Saat itu adalah Malam hari yang sangatlah tenang, disinari cahaya rembulan yang begitu terang menderang dimalam itu.
Disebuah rumah besar yang terletak di pinggir kota Naples, Silvia kecil yang baru saja selesai mandi dimalam hari untuk membersihkan tubuhnya, sedang dimanjakan oleh Ibu tercintanya yaitu Alice Sapphira. Rambutnya yang masih setengah basah sedang disiri oleh Ibunya dengan perlahan penuh kasih sayang agar tidak merusak rambut kuning keemasannya yang indah itu.
Alice Sapphira sendiri adalah istri dari salah satu keluarga terhormat yang merupakan salah satu pengusaha terkaya di negri itu, ia merupakan istri dari Aria Sapphire.
Keluarga Sapphire itu sendiri merupakan keluarga yang sudah sangat lama dihormati oleh masyarakat Italia, terlebih lagi di kota Naples itu sendiri. Mereka merupakan salah satu keluarga yang sangat berpengaruh terhadap kepemerintahan di negara itu. Aria Sapphire adalah keturunan ke-15 dari keluarga tersebut, ia merupakan anak dari Del Sapphire, seseorang yang cukup berpengaruh terhadap perang besar beberapa tahun yang lalu.
Semenjak meninggalnya Del Sapphire akibat gugur didalam perang, Arialah yang mengambil alih sebagai kepala keluarga Sapphire yang ternama itu. Keluarga Sapphire memiliki ciri khas yang sangat unik, yang selalu bisa membuatnya sangat mudah dikenal oleh siapapun. Yaitu ciri khas mata biru mereka yang seperti kilauan cahaya batu safir yang begitu indah.
Aria menikahi Alice Sapphira sekitar kurang lebih 9 tahun yang lalu, mereka dipertemukan oleh sebuah bisnis keluarga yang melibatkan mereka berdua. Alice Sapphira sendiri adalah seorang wanita cantik berparas bak model dengan rambut panjang kuning keemasan serta mata hijau berkilau layaknya batu emerland. Sementara Aria, layaknya seperti para keturunan keluarga Sapphire yang lainya, ia mewarisi mata indah berwarna biru layaknya kilauan batu safir. Selain itu, ia memiliki tinggi yang cukup tinggi yang kurang lebih sekitar 182 cm, ia juga memiliki badan yang cukup proposional untuk laki-laki seumuran dirinya.
Mereka berdua benar-benar terlihat sempurna, pasangan yang benar-benar terlihat sangat cocok satu sama lainya. Kecantikan dari Alice pun menurun kepada anaknya yaitu Sivlia Sapphire, rambut panjang kuning keemasannya menurun kepada Silvia kecil, sedangkan mata biru seindah kilauan batu safir yang Silvia kecil miliki itu sudah pasti turunan dari sang ayah, yang merupakan kepala keluarga Sapphire.
Dimalam itu Silvia sangatlah bahagia dengan apa yang ibunya lakukan kepadanya, meski itu adalah kegiatan rutinnya, namun kehangatan yang diberikan oleh ibudanya adalah hal yang membuatnya sangatlah bahagia.
Seraya rambutnya disisir, Silvia menyempatkan diri untuk melantunakan nada-nada indah dari mulutnya seraya menggerak-gerakan kakinya yang kecil mungil itu, semua itu ia lakukan karna ia ingin menunjukan bahwa dirinya sedang dalam keadaan yang sangat bahagia.
"Kamu benar-benar terlihat senang Silvia." Seru Alice seraya menunjukan senyuman tulus seorang ibu kepada anaknya.
Silvia kecil pun membalas senyuman tulus itu, dengan senyuman lebar nan manis miliknya sampai-sampai matanya terpejam karna senyumannya. "Ya!" Ucapnya seraya mengangukan kepalanya dengan cukup kuat.
