Sejak aku tau bahwa Olvia beserta rombongannya berada di kota ini, aku pun berusaha sekuat tenagaku untuk mencari keberadaan mereka.
Aku berlari mengelilingi kota seraya bertanya kepada siapa pun yangku rasa mengetahui keberadaan mereka, akan tetapi tak ada satu pun yang tau tentang hal itu, bahkan beberapa diantara mereka, terkejut ketika aku berkata Olvia sang kapten divisi 2 datang ke kota yang kumuh ini. Bahkan beberapa dari mereka juga mentertawakanku karna hal itu, mereka mengira aku berkhayal dan sudah gila, karna sudah kehilangan harapan untuk tinggal di kota kumuh ini.
Sesaat aku meragukan perkataan Nicolas yang mengatakan bahwa Olvia beserta rombonganya berada di kota ini, terlebih ia mengatakan bahwa ia mendengarnya bukan melihatnya, yang artinya seharusnya banyak masyarakat yang mengetahui hal itu, akan tetapi tak ada satu orang pun yang tau atau pernah melihat Olvia beserta rombonganya.
Aku menyempatkan diri beristirahat disebuah reruntuhan kumuh di pinggir kota. "Huh... apa Nicola berbohong kepadaku ?" keluhku seraya menatap langit malam yang begitu indah hari itu dari sudut sempit bangunan tersebut. "Tapi tidak mungkin Nicola berbohong bukan, maksudku... apa untungnya dari mengelabuhiku ?"
Karna aku sudah berlari cukup jauh dan sudah sekitar 5 Jam lebih aku mengelilingi kota ini, bahkan malam hari pun tak terasa telah tiba, dan bahkan aku tidak menemukan petunjuk sama sekali, akhirnya aku yang kelelahan ini menyenderkan tubuhku yang merasa lelah ini pada sebuah bangunan yang sudah tidak terpakai.
Aku terduduk seraya menatap indahnya bulan yang bercahaya terang saat itu, seraya membayangkan senyuman wajah kedua orang tuaku yang mana selalu aku lakukan sebelum tidur, layaknya sebuah ritual agar aku tak melupakan kejadian itu. Aku pun lalu menarik kakiku dan mendekapnya dengan tanganku, aku memeluk erat kakiku agar rasa dingin menusuk malam itu sedikit terobati dengan hangatnya pakaianku kala itu.
"Ibu...ayah... aku pasti akan membalaskan dendam kalian." Gumamku sesaat sebelum mataku terpejam.
Perlahan kantung mataku mulai menutup, akan tetapi sebelum aku benar-benar tertidur, tiba-tiba saja ada sebuah pisau tajam yang cukup panjang menempel dileherku bersamaan dengan suara bisikan lembut yang muncul tiba-tiba disisi kiriku. "Siapa kau, untuk apa mencari kami ?" Ucap seseorang yang suaranya lembut. Meski aku tidak melihat wajahnya saat itu, aku pun langsung tau dari suaranya yang lembut itu, pasti dia adalah seorang wanita. Akan tetapi bukan hanya itu saja yang membuatku yakin bahwa dia adalah seorang wanita, tetapi juga dari aroma harum parfumnya yang sangat memiliki aroma harum khas wanita muda yang sering dikenakan oleh saudara-saudaraku.
Dikarenakan sebuah pisau sudah berada dileherku, membuat pergerakanku terbatas terlebih aku bahkan tidak dapat melihatnya dijarak yang sedekat ini, artinya ia mungkin memiliki kekuatan bertarung yang cukup tinggi. "Silvia, namaku Silvia," jawabku dengan penuh kehati-hatian. Wanita itu masih tidak berbicara atau pun menggerakkan pisaunya 1 inchi pun dari leherku, aku merasa ia belum puas mendengar jawabanku, dan masih menunggu sesuatu keluar dari mulutku. "Mencari kalian ?, aku bahkan tidak tau siapa kalian !"
Tiba-tiba dari gelapnya ruangan munculah sesosok wanita yang begitu Amat cantik, dengan rambut pirang panjang keemasannya, dengan gagah ia berjalan ditengah kegelapan seraya menyinari cahaya yang cukup terang dari tubuhnya itu. "Sudah hentikan itu Gaby, jika kau menanyakan sesuatu kepadanya dengan pisau yang berada dilehernya ia pasti akan menjawab dengan sesuatu yang ingin kau dengar, jadi lepaskan saja itu." Ucap wanita itu dengan sangat tegas dan berwibawa.
