***
Hari, bulan, dan tahun pun berlalu. Saroh kecil semakin bertambah dewasa dan semakin cantik. Rambut pirangnya semakin panjang dan indah, mata birunya semakin cemerlang bagaikan permata, kulitnya semakin halus bagaikan sutra, suaranya juga semakin indah bagaikan malaikat sungguhan saja.
Pada sore hari seperti kebiasaan Saroh, sekitar pukul empat dia berdiri di depan jendela rumah pohonnya menatap matahari, Saroh bernyanyi dengan indahnya sampai hewan-hewan disana terdiam menikmati.
Begitu pula dengan seorang pemburu yang sedang mengintai buruannya dari kejauhan, pemburu itu menjadi tertarik mendengarkan senandung yang saroh nyanyikan, dia tersihir akannya sampai-sampai dia meninggalkan hewan buruannya dan berjalan mendengarkan dan mengikuti arah suara indah itu dengan penuh hasrat ingin tau.
Semakin dia mendekat dengan asal suara tersebut, semakin pula dia tersihir akan keindahannya. Saat angin berhembus dan mengacaukan asal suara indah itu, pria ini akan berhenti dan menutup matanya, menarik nafasnya pelan dan dalam agar suara nafasnya tidak mengganggu pendengarannya, dengan tenang dia berusaha mendapatkan kembali arah suara itu, setelah suara kembali terdengar dia akan melanjutkan perjalanannya dengan rasa penasaran serta kekaguman yang semakin meluap-luap.
Hingga pada akhirnya dari balik pohon dan bunga-bunga mawar dia mengendap-endap untuk melihat asal suara yang telah ada tepat di depannya.
Dari sana dia melihat sebuah rumah pohon dan seorang gadis yang sangat-sangat cantik dengan pakaian putih bagai malaikat sedang menatap langit dari jendelanya sembari bernyanyi begitu manis dan menyihir segala sesuatu di sekitarnya.
Si pemburu yang semakin terpesona akan wanita itu semakin tersihir jauh dalam kekaguman dan sukacita. Semakin dia menikmati setiap nada dan iramanya, semakin pula tatapannya tidak bisa berpaling dari kecantikan wanita itu, hatinya yang keras menjadi meleleh akan ketenangan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya sepanjang hidupnya, membuat matanya lambat laun menutup sampai dia tertidur dan terbawa kedalam mimpi indah.
Ketika dia terbangun, dia sangat terkejut karena hari ternyata telah malam dan gelap. Pandangannya yang kabur membuat dia tersadar jikalau dia sedang tersesat karena masuk terlalu jauh kedalam hutan yang belum pernah dia kenal dan jalani sebelumnya, dia yang sedikit panik merasa kalau tempat ini adalah tempat yang berbahaya dan banyak hewan liar di dalam hutan ini, dengan pelan dia meraba pohon dan ranting-ranting berharap dia bisa menemukan jalan pulang.
Semakin dia mencoba menemukan jalan pulang, semakin gelap pula pandangannya karena hari semakin malam. Dalam gelapnya malam dia merasakan bahwa ada hewan yang sedang mendekatinya, dengan penuh waspada dia menarik pisau dari kakinya dengan tujuan berlindung dari serangan hewan itu, dengan tiba-tiba hewan itu melompat kedadanya dan membuatnya terjatuh. Ternyata itu adalah seekor anjing yang merupakan peliharaan dan sahabat dari pemburu ini.
"Ahhh ternyata itu kau Leon sahabatku, kau membuatku kaget saja dasar anak nakal hahaha," ucap pemuda itu dengan rasa lega.
Melihat tuannya telah dia temukan, Leon si anjing serigala pun merintih sembari melompat, menggonggong, menjilat tuannya dan mengibaskan ekornya karena merasa kegirangan dan sangat bahagia.
"Maafkan aku sobat,karena seorang wanita aku meninggalkan dirimu sendirian," ucap pemburu itu sambil memeluk dan menciumi anjingnya.
Anjing itu terus menggonggong agar tuannya mengikuti dia ke arah jalan pulang, dan pemburu pun mengetahui maksud anjing pintarnya. Anjing itu mengendus setiap jalan hingga akhirnya mereka berhasil kembali ke arah jalan pulang mereka yang seharusnya. Di sana telah menunggu seekor kuda putih yang cemas menunggu tuannya.
"Terima kasih kawan telah setia menungguku, tolong maafkan aku yang telah membuatmu khawatir Apollo sahabatku," bisik pemburu itu ke telinga kudanya sembari memeluknya dan menciuminya.