Ditengah malam yang tenang yang disinari cahaya terang rembulan, tiba-tiba saja terdengar suara petir yang sangat lantang dari dalam kediaman itu, yang membuat Silvia dan juga Alice terkejut bukan main. Silvia kecil yang benar-benar sangat terkejut saat itu, seketika berbalik badan dan memeluk erat ibunya karna ia sangat ketakutan. Lalu kemudian terdengar suara bisikan dari dalam kamar tersebut. "Bu... aku takut!" Bisik Silvia kecil seraya terus memeluk erat ibunya itu.
Wajah Silvia kecil itu dipenuhi keringat dingin yang mengalir deras pada wajahnya, itu menunjukan begitu takutnya ia. Detak jantungnya pun berdegub sangat cepat akibat kejutan yang diberikan suara lantang petir tersebut.
Melihat anaknya yang begitu ketakutan, Alice pun kemudian mengelus-elus rambut anaknya itu seraya berkata. "Cup... cup... tidak apa-apa Silvia, ini hanya suara petir biasa, bukankah kamu tidak pernah takut dengan petir ?" seru Alice seraya tersenyum lebar guna menghibur anaknya yang sedang ketakutan itu. "Lagipula kamukan seorang dengan elemen Listrik, petir tidak akan membahayakanmu Silvia." Ucap Alice yang berusaha menghibur Silvia kecil dengan senyuman tulusnya.
Setelah itu kemudian Alice memandangi langit-langit kamar anaknya tersebut. Disaat itu Alice memang benar-benar merasa cemas sekaligus kebingungan. Ia bingung tak biasa-biasanya anaknya merasa takut terhadap suara sambaran petir, terlebih karna anaknya adalah seorang dengan elemen Listrik sama seperti dirinya, pasti hal tersebut seharusnya tidaklah membuatnya takut. Alice merasa cemas, seakan-akan seperti Silvia dan dirinya tahu bahwa akan ada sesuatu yang buruk menimpa mereka, yang ditandai oleh suara dentuman petir tersebut.
Tak lama, suara dentuman petir kembali terdengar, namun kali ini suaranya terdengar berulang-ulang kali, yang mana itu semakin membuat Alice berpikir bahwa memang sedang terjadi sesuatu yang buruk diluar sana, begitupula Silvia kecil yang semakin merasa ketakutan, dan semakin erat memeluk ibunya itu.
Tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki yang sangat cepat, seperti seseorang yang sedang berlari tergesa-gesa dari balik pintu, Alice yang merupakan seorang dengan elemen Listrik, secara reflek mengepalkan tangan kanannya dan mengumpulkan energi Listrik didalam tubuhnya dan memusatkannya kepada kepalan tangan kanannya tersebut, lalu ia mengarahkan kepalan tanganya yang sudah berisi banyak energi Listrik itu kearah pintu masuk kamar tersebut, lalu ketika pintu itu terbuka secara sigap Alice langsung melepaskan energi Listrik yang telah ia kumpulkan itu tepat kearah pintu yang telah terbuka tersebut. "Lightning Burst!!!" Teriak Alice seraya melepas bulatan energi Listrik tersebut.
Melihat kumpulan energi Listri melayang kearahnya, laki-laki yang baru saja menampakan diri dari balik pintu itu, dengan sigap menghindari serangan yang bergerak sangat cepat itu.
"Apa yang kau lakukan Alice !" Teriak pria tampan itu menegur Istrinya yang melayangkan kumpalan energi Listri itu kepadanya.
"Kamu ?!" teriak Alice yang sangat terkejut, mengetahui orang yang hampir saja ia serang itu adalah suaminya sendiri. "Apa yang sedang terjadi diluar sana Aria ?!" Tanya Alice panik.
Aria lalu segera berlari menghampiri istri serta anaknya itu, lalu dengan sigap Aria mengambil Silvia dari pelukan Alice dan lalu mengendongnya. "Kita diserang oleh seseorang, seseorang yang kuat, ia menggunakan elemen Listrik hijau!" Jawab Aria yang terlihat juga sangat panik.