Tiba-tiba wanita yang menodongku dengan pisau justru malah tertawa geli. "Pftt... hahaha apa-apan itu Olvia ?!" teriaknya berusaha menahan tawa yang pada akhirnya tak terbendung itu. "Ngeliat Lo menggunakan elemen cahaya lo kayak begitu, bukanya ngebuat Lo terlihat keren justru malah kelihatan kayak senter berjalan ! itu benar-benar mengelikan Olvia !"
Ketika Gaby, orang yang menodongku dengan pisau meneriaki nama Olvia, seketika aku pun baru sadar, bahwa wanita berambut pirang panjang keemasan itu adalah Olvia, kapten Divisi 2 The Save World, orang yangku cari-cari sedari tadi.
Namun mendengar ledekan dari Gaby, seketika wajah Olivia memerah, ia benar-benar merasa dipermalukan oleh Gaby saat itu, ia bahkan sampai-sampai menghentikan teknik elemen cahaya tersebut dan memalingkan pandangannya dari Gaby dan juga diriku. "Berisik kau Gaby !."
Aku yang tau bahwa dia adalah Olvia, dengan segera langsung menghampiri Olivia yang saat itu sedang malu-malu dan mengalihkan perhatiannya dariku. "Kau Olvia bukan, Olvia Olin, sang kapten divisi 2 The Save World ?!" Teriakku berulang kali karna begitu antusiasnya bertemu dengan Olvia seraya menghampirinya dan menjabat tangannya tersebut.
Olvia pun seketika kebingungan melihat tingkahku tersebut. "Eh...."
"Widih... keliatannya ada fans baru nih...." Ucap Gaby meledk Olvia sekali lagi.
Hal itu pun membuat Olvia semakin malu, wajahnya semakin memerah. "Sudah cukup hentikan semua kekonyolan ini !" teriaknya seraya melepaskan tanganku. "Apa yang kau inginkan dariku ?" Tanya Olvia serius, meski wajahnya terlihat sangat merah.
Seketika aku pun langsung melepaskan genggaman tanganku, lalu seraya tersenyum lebar aku berkata. "Aku ingin bergabung dengan divisimu Kak Olivia, izinkan aku bergabung."
Olivia menghela nafasnya sejenak, lalu kemudian ia menatapku tajam. "Jika kau ingin menjadi bagian dari The Save World, bukan seperti ini prosedurnya, kau harus mendaftar diri secara resmi ke kantor cabang terdekat."
Lalu aku menarik kedua bibirku lebar-lebar, aku tersenyum sampai-sampai aku terlihat seperti sedang memejamkan mataku. "Aku tau itu, akan tetapi jika aku mendaftar dengan diriku disana, aku belum tentu akan ditempatkan di divisimu Kak Olivia, akan tetapi jika aku mendapatkan rekomendasimu, aku bisa langsung bergabung dengan divis 2, bukankah dengan begitu akan lebih mudah ?" Seruku seraya tersenyum lebar kepadanya.
Tiba-tiba saja terdengar suara tawa yang cukup melencing dikupingku. "Hahaha, Lo bener, gua suka sama pemikiran Lo bocah rambut pirang !" Ucap Gaby seraya kemudian menghampiriku. "Tapi sebelum kita berbicara lebih lanjut, ada satu masalah disini, yang harus kita selesaikan terlebih dahulu."
"Apa itu ?" Tanyaku polos.
Tiba-tiba saja mimik wajah Gaby yang sedari tadi terlihat sumringah, santai dan hampir selalu tersenyum tiba-tiba saja terlihat begitu serius. Matanya menatapku tajam, seakan-akan aku adalah mangsanya yang ingin ia terkam saat itu juga. Bahkan meski pun ia tersenyum, senyumannya itu justru terlihat seram dan sempat membuat tubuhku bergetar ketakutan. "Darimana Lo bisa tau bahwa gua dan Oliv berada di kota ini, karna seingat gua, gua dan juga Oliv menjalankan misi yang sangat rahasia, bahkan yang diutus kesini hanya 3 orang yang memilik jabatan tinggi. Makanya gua sangat yakin informasi ini takkan bocor kepada siapapun, tapi kok lo bisa tau..., jadi darimana lo dapat informasi ini wahai gadis manis berambut pirang ?!" Ucap Gaby menekanku dengan aura tekanan yang sangat gila.
