Rio dan teman-teman panitia, sedang berdiri di hadapan para peserta MOS atau murid baru. Kepada para peserta MOS, Rio akan mengumumkan bahwa ia akan memberikan hukuman kepada salah satu peserta yang sudah melanggar peraturan.
"Kalian semua denger, kita bakal ngasih hukuman buat siapa aja yang ngelanggar peraturan. Kita sengaja ngasih hukuman supaya kalian tau kalo yang namanya peraturan itu bukan harus dilanggar. Tapi harus dituruti. Nggak perduli yang ngelanggar itu anak orang kaya, anak jendral, anak polisi, anak mentri, atau anak persiden sekalipun, salah ya tetep salah. Harus dikasih hukuman. Nggak ada pengecualian, nggak ada toleransi, semua sama."
Rio berbicara dengan lantang, dan tegas__menggunakan alat pengeras suara. Ia berharap hukuman yang akan ia berikan bisa membuat para peserta MOS takut, atau lebih tepatnya taat.
Beberapa saat kemudian, terlihat Jamal sedang berjalan mendekati Rio, dan beberapa panitia lainya. Seluruh pasang mata langsung tertuju ke arah Jamal. Para murid baru menatap heran ke arah Jamal, yang terlihat begitu berani, lantaran sama sekali tidak memakai atribut, atau perlengkapan peserta MOS.
Tidak hanya peserta MOS yang merasa heran. Para panitia yang baru melihat penampilannya pun sampai menggeleng-ngelengkan kepala.
Penampilan Jamal hari itu, bisa dikatakan seperti kaka senior__tanpa atribut. Bahakan gayanya lebih berani dibanding kakak seniornya. Baju seragam tidak dimasukan, bagian lengan digulung__menampilkan otot pada lengan. Kemudian dua kancing baju teratas nya sengaja dibuka.
Lalu, entah tubuh Jamal yang memang besar dan sudah berotot, atau mungkin baju seragam nya yang di kecilkan, sehingga membuat bajunya terlihat ketat, saat menempel di tubuh Jamal. Lebih tepatnya seksi.
Tapi anehnya, penampilan Jamal justru membuat para murid cewek menjadi terpesona. Selain itu wajahnya memang sangat ganteng sih, wajar anak-anak cewek langsung tergoda meski baru pertama melihatnya.
"Namanya Jamal...!!" teriak Rio saat Jamal sudah berdiri tepat di sampingnya__dihadapan para murid baru.
Seperti biasa, darah Jamal mendidih, rahang tegasnya mengeras tiap kali nama aslinya disebut oleh orang lain. Rio adalah orang ketiga, setelah kedua orang tuannya yang berani memanggilnya 'Jamal'. Sepertinya Jamal memang benar-benar harus memebrinya pelajaran.
"-katanya SMA GLOBAL ini berdiri di atas tanah keluarganya." Lanjut Rio dengan gaya bicara yang mencibir. "Tapi walopun begitu, dia udah ngelanggar perturan. Jadi dia harus tetep dihukum." Lanjut Rio, ia berbicara dengan sangat tegas. Setelah menyampaikan itu, Rio menoleh ke arah Jamal yang sedang mengedarkan pandangan sinis, ke arah para murid baru. "Eh, lu. Udah siap sama hukuman yang gue kasih?"
Tanpa menjawab pertanyaan Rio, terlihat Jamal langsung membuka satu persatu kancing seragamnya. Setelah semua terlepas Jamal membuka baju seragamnya, lalu ia lemparkan ke arah Irawan, dan tepat mengenai wajahnya.
Melakukan push up, akan membuat tubuh nya berkeringat, Jamal tidak mau sergam putihnya menjadi kotor. Apalagi ada Rio yang akan duduk di punggungnya, kalau tidak lepas baju seragamnya akan menjadi lecek. Tidak hanya seragam putih, kaus singlet yang berwarna putih juga ia lepas__dilempar kembali ke wajah Irawan. Seragam dan singlet yang dilepas, membuat Jamal menjadi bertelanjang dada.
Manik mata Rio sekilas melirik tubuh telanjang dada, Jamal. Sempat mengagumi bentuk tubuh Jamal yang ternyata sudah terbentuk, dan proposional. Kagum bukan karena ia menyukai tubuh Jamal, melainkan lantaran Jamal baru masuk kelas sepuluh, tapi tubuhnya sudah sebagus itu. Rajin fitnes kah? Pikir Rio. Selain itu Rio juga belum tahu, kalau seharus Jamal sudah menjadi kakak kelasnya. Tapi sayang, Jamal sangat tidak pintar.