"Listri Hijau katamu ?!" cetus Alice yang sangat terkejut mendengar hal itu. "Bukan kah itu sangatlah langka, bagaimana bisa seseorang seperti itu menyerang kita yang tidak ada hubunganya dengan peperangan dan politik?!"
"Aku tidak begitu mengerti Alice, namun yang terpenting sekarang kita harus melindungi Silvia, ia tidak boleh mati disini." Teriak Aria yang sudah bersiap-siap pergi meninggalkan ruangan itu.
"Bukankah kita masih memiliki 100 penjaga untuk menangkapnya Aria, kenapa kita harus lari ?"
Aria lalu menelan air liurnya, ketakutan mulai terpancar dari wajahnya itu. "Seandainya saja semudah itu Alice," seru Aria dengan nada suara yang sedikit bergetar ketakutan. "Sudah hampir setengah penjaga yang kita sewa, telah dihabisi oleh orang tersebut!, jadi tidak ada pilihan lain untuk kita selain lari darinya." Mendengarkan fakta tersebut membuat Alice, tersungkur ketakutan, rasa takutnya memuncak ketika ia melihat wajah anaknya yang pucat ketakutan.
"Kalau begitu, ayo kita pergi dari sini, dengan kecepatanku kita mungkin bisa mencapai pusat kota dengan cepat, dan aku yakin jika sudah sampai disana, orang itu tidak akan berani mengejar kita," seru Alice seraya menjulurkan tangan kanannya. "Cepat pegang tanganku Aria!" Cetus Alice serius.
Aria pun lalu dengan sangat sigap langsung memegang tangan Alice, namun beberapa detik sebelum Alice mengeluarkan energi Listriknya untuk berlari keluar rumah dengan kecepatan Petir yang ia miliki, tiba-tiba saja sebuah kilatan Petir hijau berbentuk mata pisau yang bergerak sangat cepat melayang kearahnya dan dengan sangat tepat Petir hijau yang berbentuk seperti mata pisau itu mengenai tubuh Alice.
Seketika Alice pun terpental cukup jauh dan merasa sengatan Listrik yang luar biasa hebat saat itu juga.
"Hm... Argh!!" Teriak Alice kesakitan akibat serangan energi Listrik yang mengenai dirinya tersebut.
Aria yang melihat istrinya tersungkur oleh kilatan Petir hijau itu pun terkejut bukan main. "Alice!!!" tariak Aria yang dengan sigap berlari menuju tempat isrinya terkapar tersebut. Seraya melihat kondisi Alice yang terkapar dengan tatapan sedih Aria lalu menurunkan Silva yang sedang digendongnya, lalu setelah itu dengan menggunakan kedua tanganya ia mengumpulkan energi air ditanganya.
Tanganya pun lama-kelmaan mulai memancarkan cahaya berwarna biru terang seperti batu safir, ia menggunakan teknik penyembuhan untuk menyembuhkan luka yang diderita oleh istrinya tersebut. "Apa kau tak apa-apa Alice ?" Tanya Aria seraya terus melakukan teknik penyembuhan kepada Alice.
Namun ditengah semua ketegangan itu, tiba-tiba saja terdengar suara tepukan tangan yang cukup keras dari balik pintu masuk kamar Silvia kecil itu. "Wah, wah, wah... sungguh acara telenovela yang dramatis, aku sangat terharu." Ucap laki-laki muda tampan yang berbadan cukup besar yang mana disekujur tubuhnya dialiri energi Listrik berwana hijau, yang terus menerus menimbulkan efek bunyi petir 'tzeet tzeet tzeet' tiada henti.
Aria lalu memandangi pria tersebut dengan penuh dendam, layaknya seseorang yang ingin sesegera mungkin menghajar orang seseorang. "Sialan kau, sebenarnya apa maumu ?!" Keluh Aria berteriak kepada laki-laki berrambut hijau yang tampan itu.