Disaat itu jujur saja, pikiranku menjadi sedikit kacau. Sebagian dari diriku tiba-tiba saja mempertanyakan, apakah Nicolas itu orang jahat ?! Akan tetapi setelah melihat apa yang ia lakukan kepadaku rasanya sulit untuk mengatakanya orang jahat. Ia adalah orang yang sangat baik, itulah hal yang dapatku simpulkan setelah pertemuanku dengannya, bahkan disaat pertama kali kami bertemu pun, aku sudah merasakan pancaran aura kebaikan dari dalam dirinya, dan itu jugalah yang membuatku memutuskan untuk membantunya kala itu.
Akan tetapi mengapa ia berbohong kepadaku ?, mengapa ia mengatakan bahwa ia mendengar bahwa rombongan Olivia sedang berada di kota ini. Apakah Nicolas orang jahat, atau mungkin Nicolas mendengarkanya dari kedua orang yang sudahku hajar tersebut ?, akan tetapi jika aku mengatakan yang sejujurnya, maka sudah dapat dipastikan Nicolas lah yang akan disalahkan, meski kemungkinan itu bukanlah salahnya.
Sebagian diriku pun juga mengatakan, atau mungkin ini sama seperti apa yang Nicolas katakan bahwa pemerintah juga ikut ambil andil dalam kerjasama dengan para organisasi kriminal, sedangkan The Save World itu sendiri meski dia adalah organisasi diluar kuasa pemerintah, tetapi mereka juga cukup sering bekerja sama dengan pemerintah.
Tetapi itu ketika aku melihat Olivia, ketika aku melihat kewibawaan dirinya, kegagahan sosok wanita itu membuatku sangat yakin The Save World, tidak akan melakukan hal sehina itu.
Alhasil setelah aku melihat kembali, dan menatap mata Olvia yang mana ketika aku melihatnya, tidak sama sekali terpancar aura keraguan dimatanya, seketika itu juga aku pun memutuskan untuk memberitahukan semua kejujuranya, terlepas dari apa reaksi mereka nanti.
Aku menghela nafas sejenak guna menenangkan diriku, seraya sedikit menelan air liurku. "Aku mengetahui itu dari pria yang bernama Nicolas."
Gaby menatapku keheranan. "Nicolas ?, siapa tuh anjer !"
"Kau yakin dengan hal itu ?" Tanya Olivia dengan sangat tenang, mencoba untuk meyakinkan diriku kembali.
Aku pun lalu dengan serius menganggukan kepalaku. "Ya, tentu saja aku yakin akan hal itu."
"Bisa Lo sebutin ciri-ciri orang itu ? karna nama itu bener-bener asing buat kita." Tanya Gaby serius.
Aku pun menganggukan kepalaku seraya dengan cepat menjawab permintaan Gaby. "Dia adalah pria yang memiliki elemen es didalam dirinya, dan ia juga tidak terlalu tinggi, ku rasa ia hanya setinggi diriku, lalu rambutnya serta bola matanya berwarna biru laut, ia juga cukup terlihat tampan, laluku rasa ia juga masih muda karna pakaian yang ia kenakan begitu stylish, dan terlihat begitu kekinian, dan yang paling terpenting, ia adalah orang yang sangat ramah dan baik, jadi kurasa itu saja hal yang bisaku beritahukan kepada kalian."
Lalu tiba-tiba saja Gaby tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasanku itu. Tentu saja itu membuatku bingung bukan main dibuatnya, aku bahkan bertanya-tanya, apa kah aku salah menyebutkan sesuatu, atau apakah aku mengatakan hal-hal yang bodoh, sampai- sampai membuatnya tertawa geli seperti itu.
Lalu ketika aku menoleh kearah Olivia untuk mengecek apakah ekspresi yang dikeluarkannya sama dengan Gaby, apakah ia juga mentertawakanku. Namun ketika aku menoleh kearahnya aku dikejutkan oleh reaksinya yangku rasa cukup berlebihan. Ia meninju bangunan disekitarnya dengan keras, dan bahkan sampai hancur, seraya ia berkata. "Si sialan itu !" Gerutunya dengan tatapan tajam mematikan.
Kedua ekspresi wajah mereka yang saling bertolak belakang membuatku bertanya-tanya, ada apa ini sebenarnya. Lalu karna begitu penasaran aku pun menanyakan langsung kepada Gaby. "Kenapa kau tertawa seperti itu, apa ada yang salah, apa Nicolas orang jahat !"
