Chapter 3 - drei

Mereka melihat seorang penjual roti kukus di pinggir jalan yang saat itu lumayan sepi, melihat itu bibinya memiliki rencana kemudian membisikkan sesuatu pada Ocha. Awalnya ocha menolak tapi bibinya tetap memaksa. Ocha pun terpaksa melakukan permintaan bibinya yaitu mengalihkan perhatian pemilik warung roti kukus. Ketika pemilik warung mengejarnya maka bibinya akan mengambil beberapa potong roti kukus untuk mereka makan. Tapi tindakan mereka segera di ketahui oleh pemilik warung dia berbalik dan melihat bibinya sedang mengambil roti kukus dan langsung mengejarnya. Karena bibinya yang sedang membawa tas yang berisi pakaian dan tentu saja itu berat membuat pelariannya semakin sulit dan tertangkap dengan cepat.

Pemilik toko menangkap bibinya dan memukulnya "Bagaimana bisa kau mencuri rotiku!"

Bibi meronta-ronta meminta di lepaskan sambil berkata maaf "Maaf.. Maaf.. aku akan mengembalikannya padamu.. maafkan aku." Tapi pemilik toko sepertinya tidak menerima permintaan maaf bibi dan terus memukulnya. Ocha yang melihat itu pun langsung mebantu bibinya dan memukul pemilik toko dengan tangan kecilnya.

"Maafkan aku.." kata bibi lagi memohon ampun.

Pemilik warung dengan kasar terus memukul bibinya "Bagaimana bisa kau mencuri.!?"

"Maafkan aku! Kau melukai tanganku.."kata bibi kesakitan.

Tepat saat itu seseorang datang mengehentikan pertengkaran bibinya dan pemilik toko. Orang itu memberikan uang kepada pemilik toko sebagai ganti rugi dari roti yang telah di curi oleh mereka. Bibi dan Ocha terdiam menatap orang tersebut. Laki-laki itu umurnya hampir sama dengan bibinya, memakai topi koboi, kemeja lengan panjang di masukkan kedalam dan lengannya sedikit di lipat, celana jins lepis dan sepatu pantopel yang mengkilat, tapi meskipun wajah orang itu sedang tersenyum Ocha tidak menyukainya.

Senyum itu seperti menyimpan niat jahat, dan tanpa sadar dia memeluk tas ransel miliknya dengan erat. Namun tidak dengan bibinya. Sepertinya ada percikan cinta di antara mereka berdua. atau hanya bibinya saja yang memiliki perasaan itu dia juga tidak tahu. Bibinya tersenyum dan malu-malu memperbaiki rambutnya yang sedikit lepas dari ikatannya.

Pertemuan singkat itu telah mengubah nasib mereka untuk sementara waku dari tuna wisma menjadi memilki rumah meskipun rumah itu tidak besar seperti rumah mereka sebelumnya. dan hubungan bibinya dengan orang yang di sebut sebagai penolong itu semakin dekat. Singkat cerita mereka pun akhirnya menikah. Ocha tidak menyukai orang yang di nikahi oleh bibinya karena dia terlihat tidak baik. Ocha ingin mengatakan itu pada bibinya tapi dia tidak tega melihat kesedihan di wajah bibinya. Ocha akhirnya memilih diam dan memendam semuanya sendirian.

Laki-laki itu bernama Johan. Dia sangat baik dan memperlakukan bibi dengan lembut. Ocha merasa senang melihat bibinya kembali tersenyum seperti sebelumnya. laki-laki yang bernama Johan itu memberi mereka tempat tinggal dan makan. Saat ini mereka sedang duduk di meja makan menunggu Johan membuat makanan untuk mereka.

Bibi bertopang dagu menatap Ocha yang sedang menekan-nekan meja seperti dia menekan not-not piano. Bibi tersenyum melihat keponakannya yang masih tidak berhenti berlatih meskipun tanpa piano dia merasa sedih untuk keponakannya yang harus berhenti les piano karena tidak ada biaya.