Ternyata, kekaguman itu tidak hanya dirasakan oleh Rio. Banyak murid-murid lain yang juga terpesona__sampai harus menelan ludah, saat melihat tubuh telanjang Jamal. Terutama murid-murid perempuan.
Terlihat Jamal mulai melakukan pemanasan sebelum ia melakukan hukumannya. Beberapa saat kemudian Jamal menjatuhkan tubuhnya dengan posisi push up.
"Hukuman buat dia, push up dua puluh lima kali. Tapi gue naik di atas pungunggungnya." ucap Rio sambil mengedarkan pandangannya ke arah peserta MOS. "Kalian yang ngitung."
Setelah menyampaikan itu, Rio berjalan mendekati Jamal yang sudah tengkurap di lantai. Dengan sangat hati-hati mulai duduk di atas punggung Jamal.
Beberapa siswa dan siswi menggigit bibir bawah, sambil mengerutkan kening. Mereka tidak yakin kalau Jamal akan mampu melakukannya. Karena meski tubuh Jamal sedikit lebih besar, tapi tubuh Rio juga tidak bisa dikatakan kecil. Rio juga memiliki postur tubuh yang proposional. Selain itu Rio anak yang pekerja keras, sehingga ia memiliki tubuh yang tidak kalah berotot dari Jamal.
Sesaat kemudian, terlihat para murid mulai merapatkan barisan. Mereka ingin melihat lebih dekat aksi Jamal yang akan melakukan push up, dan ada Rio duduk di atasnya.
Mulut Jamal meringis, menahan beban tubuh Rio yang lumayan berat. Dengan kekuatan yang ia punya, Jamal mulai menggerakan kedua tangan naik turun. Bersamaan dengan itu, suara hitungan mulai terdengar secara serempak.
"Satu... dua... tiga..."
"Sepuluh... sebelas... dua belas... tiga belas... empat belas..."
Di hitungan ke lima belas, Jamal mengehntikan aksinya. Ia mulai merasa kelelahan dan hampir tidak sanggup melanjutkan. Tubuhnya dan wajahnya juga sudah di bahasi dengan keringat. Dari ekspersi wajah Jamal, ia terlihat benar-benar kelelahan. Wajahnya berkerut, mulutnya meringis dan napasnya mulai tersenggal.
"Udah, kalo nggak kuat jangan dipakas." cibir Rio. Sebenarnya ia juga merasa kagum, lantaran Jamal sudah berhasil melakukannya sampai lima belas kali.
Sementara itu para murid-murid cewek mulai merasa iba, hingga menggit bibir bawah dan mengerutkan kening. Tapi banyak juga yang merasa kagum dengan kekuatan Jamal.
"S-sory, nyerah nggak ada dalam kamus hidup gue," ungkap Jamal dengan susah payah, akibat menahan beban.
Menarik sebelah ujung bibirnya, Rio tersenyum sinis. Meragukan kemampuan Jamal.
Tapi bukan Jamal namanya kalau harus menyerah. Dengan sisah tenaga yang ada, Jamal mulai melanjutkan push upnya, meski dengan susah payah. Namun kali ini pergerakan nya lebih lambat dari sebelumnya.
Suara hitungan juga sudah mulai terdengar secara bersamaan.
"Dua puluh.... dua puluh satu.... dua puluh dua.... dua puluh tiga.... dua puluh empat__"
Di hitungan ke dua puluh empat, Jamal mengehntikan push upnya. Begitu juga dengan suara hitungan dari para murid-murid. Suasana mendadak hening, dan semua semua mata menatap bengong, sekaligus cemas saat melihat Jamal seperti kehabisan tenaga.
Tubuh Jamal seperti di siram air hujan, basah karena keringat yang terus mengalir bercucuran. Telapak tangan Rio sampai merasakan licin saat mencekal pundak Jamal.
Beberapa saat kemudian, terlihat mulut Jamal meringis, lalu dengan mengumpulkan seluruh tenaga, melanjutkan push up yang tinggal satu hitungan lagi. Beberapa detik kemudian terdengar suara jeritan Jamal sering dia mengangkat tubuhnya. Melanjutkan hitungan ke dua pulauh lima.
"Dua... puluh... lima..." suara serentak kembali terdengar dari para murid-murid, setelah Jamal berhasil menyelesaikan hukumannya. Tepuk tangan yang meriah juga mereka peruntukan khusus untuk Jamal.
Namun beberapa saat kemudian.
Brugh....!
Jamal menjatuhkan tubuhnya, membuat suasana kembali hening, lantaran Jamal tidak berkutik.
"Jamal...!" Panik Rio.