"Jujur gua merasa kasian sama Lo Sil, Lo tau kenapa ?" Ucap Gaby seraya menepuk-nepuk pundakku.
Karna aku benar-benar tidak mengetahuinya, aku pun menggeleng-gelengkan kepalaku.
"Baiklah bakalan gua kasih tau, dia itu adalah salah satu dari 3 orang yang diutus untuk menjalankan misi rahasia dikota ini, dia adalah Milas sang kapten divisi 8."
Seketika aku terkejut ketika mendengarkan fakta yang Gaby katakan itu, aku bahkan tidak bisa mempercayai itu sama sekali. Karna begitu terlihat jelas keragu-raguan diwajahku, Gaby bahkan sampai-sampai menunjukan foto Nicolas atau sekarang bisaku panggil Milas, kepadaku. Dan ternyata itu benar adalah dia, Nicolas adalah Milas sang kapten divisi 8.
"Tetapi kenapa ia begitu lemah, bahkan orang yang berhasilku kalahkan dengan sangat mudah dapat membuatnya luka parah." Ucapku yang masih meragukan itu.
"Itulah Milas, dia memang terlihat begitu lemah, tetapi percayalah dia sangat hebat." ucap Olivia yang tiba-tiba saja begitu serius menjawab pertanyaanku tersebut. "Apakah menurutmu ini sebuah kebetulan Gab ?" Lanjut Olivia bertanya kepada Gaby.
Seraya tersenyum geli, Gaby menjawab pertanyaan Olvia itu. "Oh ayolah Ol, Lo pasti taukan siapa Milas ?, mana mungkin ada sesuatu yang namanya kebetulan jika itu berhubungan sama Milas, semua pasti udah direncanain sama dia."
Lalu dengan begitu kesalnya Olivia berkata. "Dasar manusia brengsek."
Lalu kemudian Gaby menghampiri Olivia seraya kemudian mengelus-elus pundaknya dan berkata. "Sabar Ol sabar, nanti kita hajar bareng-bareng kalo ketemu." Ucap Gaby seraya mengepalkan tangannya dengan sangat erat sampai urat nadinya terlihat.
"Lalu bagaimana denganku ?" Tanyaku yang saat itu masih kebingungan membaca situasi saat itu.
Gaby memejamkan matanya sejenak. "Hmn... kayaknya ada sesuatu yang spesial dari diri Sampai-sampai Milas nyerahin Lo kekita."
Aku pun bingun dengan perkataan Gaby, dan sama sekali tidak mengerti apa maksudnya. Lalu Gaby perlahan mendekati itu, bahkan ia Sampai-sampai menatap tajam, memperhatikan seluruh bagian tubuhku.
"Kalo gua liat-liat lagi rasanya gua tau siapa Lo deh...," seru Gaby seraya mendekap mulutnya dengan tangan kanannya. Lalu Gaby seketika menghentikan jarinya, seraya tersenyum ia berkata. "Lo itu satu-satunya keluarga Utama Sapphire yang masih hidupkan, yang belakangan ini kabur dari rumah karna dijodohin, Lo ini Silvia Sapphira kan ?!" Cetus Gaby dengan penuh keyakinan.
Dengan wajah panik, aku lalu membuang pandanganku dari Gaby dan berusaha untuk tetap tenang, meski saja itu tetap tidak bisa. "Eh... apasih, salah orang mungkin...."
"Rambut kuning keemasan, mata biru cerah layaknya batu sapphire, pakaian dingin yang mahal, wajah cantik terawat, sudah pasti kau adalah Silvia Sapphira." Ucap Gaby mendikte diriku.
Padasarnya aku ingin terus mengelak hal tersebut, akan tetapi lawan bicaraku saat ini adalah Gaby, wakil kapten divisi 4, aku tak mungkin bisa membodohi dirinya. Akhirnya aku pun menyerah, dan mengatakan hal yang sejujurnya, bahwa aku pergi dari rumah, beserta semua alasanku kenapa aku pergi dari sana dan ingin bergabung dengan divisi 2.
"Kalo dipikir-pikir lagi masuk akal juga sih, kalo Lo pengen bales dendam ke Si Kampret Demian, akan lebih mudah jika kau bergabung dengan divisi 2, yang mana divisi 2 adalah divisi ekspedisi." Gumam Gaby mencoba mengerti segala alasanku
"Lalu bagaimana menurutmu Gab, apakah kita harus membawanya ?" Tanya Olivia meminta pendapat kepada Gaby.