Ingatan Ocha kembali pada saat pianonya di ambil dari rumahnya. Dia menangis berusaha menghentikan orang-orang untuk mengambil piano peninggalan ibunya. Dia menangis dan memohon pada orang-orang yang akan membawa piano tersebut. Tapi permohonan dan tangisannya tidak menghentikan orang-orang yang datang mengambil dan membawa piano warna putih peninggalan ibunya itu. dia juga ingat ketika bibinya memarahinya dan mengatakan kalau dia tidak memiliki bakat bermain piano jadi untuk apa mempertahankan piano itu. sekarang mereka sama tidak memiliki apa pun lagi. ayahnya sudah meninggal. Dan bibinya terus berteriak padanya untuk memintanya tidak menangis karena itu tidak akan mengembalikan ayahnya.

Mata Ocha memerah tapi dia tidak menagis. Dia tidak akan menangis lagi. dia tahu kenapa bibinya mengatakan semua itu padanya. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa pun, dia ingin menjadi seorang pianis seperti yang di harapkan oleh ayah dan ibunya.

Tidak lama kemudian Johan datang membawa nampan berisi makanan dan meletakkannya di atas meja dengan senyum lebar, meskipun dia laki-laki tapi dia terlihat sangat terampil ketika memasak. Laki-laki itu duduk di samping bibi dan mengambil tangan bibi sambil berkata. Ocha mengabaikan keberadaannya.

"Biar ku lihat.. apakah tanganmu baik-baik saja?" tanya Johan lembut laki-laki itu memegang tangan bibinya lalu ke leher. Ocha yang melihat itu semkain tidak menyukai Johan. Laki-laki itu terlihat mesum. Dan benar saja tangan johan bahkan sudah merangkul pinggang bibinya. Apakah laki-laki itu tidak bisa melihat ada anak kecil sedang duduk di depannya. Ocha merasa nafsu makannya hilang seketika. Karena sudah tidak tahan lagi. ocha akhirnya menghempaskan sendok makannya membuat acara lovey dopey bibinya terhenti.

Tanpa kata Ocha masuk ke dalam kamar mengambil tas yang berisi pakaiannya yang memang tidak dia keluarkan. Dia mengambil ransel yang berisi boneka pemberian ayahnya serta tas pakaiannya dan bibinya, dia ingin membawa bibinya pergi bersamanya, lalu keluar dari rumah yang menyesakkan itu. tapi bibinya mengejarnya berusaha menghentikannya.

"Ocha.. apa yang kau lakukan!" teriak bibinya dan mengambil kembali tas pakaian yang di pegang Ocha "Jika kau ingin pergi! Pergilah. Aku lelah dan tidak ingin terus lapar.."

"Tapi dia.." kata-kata Arista terhenti ketika bibinya menunduk mengambil sebuah bingkai foto yang sebelumnya Ocha peluk ketika mereka masih berada di rumah besar miliknya. Bibi melihat wajah yang ada di bingkai foto itu adalah Aditya adik laki-laki terbaiknya. Seketika bibi merasa bersalah, dan kembali memasukkan bingkai foto itu ke dalam ransel Ocha.

Bibi berkata dengan ketus pada Ocha "Urus-urusan mu sendiri, pergi dan selesaikan makan malam mu. Bukankah kau bilang akan jadi anak yang baik?" bibinya pun kembali menyeret Ocha masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah Johan masih tersenyum seperti biasanya, senyum yang membuat Ocha muak. Sikap ramah yang di tunjukkan johan pada mereka sejak pertama bertemu terliat sangat tidak tulus.

Johan yang melihat mereka masuk segera meminta mereka untuk kembali duduk dan melanjutkan makan malam "kemari, kemarilah.. makan malam mu hampir dingin.."

Bibi menoleh ke arah Ocha dan memintnya untuk duduk dan menjadi anak baik. Ocha pun dengan terpaksa mengikuti keinginan bibinya.

"Kemarilah.." kata johan dengan senyum lebar di bibirnya.

Mereka akhirnya makan malam dengan tenang meskipun Ocha tidak menyukai Johan tapi dia tidak ingin meninggalkan bibinya di sana sendirian. Dia hanya memiliki bibinya sebagai keluarganya. Dia tidak ingin kehilangan bibinya lagi seperti dia kehilangan ibu dan ayahnya.

Hari-hari berlalu, Ocha akhirnya mulai terbiasa tinggal di kota itu meskipun keadaannya sangat tidak nyaman, tapi Ocha tidak ingin merepotkan bibinya. Akhirnya dia membantu pekerjaan bibinya seperti mencuci piring dan mencuci pakaian.