Lalu pria berambut hijau itu pun malah semakin tertawa mendengarkan ocehan yang keluar dari mulut Aria itu. "Sejujurnya aku kesini hanya untuk mengambil sesuatu yang seharunya bukan milikmu saja, namun melihat banyak orang lemah berkumpul di satu rumah yang besar seperti ini, hasratku untuk membunuh kalian semua pun muncul dengan sendirinya, hahaha." Seru pria berambut hijau tersebut dengan diiringi tawa kegilaan dirinya.
"Sesuatu yang tidak seharusnya menjadi miliku, apa yang kau maksud ?!"
Sebelum menjawab perntanyaan Aria tersebut, pria berambut hijau itu pun kemudian tersenyum menyeringai memandangi Aria. "Electro Blade, sebuah senjata legendaris yang dapat menghasilkan petir merah yang langka dan menakutkan." jawab Pria berambut hijau itu menjelaskan.
"Dikatakan, orang yang tidak memiliki elemen Listrik pun dapat dengan mudah mengeluarkan Petir merah dari senjata itu, coba kalian bayangkan jika aku yang hebat ini memiliki pedang tersebut ?" lanjut Pria berambut hijau itu. Lalu Pria berambut hijau itu kembali tertawa layanknya seorang manik.
"Buahahaha, pasti akan sangat menyenangkan bukan ?!"
Lalu tanpa basa-basi setelah mengucapkan tujuannya itu, Pria berambut hijau itu denga sangat cepatnya berlari menuju kearah Aria, dan dalam hitungan detik ia sudah menaruh tombak Petir hijau tepat di dada Aria, lebih tepatnya menusuk jantuk Aria.
Seketika mulut Aria mengeluarkan banyak darah, dadanya yang tertancap oleh Petir hijau itu pun tak kalah banyak mengeluarkan darah. Dan dalam hitungan detik, Aria pun langsung tersungkur di tanah seraya mengeliat kesakitan akibat kejutan listri yang dihasilkan oleh Petir hijau yang masih terus menempel di dadanya itu.
Melihat Aria yang tertusuk dan mengeluarkan darah, serta tersungkur di depan matanya, Alice pun seketika berteriak menagisi hal tersebut sekuat tenaganya. "A-A-Ariaaa...!!!" Teriak Alice sedih.
Sementara itu Pria berambut hijau yang sedang berdiri dekat dengan kepala Alice itu justru terlihat begitu senang dan puas melihat hal tersebut. "Hahaha, benar-benar drama yang menarik, aku sangat suka ini."
Alice yang terlihat masih memiliki tenaga untuk berdiri pun, perlahan berusaha sekuat tenaga untuk berdiri dihadapan Pria berambut hijau itu."Be-berani-beraninya kau melakukan ini kepada suamiku !"
"Wah... kau masih bisa berdiri rupanya. Hebat, aku akui semangatmu, akan tetapi lebih baik jika kau tetap tersungkur di lantai saja." Cetus Pria berambut hijau itu. Seketika secara cepat dalam hitungan detik, Pria berambut hijau itu megeluarkan tendangan kilatan petir hijau kearah Alice. Atau lebih tepatnya ke wajah Alice.
Alice yang bahkan untuk berdiri saja sudah sulit untuknya, sudah pasti tidak dapat menghindari tendangan kilatan super cepat itu, alhasil tendangan dengan kekuatan besar itu tepat mengenai wajahnya, yang membuat ia untuk sekali lagi terpental cukup jauh. Alice pun seketika tidak sadarkan diri saat itu juga.
Lalu setelah itu, dengan tatapan kosong Pria berambut hijau itu melangkah maju kearah tubuh Aria yang masih meringkih kesakitan dan berusaha untuk tetap hidup meski Petir hijau itu menancap ditubuhnya. Aria bisa bertahan hidup berkat jurus healnya yang ia buat dari mineral-mineral dalam sekujur tubuhnya, selagi masih ada mineral dalam tubuhnya, ia bisa menyembuhkan dirinya, meski dengan luka sefatal itu sekali pun.