"Ya... gua rasa gak ada salahnya juga, lagi pula jika kita gak membawanya dia gak akan ada tempat buat pulang, dan jika dia pulang, dia bakal dijodohin, kasian juga kan ?, lagi pula Milas tertarik sama dia, jika iya pasti dia orang yang hebat."
Olivia pun mencoba untuk mempertimbangkan untuk menerimaku, ia menatap tajam diriku seraya memangkul dagunya menggunakan tangan kanannya. "Aku akan setuju memasukanmu ke divisimu, asalkan kau lolos tes kriteriaku !" Tegas Olivia memberikan syarat.
Dengan begitu antusias aku dengan cepat berkata. "Baiklah, apa pun itu akan aku lakukan !" Ucapku dengan penuh semangat.
"Bertarunglah dengan Gaby," seru Olvia yang sangat-sangat membuatku terkejut. Bukan hanya aku, tetapi Gaby pun juga ikut terkejut.
"Hei Ol, bukanya itu berlebihan ya, meski gua cuma wakil kapten, gua ini bisa dikatakan setara sama kapten loh...." Ucap Gaby sedikit menyombongkan dirinya.
"Ya, aku tau itu, maka dari itu kau tak perlu menang Silvia, kau cukup bertahan selama 10 menit saja, dan kau akanku terima."
Ketika aku mendengar tidak perlu menang dan hanya perlu bertahan selama 5 menit, aku begitu bersemangat. Itu sangatlah mudah. Itulah pikirku ketika mendengarkan persyaratannya.
Seraya menyederhanakan badannya pada tembok Olivia lalu mengeluarkan handphone dari sakunya seraya berkata. "Biarku katakan satu hal, ini takkan mudah Silvia," seru Olivia seraya memulai waktunya. "Baiklah kalau begitu, Mulai !" Teriak Olivia memulai waktu tesnya.
Sementara itu Gaby terlihat cukup kesal dengan itu. "Apaan sih..., gua padahal belom bilang iya loh... seenaknya aja, tapi yasudahlah ya..." Ucap Gaby menggerutu kesal.
Lalu setelah aku melihat bahwa Gaby telah siap, aku pun tanpa ragu langsung menyerangnya dengan kecepatan listrikku.
Dengan menyelimuti kakiku dengan aliran listrik, aku pun mengatakan tendangan akrobatik kearah kepala Gaby.
Namun meski gerakan ku sangat cepat, hampir secepat kedipan mata, Gaby dapat menghindarinya dengan sangat mudah.
Seraya melayang diudara ia pun tersenyum lebar. "Buru-buru amet bu, mau kemana sih !" Serunya meledekku.
Lalu dengan cepat, aku mengeluarkan energi listrik pada telapak tanganku, dan menembaknya kearah Gaby yang saat itu masih berada diudara. Karna bagiku saat itu ada saat yang tepat untuk melancarkan serangan kepada Gaby, karna aku sangat yakin, bahwa Gaby tak akan bisa menghindarinya jika ia berada diudara, ditambah serangan energi listrik juga sangat cepat, sehingga pastinya akan sangat sulit untuk dihentikan.
"Chariot !" Teriaku mengucapkan teknik yangku namai sendiri.
Chariot adalah teknik yang aku pelajari sendiri sewaktu aku belajar mendalami kekuatanku, itu adalah sebuah teknik dimana kau harus mengumpulkan energi yang besar pada telapak tanganmu, lalu kemudian kau melepaskannya dengan sangat cepat, akan tetapi sesaat sebelumku lepaskan, aku sedikit menghambat arusnya pada bagian pusat energi sehingga itu akan membuat seperti pencahan petasan yang meledak diudara, seperti itulah gambaran Chariot.
Energi listrik Chariot berubah menjadi puluhan energi laser panjang dengan energi listrik yang tinggi, semua energi listrik itu semua menyerang satu target, yaitu Gaby.
Akan tetapi, meski dalam kondisi tidak bisa melarikan diri sekali pun ia tetap terlihat begitu santai, bahkan ia menyempatkan diri untuk tersenyum, yang membuatku sempat merasa ketakutan dibuatnya.