Merekapun pulang dan sampai di rumah. Disana ibunya yang bernama Frances Bean dengan rasa khawatir sedang menunggu mereka di luar rumah dengan sebuah lampu teplok di tangannya.
"Dari mana saja kamu Sion? Kamu selalu saja membuat ibu khawatir nak, apa kamu terluka? atau Apollo yang terluka?" tanya Ibu nya merasa cemas.
"Tidak Bu... kami baik-baik saja, hanya saja aku telah paham akan kata-kata ibu jikalau ada suatu hal yang sangat indah di dunia ini yang bisa menggerakkan hati manusia bahkan melebihi senjata maupun emas dan berlian," ucap Sion sembari memeluk ibunya.
Ibunya yang merasa penasaran bertanya akan apa hal yang dia maksut, namun Sion hanya membalasnya dengan senyuman dan langsung melompat ketempat tidurnya kegirangan.
Sampai tengah malam Sion belum bisa tertidur karena pikirannya selalu berputar-putar akan kekagumannya pada gadis yang dia lihat tadi, semakin dia ingin tidur dan semakin dia berusaha menutup matanya, wajah gadis cantik tadi semakin terngiang-ngiang di pikirannya yang membuat dia tak bisa berhenti melupakannya.
Hingga saat dia tidak sadar kalau dia telah tertidurpun masih melihat dan mendengar suara gadis itu dalam mimpinya. Sepertinya Cupid sang dewa cinta telah memanah tepat di hati pemburu ini.
Mataharipun kembali menyapa dunia, Sion yang ketika malam hari tidak bisa tertidur, sekarang malah tidak sanggup terbangun dari mimpi indahnya. Frances ibunya yang telah menyiapkan sarapan pun membangunkan Sion, namun karena anaknya sangat susah di bangunkan dari mimpinya membuatnya mengangkat Leon anjing mereka tepat di wajah Sion, anjing itupun menjilati wajah Sion yang sedang senyum-senyum menikmati mimpinya, hingga pada akhirnya dia terbangun karena wajahnya telah basah penuh dengan jilatan seekor anjing.
"Dasar anjing nakal! menggangu mimpi indah saja," gerutu Sion sembari membasuh wajahnya dengan air dari teko yang di berikan oleh ibunya. Dan merekapun sarapan bersama menyantap masakan yang telah Frances ibunya siapkan.
Selama dia menikmati sarapannya, pikiran Sion tidak bisa berhenti memikirkan kejadian kemarin, karena baginya hal yang dia saksikan kemarin adalah berkat yang harus dia syukuri dan harus dia saksikan setidaknya sekali lagi sebelum dia mati.
Semakin dia mengingat nyanyian gadis cantik yang dia lihat di rumah pohon dan yang hadir dalam mimpinya semalam membuat hati dan pikirannya tidak bisa menahan rasa kerinduannya akan senandung suci yang telah melelehkan dan meremukkan seluruh perasaan dan jiwanya.
Akhirnya dengan keteguhan hatinya dia memutuskan untuk kembali lagi kedalam hutan untuk mendengarkan senandung gadis cantik itu walau harus berapa banyak hewan buas yang akan mengancam nyawanya dia tidak perduli lagi.
Dengan penuh semangat dia mengajak sahabatnya yaitu Leon si anjing pintar untuk mengendus jalan, dan Apollo si kuda kuat dan lincah untuk membawa mereka ke arah hutan yang cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Sampailah mereka di depan hutan itu, Sion dengan sigap mengikatkan kudanya ke sebuah pohon dan mengambil beberapa tumpukan rumput dan memberikannya kepada kudanya sebagai makanan selama kuda itu menunggu mereka disana.
Sion dan anjingnya memasuki hutan yang masih lembap dan basah, embun dan pagi yang dingin di tempuhnya, namun sampai siang hari tiba dia belum menemukan rumah pohon yang dia lihat kemarin. Karena telah kelaparan dia memutuskan berjalan sampai ke arah sungai agar dia bisa menangkap ikan di sana.
Bermodalkan kayu yang telah dia runcingkan salah satu ujungnya, dia berhasil menangkap empat ikan dan membakarnya, Sion yang telah lapar dan hatinya yang masih ingin bertemu wanita cantik yang dia lihat kemarin dengan lahap menyantap ikan bakarnya, sementara kepala dan tulang adalah menu spesial bagi Leon anjingnya.
Setelah mereka berdua kenyang, rasa puas membawa mereka dalam kantuk hingga pada akhirya tertidur lelap sampai sore hari dalam buaian kicau burung yang terus bersautan menari dengan angin, serta suara menenangkan dari aliran sungai yang pelan.
***