Sekali lagi, Pria berambut hijau itu memandangi Aria dengan tatapan kosong. Ia merasa muak dan bosan dengan segala usaha yang dilakukan oleh Aria, karna ia merasa itu adalah tindakan sia-sia saja. Lalu dengan tatapan wajah kosong, dengan tanpa belas kasih, Pria berambut hijau itu menginjak-injak Aria, sampai Aria berdarah-darah. Bukan hanya diinjak-injak saja, melainkan juga ditendang hingga terguling tubuh Aria berkali-kali. Bagi Pria berambut hijau, melakukan itu semua adalah kesenangan yang luar biasa, itu semua layaknya sebuah olahraga baginya. Mudah dan menyenangkan.
Silvia kecil yang melihat kejadian mengerikan itu semua terjadi kepada kedua orang tua yang amat ia sanyangi hanya bisa terdiam ketakutan. Ia bahkan sampai tidak bisa menggerakan tubuhnya karna begitu ketakutannya, jangankan untuk bergerak, untuk mengeluarkan suara saja ia tidak mampu.
Lalu dengan tatapan tajam mengerikan, Pria berambut hijau yang telah merasa bosan melihat Aria yang telah puas ia habisi itu kemudian mengalihkan pandanganya, ia mengalihkan pandangnya kearah Silvia kecil yang sedang terdiam seraya menangisi kedua orang tuanya.
"Sungguh menyedihkan... karna begitu tidak bergunanya dirimu, aku sampai-sampai lupa bahwa kau ada disini bocah kecil." Sahut Pria berambut hijau itu seraya perlahan mendekati Silvia.
Silvia yang sangat ketakutan itu tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya terdiam menunggu Pria berambut hijau itu mendekati dirinya. Pada dasarnya ia ingin sekali melarikan diri dari sana, namun apa daya, kakinya seakan lumpuh! Ia tidak dapat menggerakan kakinya atau pun bagian tubuhnya yang lain. Yang hanya bisa ia lakukan hanyal menangis seraya terus mengeluarkan air mata yang sudah sangat banyak membasahi pipinya yang imut itu.
Lalu setelah Pria berambut hijau tersebut berada dihadapan Silvia, tanpa basa-basi Pria berambut hijau tersebut melayangkan sebuah tendangan kearah perut Silvia yang sedang terduduk diam memandangi dirinya dengan tatapan seorang yang penuh akan ketakutan, layaknya seperti melihat hantu.
"Liat apa kau bangsat!" Tukas Pria berambut hijau itu seraya menendang perut Silvia sekencang mungkin.
Karna tendangan itu cukup kencang, alhasil membuat Silvia terpental kebelakang, dan tersungkur dilantai. Akibat tendangan itu dari mulutnya Silvia mengeluarkan air liur tiada henti, bersamaan dengan air matanya. Silvia kecil benar-benar merasa sangat kesakitan, ingin rasanya ia berteriak minta tolong, namun karna ia tau bahwa tidak akan ada yang bisa menolongnya saat itu, maka dari itu Silvia hanya terdiam meratapi nasibnya yang ia pikir akan segera berakhir saat itu juga, sama seperti apa yang akan terjadi kepada kedua orang tuanya.
Pria berambut hijau itu pun berjalan perlahan menghampiri Silvia, setelah itu ia pun memegangi rambut panjang kuning keemasan milik Silvia, dan menariknya dengan sangat erat keatas.
"Melihatmu yang begitu amat lemah membuatku berpirkir, betapa menyesalnya kedua orang tuamu telah melahirkan manusia tidak berguna seperti dirimu ini," seketika Pria berambut hijau itu langsung menampar wajah Silvia dengan sangat keras. "Lihat dirimu, jangankan menyelamatkan nyawa kedua orang tuamu, bahkan kau pun takkan sanggup melindungi mayat kedua orang tuamu itu." Pria berambut hijau itu pun kemudian berjalan menjauhi Silvia, kini ia kembali pergi menuju tubuh Alice.