Lalu dengan tenang, disaat dirinya masih berada diudara, ia kemudian membuat sebuah lingkaran air yang cukup besar menggunakan kedua tangannya itu. "Mirror...."
Karna teknik airnya yang cukup besar itu membuat Chariotku terhalangi dan langsung menuju Mirrornya tersebut. Awalnya aku berpikir akan terjadi ledakan, karna jujur saja aku merasa bahwa Mirror itu adalah layaknya sebuah tameng yang hanya saja terbuat dari air, akan tetapi aku salah. Chariotku tiba-tiba saja menghilang seketika mengenai Mirrornya itu, hilang seperti lenyap ditelan bumi. Tak ada ledakan, getaran, atau suara apa pun yang tertinggal setelahnya.
Aku sendiri hanya bisa terdiam tabjuk melihatnya. Aku membuka mataku lebar-lebar, begitu juga dengan mulutku yang tak kalah lebarnya.
"Hebat...." Pujiku kagum.
Namun disaat aku lengah, dan fokus akan kekagumanku akan teknik milik Gaby, tiba tiba-tiba saja aku tersengat listrik yang cukup kuat begitu saja.
"Argh... !" Dan serangan itu cukup untuk membuatku tersungkur ditanah dalam sekejap.
Aku pun terkeju sekaligus bingung. Serangan listrik dari mana ini, apakah ini ulah Gaby, tapi itu tidak mungkin bukan, Gaby adalah elemen Air bukan Listrik, lalu darimana ini ?!. Ucapku dalam hati seraya menahan rasa sakit akibat sengatan listrik.
Lalu setelah beberapa saat, akhirnya aku sadar bahwa itu adalah serangan dari Chariotku sendiri, karna disaat sebelum serangan itu mengenaliku, aku sempat sedikit melihat bentuknya. Jika memang benar, maka bagaimana itu bisa terjadi, itulah pikirku ketika aku hendak bangkit berdiri melawan Gaby kembali.
Gaby yang sadar bahwa aku terlihat begitu penasaran, ia pun dengan sangat baik hati memberitahukan rahasianya tersebut.
"Mirrorku ini adalah cerminan dari sebuah kaca, apa pun yang terkena Mirrorku maka aku dapat memantulkanya kembali dari arah yang berlawanan, yang artinya itu akan muncul dari arah belakangmu."
Sejujurnya aku ingin bertepuk tangan akan dan memujinya akan kehebatan tekniknya itu, tetapi aku sedang dalam test, aku tidak mungkin melakukan hal tersebut. Sekarang, setelah aku mencoba melawannya, aku mengetahui mengapa Olivia hanya memberi waktu 5 menit saja, itu karna Gaby benar-benar mengerikan, ia bahkan terlihat tidak serius menghadapiku saat itu. Aku bahkan sekarang berpikir, bahwa 5 menit itu terlalu lama.
Seraya berdiri aku pun memikirkan beberapa cara untuk bisa mengenainya, karna disaat pertama seranganku ia tidak langsung menggunakan mirror artinya, Mirrornya itu tidak akan berlaku pada serangan yang berhubungan dengan fisik langsung, artinya aku harus dengan cepat, secepat kilat menyambar dan menghantamnya dengan kekuatan penuhku, dengan begitu setidaknya aku bisa membuatnya terkapar dan memperpanjang waktu bertahanku.
Aku pun lalu memulai kuda-kudaku, dengan posisi layaknya start seorang pelari profesional aku siap untuk melesat dengan kecepatan tinggi. Namu. meski begitu Gaby masih tetap santai seraya menguap dihadapanku.
Lalu dengan seketika aku pun mengumpulkan energi listrik pada kakiku dan melontarkannya layaknya sebuah ketapel, aku pun lalu melesat dengan sangat cepat, lalu disaat aku hampir mendekati Gaby, sepersekian detik aku mengumpulkan energi listrik pada tangan kananku dan siap memukulnya dengan itu.
Namun sesaat sebelum seranganku mengenai dirinya, aku malah terjebak dalam sebuah gelembung air yang cukup besar. "Bubble trap...." Seru Gaby dengan begitu santainya.
Seketika kekuatan listrikku menghilang, bukan karna air milik Gaby karna tiba-tiba saja kekuatanku terasa terhisap oleh gelembung itu.
Selain tenagaku yang terhisap, aku juga tidak bisa bernapas, dikarnakan gelembung itu dipenuhi dengan air, aku hanya bisa Megan nafas dan menunggu teknik ini selesai.
