***
Kita kembali lagi kepada wanita spesial kita yaitu Saroh, saat kecil Saroh adalah gadis kecil yang ceria, dia adalah gadis kecil yang cantik, kulitnya begitu putih bersih dan halus, matanya yang biru bagaikan lautan, rambutnya pirang dan halus yang membuat angin selalu berbisik dan merayu rambutnya itu. Meski sudah ada larangan mutlak bahwa tidak ada satu orang pun yang boleh bernyayi atau bermusik dia adalah hati kecil yang selalu bersenandung riang.
Setiap melihat tumbuhan atau hewan yang ada di hutan atau benda apapun yang menarik perhatiannya, dia akan menyayikan nama-nama setiap benda itu dengan penuh suka cita, dan karena kegemarannya yang haram ini lah yang membuat ayahnya gemetaran ketakutan akan ada orang yang melihat Saroh bernyanyi, sehingga dia sering memukuli dan mengurung saroh di gudangnya, beruntungnya Saroh masih memiliki seorang ibu yang selalu melindungi dan mencintainya.
Nama ibunya adalah Naisah dia adalah orang yang bisu sejak lahir, namun dia sangat suka mendengar orang lain berbicara atau bernyayi, sehingga karena putri manisnya suka bernyayi, demi kecintaannya dan keamanan putrinya, setiap hari dia akan selalu membawa Saroh kedalam hutan yang di hiasi air terjun kecil dari sungai Oitan dan di penuhi pohon-pohon serta berbagai jenis bunga mawar yang indah, dari mulai bunga mawar liar berduri,mawar kubis, mawar musk, mawar eden, mawar sunsprite dan banyak lagi yang belum terjelajahi dan belum penulis ketahui karena penulis bukanlah ahli bunga. Namun tempat itu adalah tempat yang terlalu indah bagi kota yang mereka tinggali.
Karena itulah Naisah selalu meminta agar Saroh putrinya selalu merahasiakan tempat mereka ini, di sana Naisah akan meminta putrinya untuk menyanyikan setiap benda yang dia pegang atau tunjukkan, dan gadis kecilnya akan sangat gembira menyanyikannya dengan suara yang sangat-sangat merdu dan indah bagaikan malaikat, sangat jernih seperti sungai Oitan, sangat mesra seperti kicauan burung yang sedang kasmaran yang membuat Naisah ibunya akan menari kegirangan dan melompat kesana kemari bahkan sering terjatuh karena saking bahagianya.
Dihati Naisah sangat banyak tersimpan kata-kata indah dan kata-kata cinta yang ingin sekali ia sampaikan kepada putri kesayangannya yang tidak akan pernah dia bisa ungkapkan, bahkan dia pernah bepikir satu-satunya cara agar isi hatinya bisa di sampaikan adalah dengan cara menuliskannya seperti tulisan yang sering dia lihat di dinding-dinding kota, namun sayangnya dia adalah orang miskin yang tidak pernah belajar membaca dan menulis surat sebelumnya sehingga cara ini sama mustahilnya.
Hal yang dapat dia lakukan untuk menyampaikan rasa cintanya kepada putrinya hanyalah seyum dan dekapan hangatnya, karna terkadang ungkapan cinta yang terbaik adalah perbuatan.
Dia selalu melalui hari-hari nya yang tidak dapat mengungkapkan rasa cintanya yang tidak tertahankan sampai-sampai dia akan menangis sendu di malam hari karena dia membenci dirinya yang tidak sanggup mengungkapkan perasaannya, dia mencintai dengan sakit hati yang tak tertahankan.
Lalu setelah malam berganti dan pagi pun tiba, ayah dan ibu Saroh akan bersiap siap untuk berangkat bekerja ke pabrik di kota, ibunya bekerja di peternakan milik pabrik, Naisah akan terbangun sangat pagi karena sebelum berangkat bekerja dia akan mengantar dan menitipkan Saroh yang masih tertidur di rumah pohon yang dia bangun di hutan dekat dengan sungai Oitan tempat mereka biasa bernyanyi, tempatnya sangat tersembunyi dan lumayan jauh dari kota dan rumah mereka.
Dia menitipkan putrinya di sana kepada alam dan hutan, yang merupakan tempat paling aman bagi penjahat cilik yang di benci negerinya sendiri.
Sesampainya di rumah pohon, Naisah akan menaiki tangga nya dengan sangat hati-hati agar Saroh tidak terbangun, dengan pelan dia meletakkan saroh di atas selimut yang telah dia siapkan, dan mencium putrinya pelan dan hangat, sampai dia pergi kembali untuk bekerja.
Setelah burung-burung berkicau riang, Saroh akan terbangun, matanya terbuka pelan dan menyadari bahwa dia telah berada di rumah pohonnya, dia sama sekali tidak terkejut karena ini bukan merupakan hal aneh baginya, karena setiap hari beginilah hal yang dia alami.
Selama Saroh di rumah pohon dia akan bernyanyi, menyanyikan setiap hal yang ada dirumah pohonnya termasuk setiap lukisan-lukisan bunga, hewan, dan orang-orang yang sedang menari yang di lukis ibunya dengan arang di setiap dinding rumah pohon itu, dia tidak mau menyentuhnya karena dia takut akan menghapusnya dia sangat mencintai setiap goresan itu.
