MOS, atau Masa Orientasi Sekolah. Adalah sebuah kegiatan yang umum dilaksanakan di semua sekolah, setiap awal tahun ajaran, untuk menyambut kedatangan para siswa baru.
Masa orientasi sekolah ini, sudah menjadi pemandangan yang lazim di semua sekolah, tiap dimulainya tahun ajaran baru. Baik itu sekolah negeri, maupun swasta. Oleh sebab itu sudah tidak heran lagi__setiap tahun ajaran baru, setiap paginya kita akan disuguhi pemandangan anak-anak sekolah memakai atribut unik, yang sudah ditetapkan oleh pantia MOS__yang biasanya dilaksanakan oleh siswa yang tergabung dalam Organisasi Siswa Intera Sekolah, atau OSIS.
Seunik, atau mungkin terkadang seburuk apapun atribut yang sudah ditentukan, para siswa baru diwajibkan tetap memakai atribut tersebut. Selama kegiatan MOS masih berlangsung tentunya. Karena jika tidak memakainya, maka panitia MOS atau yang biasa disebut Senior, akan memebrikan hukuman, bagi siapa saja yang melanggarnya.
SMA GLOBAL, seperti sekolah-sekolah yang lain, hari ini adalah hari pertama dilaksanakannya kegiatan MOS di sekolah tersebut.
Di halaman Sekolah SMA GLOBAL, sudah ramai dipenuhi murid-murid baru__memakai atribut unik, yang sudah ditetapkan oleh panitia pelaksana kegiatan MOS. Bagi anak laki-laki mereka diwajibkan memakai ember kecil__berwarana pink, untuk digunakan sebagai penutup kepala, atau topi. Ditambah dengan aksesoris lainya__yang pasti unik, juga harus mereka pakai.
Kemudian, untuk anak perempuan hanya cukup mengucir, atau mengikat rambut mereka__menjadi lima ikatan dengan posisi rambut harus berdiri ke atas, lalau di ikat dengan tali plastik__harus berbeda warna di setiap ikatannya. Seperti anak laki-laki, aksesoris yang unik juga wajib mereka pakai.
Meski terlihat seperti orang gila, tapi mereka terpakasa mau memakai atribut tersebut, lantaran tidak ingin mendapat hukuman dari para seniornya.
Terlihat beberapa panita sedang berjalan di tengah-tengah barisan para murid baru. Mereka akan mengecek kelengkapan atribut yang dipakai oleh para peserta MOS. Jika menemukan ada satu saja yang kurang, maka panitia MOS langsung memberikan peringatan.
Terlihat salah satu panita mendapati seorang anak laki-laki yang sama sekali tidak memakai atribut seperti anak murid lainya. Dengan langkah cepat, panita MOS tersebut menghampiri anak laki-laki yang begitu terlihat tenang__penuh percaya diri, meski ia tidak memakai atribut yang sudah diwajibkan.
"Eh... lu," tegur panitia MOS yang diketahui bernama Irawan, kepada anak yang tidak memakai atribut.
Yang ditegur memutar tubuhnya, bersitatap dengan Irawan.
Ekspresi wajah Irawan__yang mulanya terlihat sangat marah, berubah 180 derajat, mendadak ramah, nyalinya langsung menciut, saat mengetahui siapa anak laki-laki yang sudah melanggar peraturan.
"Jems," sapa Irawan kepada anak tersebut__yang ternyata sudah ia kenal dengan baik. "Lu, sekolah di sini?"
"Iya, kenapa?" Jawab Jamal sambil berkacak pinggang. Ia terlihat sangat santai, angkuh, dan tidak sedikitpun ada perasaan bersalah tergambar di raut wajahnya. "Lu Irawan kan?" Ternyata Jamal juga langsung bisa mengenali pantia MOS yang sudah menegurnya. "Lu jadi panitia MOS?"
"I-iya Jams," gugup Irawan.
Beberapa murid baru yang berdiri disekitar Jamal dan Irawan, menatap heran ke arah mereka berdua. Mereka heran lantaran anak yang tidak memaki perlengkapan MOS tidak mendapat teguran dari seniornya. Yang ada, justru sang senior malah terlihat takut kepada anak baru tersebut.