3 menit sudah aku menahan nafasku, aku sudah tidak tahan lagi, ingin rasanya aku menyerah, akan tetapi justru sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertahan dan mengulur waktu, karna aku tidak perlu melakukan apa pun dan hanya cukup menunggu kurang dari 1 menit lagi agar aku dapat diterima oleh Olivia. Itu cukup mudah. Itulah yang aku pikirkan, tetapi aku tetap manusia biasa, aku mulai kehilangan seluruh udara dalan tubuhku, aku mulai kemasukan air dan bahkan perlahan ini terasa sangat menyakitkan. Aku lalu mulai kehilangan kesadaranku.
Akan tetapi melihat aku yang sekarat Gaby menghentikan tekniknya itu, seketika aku pun langsung keluar dari penjara gelembung itu dengan batuk-batuk dan sesak nafas, layaknya seorang yang hampir tenggelam.
"Kau hebat Silvia, kau bisa bertahan cukup lama disana, aku tabjuk." Puji Gaby seraya menjulurkan tangannya kepadaku.
Aku pun tanpa ragu menjabat tangannya dan berterimakasih kepadanya. "Terimakasih Kak Gaby," lalu kemudian aku melihat kearah Olivia dan menatapnya dengan penuh harapan. "Bagaimana hasil tesnya ?"
Dengan wajah melas ia memandangiku, lalu ia menghela nafas sejenak. "Sejujurnya kau hampir melewati 5 menit, akan tetapi kau hanya bisa bertahan 4 menit 45 detik," ucap Olivia yang membuatku seketika hancur dan kehilangan harapan. "Namun karna kau telah berjuang dengan sekuat tenagamu, aku rasa aku suka dengan hal itu, kau boleh gabung kedalam timku Silvia." Lanjut Olivia dengan tegas yang mana membuatku amat bahagia.
Begitu bahagianya diriku sampai-sampai aku langsung memeluk Gaby yang tepat berada disebelahku dalam keadaan basah kuyup. "Yey, aku berhasil !" Teriakku kegirangan seraya memeluk erat Gaby.
"Woi, Lo ngapain Sil, baju sama badan Lo basah njer !".
Seketika itu juga aku baru sadar bahwa pakaian yangku kenakan basa semua dan disaat aku memeluk Gaby, itu juga membuatnya basah. Seketika itu juga aku langsung melepaskan pelukanku dari Gaby. "Maaf."
Gaby lalu memandangku sini. "Ah... yasudahlah gak apa-apa, tapi yang penting sekarang gua sama Lo harus nyari baju dan yang lainnya dulu buat ganti, gua rasa ada toko baju didekat sini."
Dengan polosnya gua pun menolak ajakan Gaby tersebut. "Tapi aku membawa baju ganti di tasku." Ucapku seraya menunjuk kearah tas yang tak jauh dari tempatku berdiri.
Sekali lagi Gaby menatapku sinis. "Iya Lo bawa, gua kaga anjer !" serunya kesal. Lalu tiba-tiba ia menarik tanganku seraya berkata. "Udah Lo ikut aja, gua yang beliin, lagi pula gua tau pasti cuma bawa baju pas-pasankan, gak ada salahnya beli yang baru." Ucap Gaby seraya menarikku ikut bersamanya.
Mau tak mau aku pun ikut dengannya. "Ba...baiklah jika kau pikir itu yang terbaik Kak Gaby."
"Oy Ol, Lo tunggu tempat ketemua aja ya, terus jangan lupa bawain barang-barangnya Silvia juga. Okey ?" Ucap Gaby menyuruh Olivia dengan begitu santainya.
Dan tentu saja itu membuatku Olivia sedikit kesal, karna dia adalah Kapten sedangkan Gaby hanya wakil kapten, wajar saja ia sedikit merasa kesal. "Kenapa kau jadi memberikan perintah Gab?!"
"Emangnya Lo mau ikut ?!"
Olivia pun lalu dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia pun dengan segera mengambil tasku. "Awas saja jika kau membuatku menunggu lama Gab, kubuat kau menyesal."
"Iya-iya." Jawab Gaby dengan malas. Lalu kemudian ia tersenyum kepadaku. "Saatnya kita shopping !"
Lalu Aku bersama Gaby dalam keadaan pakaian yang basah kuyup kemudian ditengah malam di kota kecil ini pergi mencari toko pakaian yang masih buka, bersama.