Dia juga akan menyayikan setiap hal yang dia lihat melalui jendelanya, mulai dari bunga-bunga mawar yang memanjati rumah pohonnya, aliran sungai dan air terjun di balik jendelanya, berbagai hewan yang dia lihat seakan bermain bersamanya, dan yang paling dia sukai adalah menyanyikan tentang betapa baiknya ibunya, betapa cintanya dia kepada ibunya, betapa setiap detiknya dia merindukannya. Hal ini lah yang membuat kita yakin bahwa rumah pohon inilah satu-satunya tempat di negeri ini yang pantas kita sebut sebagai rumah.
Hingga tiba waktunya siang hari,lonceng raksasa pabrikpun berdentang keras yang menandai waktu istirahat bagi para pekerja untuk menyantap makanan mereka yang walaupun cukup menjijikkan untuk ukuran sebuah makanan telah tiba.
Setelah mendengar lonceng ini Naisah akan berlari cepat berusaha menjadi penerima makanan pertama, setelah dia mendapatkan jatah makanan berupa bubur sayur-sayuran yang asal di campur begitu saja beserta sebuah roti panjang yang keras seperti tongkat, dia akan membungkus bubur itu kedalam sebuah kantong kulit dan dengan terburu-buru berlari sekuat tenaga ke arah hutan di mana dia meninggalkan putrinya yaitu Saroh.
Dia akan terus berlari meski kakinya terluka oleh kerikil, meski ranting dan duri-duri menggores atau menancap padanya, yang dia tau hanya dia harus berlari sekencang-kencangnya agar putri manisnya tidak menahan sakit perut karena kelaparan lagi, seringkali dia hampir pingsan dalam perjalanan karena kelelahan dan belum makan sedikitpun, namun karena kegigihannya dan rasa cintanya dia akan terus berlari tak perduli apa pun yang dia rasakan.
Setelah dia telah sampai di depan rumah pohonnya, dia akan menarik nafas sejenak agar tidak nampak kelelahan di depan Saroh, dengan pelan dia akan menaiki tangga rumah pohon itu dan mengetuk pelan pintu kecilnya, namun tidak ada jawaban, sepertinya Saroh sedang tertidur karena menahan rasa laparnya.
Karena rasa kasihan nya kepada anaknya, Naisah akan membukakan pintu pelan dan membangunkan Saroh dengan sangat lembut, dia mengelus-elus rambut putrinya dengan penuh rasa kasihan dan bersalah karena tidak bisa memberikan kebahagian kepadananya, menyadari belaian lembut ibunya Saroh yang cantik pun terbangun dan langsung memeluk ibunya dengan erat sambil berkata,
"Aku menunggumu lama ibu, banyak hal yang ingin aku nyanyikan untukmu, aku tidak membutuhkan makanan ini, aku hanya membutuhkanmu." Kata-kata yang setiap hari dia katakan setiap ibunya datang membawakan makanan baginya.
Mendengar kata-kata putrinya itu Naisah ibunya hanya bisa menunduk dan memeluknya erat, setelah itu dia akan memberikan makanan itu kepada Saroh sembari menggerakkan badannya meminta agar Saroh jangan bersedih lagi, dia harus selalu tersenyum dan makan banyak agar dia tumbuh besar, melihat gerakan ibunya Saroh akan menunduk dan menerima makanan yang telah ibunya bawa, selepas dia menerima nya, ibunya akan memeluknya dan menciumnya sembari memberitahukan kembali dengan tubuhnya bahwa dia harus segera pergi dan Saroh harus menunggunya disini dan tidak boleh pergi kemana-mana, dan dia pun akan menuruni tangga dan melambaikan tangannya kepada putrinya dan langsung berlari kencang lagi kembali ke arah peternakan tempat dia bekerja.
Dalam perjalanannya kembali kepeternakan dia sering kali berlari sembari menangis karena sampai saat itu dia belum bisa mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya yang tidak akan pernah tertahankan, namun dia telah cukup bahagia bisa bertemu dengan putrinya dalam keadaan baik-baik saja.
Sementara itu Saroh yang sedang makan akan menaburkan roti yang telah dia sobek-sobek di sekitar jendelanya, sehingga burung-burung, tupai, dan semut pun datang memakaninya, hewan-hewan inilah yang selalu menemaninya dalam kesepian sembari menunggu ibunya datang lagi menjemputnya pada sore hari.
Sesampainya Naisah di peternakan tempat dia bekerja, dia akan buru-buru mengobrak abrik tempat sampah berusaha untuk menemukan sisa-sisa makanan yang terbuang untuk kembali dia makan.
Seburuk apapun keadaan sisa makanan yang telah di buang oleh rekan kerjanya itupun dia akan tetap makan karena bagaimanapun dia tetaplah manusia yang butuh makanan untuk tetap hidup, biasanya makanan yang dia temukan telah bersatu dengan kotoran-kotoran tanah dan muntahan-muntahan orang, beruntung jika dia menemukan makanan yang masih dalam satu tempat, namun seringkali dia harus mengumpulkannya dari berbagai sisi tempat sampah agar rasa kenyaknya cukup terobati.
***