Wajar saja sih kalau mereka heran, lantaran melihat sang senior, seperti takut dengan sang junior. Mereka belum tahu, kalau si junior adalah ketua gang pada waktu mereka masih duduk di bangku SMP, dan satu kelas.
Lho kok bisa? Senior dan junior bisa satu kelas sewaktu masih SMP.
Tentu saja bisa.
Nama asli si junior adalah Jamaludin, lantaran ia tidak suka dengan nama yang sudah diberikan oleh kedua orang tuanya__alasan katro, norak atau kampungan. Oleh sebab itu, Jamal memaksa teman-temannya supaya memanggilnya dengan nama palsu, yaitu 'Jems'. Menurut jamal nama 'Jems' lebih terdengar kekinian, moderen, dan tidak bikin malu kalau ada yang memanggilnya di tempat keramaian.
Karena alasan takut, mereka__teman-teman Jamal dengan senang hati menuruti kemauan Jamal. Lagi pula tidak ada salahnya juga sih, toh sudah biasa anak jaman now suka mengganti nama dengan sesuka hati, supaya lebih terdengar gaul.
Selama ini hanya kedua orang tua Jamal yang berani memanggilnya dengan nama asli, meskipun Jamal selalu protes.
Jamaludin, adalah anak yang sangat tidak pintar, 'terlalu kasar kalau menyebut Jamal 'bodoh'. Lagi pula, wajahnya yang sangat ganteng, membuat teman-temannya merasa sayang kalau harus menyebutnya 'anak bodoh'. Jadi alasan kenapa Jamal dulunya pernah satu kelas dengan sang senior__sewaktu masih SMP adalah; karena otak Jamal yang memang sangat tidak pintar.
Parahanya__sewaktu masih SMP, Jamal pernah menjadi kakak kelas Irawan, kemudian menjadi satu kelas, lalu karena Jamal terlalu nakal, dan sangat tidak pintar, Jamal bertukar posisi, menjadi adik kelasnya Irawan. Sampai akhirnya, Irawan dan kawan-kawannya masuk SMA, dan sekarang Irawan sudah kelas 11, Jamal dengan terpaksa, harus diluluskan oleh pihak sekolah.
Terpaksa?
Iya Jamal terpaksa harus diluluskan, lantaran pihak sekolah merasa sudah tidak tahan lagi dengan kenakalan yang dilakukan oleh Jamal setiap harinya. Guru BK juga sudah lelah, bosan, memberikan bimbingan kepada Jamal.
Kalau mengikuti aturan yang berlaku, seharusnya Jamal masih harus tinggal di sekolah SMP. Orang tua Jamal juga meminta kepada pihak sekolah supaya jamal jangan diluluskan, kalau memang tidak memenuhi standar kelulusan. Tapi lantaran pihak sekolah sudah lelah dengan ulah Jamal, dengan terpaksa Jamal harus tetap diluluskan.
Orang tua Jamal hanya bisa pasrah, ia juga sudah paham, dan tahu seperti apa anaknya itu.
"Kok lu nggak pake atribut kayak yang lain sih?" Tanya Irawan, ia terlihat sangat hati-hati saat bertanya__lantaran takut dengan mantan ketua gang nya.
"Emang harus ya?" Ketus Jamal, "gue bukan yang lain, gue ya gue. Gue juga bukan orang gila yang harus make begituan. Kenapa? Lu mau hukum gue?" Ucap Jamal dengan nada yang menantang.
Tatapan mata Jamal yang tajam, membuat Irawan bergidik merinding. Irawan jadi teringat pada saat ia pernah melakukan kesalahan, lalu Jamal menghukumnya, dengan mengikat dirinya di kuburan semalam suntuk. Irawan merasa trauma, oleh sebab itu tubuhnya menjadi gemetaran.
"B-bukan gitu," gugup Irawan. "Gue sih nggak masalah, tapi gua cuma anggota panitia. Gue cuma kuatir kalo nanti ketua OSIS yang negur elu."
