringai, saat melihat wajah Rio yang sedang merintih kesakitan adalah kepuasaan tersendiri baginya. Sambil tersenyum penuh kepuasan, Jamal semakin bersemangat dan semakin kuat menekan pantatnya__membuat penisnya semakin dalam berada di lubang, yang ternyata bisa memberikan rasa nikmat yang luar biasa.
Dorongan pantat yang terlalu kuat, membuat tubuh Rio bergerak, terhentak-hentak. Keringat dingin juga sudah membasahi tubuh keduanya.
Tiga puluh menit sudah berlalu, berbagai macam goyangan sudah Jamal lakukan. Rio sendiri sudah terlihat pasrah__akibat sakit dan kelelahan. Ia terkulai lemas, menikmati rasa sakit akibat benda tumpul yang mengesek, maju mundur di lubang anusnya.
"Akh... ahk... ahk..." Jamal selalu mendesah disetiap sodokkan kuat yang ia lakukan. Beberapa saat kemudian, Jamal merasakan aliran darahnya berdesir hebat. Seluruh tulang persendian mengejang, dan "aaaaaaakkkkh..... aaaakhhh..... aaaakh..." Jamal mendesah panjang, sambil menekan pantatnya kuat-kuat, mengeluarkan cairan kental berkali-kali dalam lubang anus milik Rio.
Jamal terdiam, dadanya bergerak naik turun, dan napasnya terdengar tidak beraturan karena rasa lelah. Sesekali ia masih menekan pelan pantatnya berkali-kali, mengeluarkan sisa-sia cairan kenikmatan.
"Aaaaakh..." desah Jamal saat ia mencabut, mengeluarkan penisnya dari dalam lubang anus milik Rio.
Beberapa saat kemudian ia menghamburkan tubuhnya yang masih berkeringat, tidur terlentang di samping tubuh Rio. Dengan senyum penuh kepuasan, Jamal menoleh ke arah Rio, melihat wajah Rio yang terlihat merah padam, meski ada air mata yang mengalir di ujung matanya.
"Huuuh..." Jamal membuang napas lega, sambil mengatur pernapasannya. "Gimana? Gue bisa kan bikin lu takluk." Senyumnya menyeringai, menatap penuh kemenangan remaja di sebelahnya.
Rio hanya diam, rahang tegasnya mengeras, dan mulutnya bergetar. Amarah besar tergambar jelas di raut wajahnya.