Tanpa ada keraguan diwajahnya, pria berambut hijau itu seketika langsung menginjak tubuh Alice dan meludahinya seraya berkata. "Lihat bukan, kau tak bisa apa-apa, kau hanya bisa menangis seperti sampah," cetus pria berambut hijau seraya terus menginjak-injak tubuh Alice yang sudah tak bernyawa tersebut. Sementara itu Silvia hanya bisa terdiam dan menangis seraya menahan rasa sakit diperutnya, Silvia kecil saat itu benar-benar tak berdaya dihadapan pria berambut hijau itu. Lalu melihat betapa menyedihkannya Silvia, pria itu semakin muak, lalu tiba-tiba saja pria berambut hijau itu tersenyum menyeringai, seakan ide gila baru saja terlintas diotaknya. "Baiklah..., akanku tunjukan sesuatu yang menarik...," ucapnya seraya kemudian ia menarik bola mata Alice keluar dari tengkorak kepalanya. "Hahaha, ini sangat menyenangkan !" Teriak pria berambut hijau itu kegirangan, seraya melempar bola mata milik Alice itu kelantai, serta kemudian menghancurkannya dengan kakinya.
Seketika itu membuat Silvia kecil tambah syok, pikirannya semakin tidak karuan, ia bahkan sampai kesulitan bernafas, dan tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun.
Pria berambut hijau itu kembali mendekati Silvia. "Sebetulnya aku juga ingin membunuhmu, tapi kau sudah kehilangan harapan dimatamu, itu akan sangat membosankan, maka dari itu tumbuhlah dan dendamlah terhadapku, agar dimasa yang akan mendatang kau bisa menghadapiku untuk balas dendam, dan lalu aku bisa membunuhmu disaat kau memiliki harapan yang besar untuk membunuhku! Hahaha."
Tegas Pria berambut hijau itu yang kemudian melepaskan tanganya dari rambut Silvia.
Setelah rambutnya dilepaskan dari cengraman Pria berambut hijau itu, Silvia kecil seketika tersungkur kelantai. Dan dalam beberapa detik tiba-tiba sebuah keliatan besar petir berwana hijau datang tepat dihadapan Silvia, petir itu menghujani rumah tersebut dan membuat rumah besar milik Silvia hancur lebur.
Petir itu bukan hanya mengenai rumah milik Silvia, akan tetapi juga kedua orang tuanya, alhasil kedua orang tuanya tewas seketika dalam keadaan hangus, seperti korban kebakaran, namun karna petir tersebut berjarak sedikit lebih jauh dari tempat dimana Silvia tersungkur, alhasil petir itu tidak mengenai Silvia sama sekali.
Akan tetapi melihat orang tuanya yang tewas mengenaskan seperti itu, membuat Silvia kecil Shock berat dan pingsan seketika. Sementara itu, Pria berambut hijau itu pun menghilang seketika petir hijau tersebut menyambar. Orang itu hilang bagaikan debu yang diterpa oleh angin.
Kejadian itu pun pada akhirnya membuat masyarakat Naples geger dibuatnya, dalam kejadian itu menwaskan 107 orang, yaitu 100 orang penjaga rumah keluarga Sapphire, 5 orang pekerja keluarga Sapphire dan 2 orang dari keluarga Sapphire. Dalam kejadian itu hanya menyisahkan 1 orang saja yang hidup, yaitu anak dari keluarga Sapphire, dan satu-satunya pewaris sah keluarga Sapphire, yaitu Silva Sapphira.
Dalam kejadian itu, kerugian yang dialami secara materil memanglah terbilang tidak begitu besar bagi keluarga sekaya keluarga Sapphire, mereka hanya kehilangan rumah besar mereka dan 1 buah pedang legendaris Electro Blade. Akan tetapi kematian kepala keluarga dari keluarga Sapphire itu sendirilah yang merupakan kerugian terbesar yang diderita dari kejadi itu.
Sejak hari itu, kejadi itu pun dikenal sebagai Kode Green. Itu merupakan sebuah peringatan bahwa apabila seseorang melihat petir berwarna hijau, maka disarankan untuk berhati-hati dan segera mencari bantuan orang sekitar.