"Hems," Jamal mendesis, "takut amat, emang siapa ketua panitianya?"
"Gue!"
Seluruh pasang mata menatap pada sosok anak laki-laki, yang secara tidak langsung menjawab pertanyaan Jamal; bahwa dirinya adalah ketua panitia pelaksanaan kegiatan MOS tersebut. Dengan angkuh, ketua panitia sekaligus ketua OSIS__yang diketahui bernama Rio, berjalan mendekati Jamal, yang juga sedang menatap angkuh ke arahnya.
"Gue ketua panitianya."
Rio berdiri tepat di hadapan Jamal, dengan jarak tubuh yang tidak lebih dari tiga jengkal. Kepalanya sedikit mendongak, lantaran tubuh Jamal sedikit lebih tinggi darinya.
"Rio," ucap Irawan sambil menepuk pelan punggung Rio. "Gue mau ngomong bentar." Bisik Irawan, kemudian ia menyert Rio, menjauh beberapa langkah dari tempat dimana Jamal sedang berdiri.
"Ada apa?" Heran Rio, setelah Irawan berhenti menarik dirinya.
"Kalo boleh usul, mending kita kasih pengecualian buat dia deh. Soalnya lu belum tau siapa dia, lu jangan cari gara-gara sama dia. Gue takut lu kenapa-napa."
Peringatan dari Irawan membuat Rio menarik ujung bibirnya, tersenyum miring, meremehkan peringatan dari Irawan.
"Siapapun dia, gue nggak perduli. Peraturan tetep peraturan. Kalo ini dibiarin, yang lain nanti bakal ikut ngremehin kita."
"Tapi__"
"Udah nggak usah kuatir," ucap Rio memotong kata-kata Irawan. "Anak kaya gitu emang harus dikasih pelajaran. Biar pinter." Setelah menyampaikan itu, Rio memukul pelan pundak Irawan, kemudian ia berlalu, berjalan kembali mendekati Jamal.
"Rio!" Panggil Irawan, namun Rio mengabaikannya.
"Nama?!" Ketus Rio setelah ia sudah berada di posisinya yang semula. Berdiri tepat di hadapan Jamal dengan jarak yang sangat dekat.
"Lu nanyak gue?" Ucap Jamal tidak kalah ketus.
"Siapa lagi? Lu nggak liat mata gue lagi liat siapa? Atau lu nggak ngerti bahasa manusia?" Tegas Rio.
"Jems," jawab Jamal, gayanya masih seperti yang tadi, ketus. Bahkan ia tidak melihat ke arah yang bertanya.
Jawaban Jamal membuat Rio mengkerutkan kening, matanya menyipit, manatap name tag yang terjahit di seragam Jamal.
"Jamaludin!" Ucap Rio sambil menarik nama tag, pada seragam Jamal. "Lu minjem baju orang, atau emang nama asli lu Jamaludin?"
Jamal terdiam, ia malas menjelaskannya kepada Rio. Yang ia lakukan hanya mengabaikan pertanyaan Rio, dengan mengedarkan padangan pada sekitar.
"Oke, gue ngerti, nama Jems emang lebih keren dari pada nama asli lo, Jamaludin," Rio mencibir. "Tapi gue nggak mau panggil lu Jems, gua panggil lu Jamal." Tegas Rio.
Pernyataan Rio membuat mata elang Jamal melebar, jemarinya mengepal, rahangnya yang kokoh mengeras. Sepertinya Jamal memang harus memberitahu kepada Rio, tentang siapa ia sebenarnya.
"Jamal," ulang Rio dengan gaya meremehkan.
Untuk saat ini Jamal masih bisa mengajak hatinya untuk bersabar. Walapun nakal, tapi ia juga sadar bahwa dirinya adalah murid baru. Ia tidak ingin di hari pertamanya sekolah sudah terlibat dengan perkelahian. Tapi jauh di dalam hatinya, Jamal berjanji, setelah selesai MOS, Rio adalah anak pertama di SMA GLOBAL, yang akan menjadi korban kenakalannya.
"Oke, gue mau tanya kenapa lu nggak pake atribut MOS?" Tanya Rio.
"Kenapa gue harus ikut-ikutan pake kayak mereka? Kalian pikir gue orang gila. Pake begituan." Ujar Jamal.
"Jadi lo nganggep mereka orang gila?"
"Lu yang ngomong gitu, bukan gue!" Ucap Jamal meralat kalimatnya.
Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Rio hembuskan dengan pelan. Sepertinya ia sudah mulai paham siapa anak yang sedang ia hadapi. Ia membutuhkan tambahan ekstra sabar, untuk menghadapi anak seperti Jamal.
"Gue nggak mau berbelit-belit, karna lu udah ngelanggar peraturan di hari pratama, lu berhak dapet hukuman?" Putus Rio, mencoba memberi gertakan kepada Jamal. Tapi sayang, yang digertak tidak terlihat takut sedikitpun. Justru Jamal terlihat semakin menantang.
"Lu yakin mau kasih hukuman sama gue? Apa perlu gue kasih tau ke elu, kalo sekolah global ini, berdiri di atas tanah keluarga gue!"
Pernyataan Jamal membuat yang mendengar, harus menelan ludah. Mereka jadi menganggap wajar dengan sikap Jamal. Bisa dibayangkan, seperti apa kayanya keluarga Jamal. Jamal juga tidak sedang berbohong, keluarga Jamal adalah orang terkaya di daerahnya. Mungkin itu sebabnya Jamal ditakuti, selain dari bentuk tubuhnya yang tinggi besar.
"Kalo lu berani hukum gue, gue bakal bikin sekolah ini rata sama tanah!"
Ancaman Jamal kembali membuat yang mendengarnya menjadi bergidik merinding. Mereka sudah membayangkan, seperti apa buruknya hari-hari selanjutnya di sekolah SMA GLOBAL.
Tapi ketakutan itu sama sekali tidak dirasakan oleh Rio. Justru Rio menganggap itu adalah lelucon yang bodoh.
"Lu pikir gue takut sama ancaman lu, coba lu pikir pake otak, kalo beneran sekolah ini lu ratain. Gue nggak perlu jelasin, kalo lu pinter lu pasti ngerti." Tandas Rio.
Selain ketua OSIS, Rio anak paling pintar di SMA GLOBAL. Anaknya pendiam, tapi sekali ngomong kadang bikin pedas telinga. Rio anak yang tegas, rapih dan juga disiplin. Ia memang berasal dari keluarga yang pas-pasan, oleh sebab itu ia bertekad untuk rajin belajar suapaya bisa mengangkat derajat orang tuanya.
"Gue juga bisa ngancem lu, Jamal! Kalo lu nggak mau dihukum, gue bisa bikin petisi, semua anak-anak sekolah bakal ngasih tanda tangan buat ngeluarin lu dari sekolah ini. Dan gue bisa pastiin lu nggak akan diterima di sekolah manapun."
Meskipun miskin, tapi Rio punya prinsip, dan harus tegas. Setidaknya ia bisa lebih dihargai oleh orang-orang, walapun tidak mempunyai banyak uang.
Ancaman Rio sukses membuat Jamal sedikit menciut nyalinya. Oke, ini hari pertama ia masuk sekolah, ia harus banyak bersabar. Selain itu, meski ia sangat kaya dan nakal, Jamal juga ingin merasakan sekolah SMA seperti anak-anak lainya.
"Apa hukuman buat gue?"
Pertanyaan Jamal membuat Rio menarik ujung bibirnya, tersenyum miring penuh kemenangan.
"Karena ini hari pertama, hukumannya enggak berat. Badan lu gede, jadi gue kasih lu hukuman buat push up sebanyak dua puluh lima kali."
Mendengar hukumannya yang ringan, senyum Jamal mengembang. Jangankan dua puluh lima kali, lima puluh, atau bahakan seratus kali, Jamal mampu, enteng.
"-tapi gue duduk di atas punggung lu, pas lu lagi push up," lanjut Rio.
"Apa?!" Bola mata Jamal melebar.
Tbc