"Nom-nomor Rey?" ulang Heti gagap.
"Iya, aku mau minta nomornya Rey, plis kasih!" jawab Natan memohon.
Dasar plin-plan!
Dari sorot mata itu siapa yang mau menolak, ada luka besar dalam diri Natan yang mungkin Reyka seorang yang bisa menyembuhkan. Tapi, bila hanya karena kemiripan yang ada, maka sakit hati Reyka nanti akan menjadi tanggung jawab Heti saat ini.
Dia yang memberikan nomor ponsel Reyka pada Natan, membuka lembaran lama yang sudah Reyka tutup rapat dan percayakan kepadanya.
"Aku nggak tahu ya dia mau nggak terima pesen dari kamu, tapi Nat ... kalau emang Rey nggak mau, jangan paksa dia!"
Natan mengangguk seolah paham akan apa yang Heti maksud, dia butuh teman kecil lamanya itu, dia rindu ketenangan yang Reyka berikan kepadanya, dia ingin Reyka duduk di sampingnya seperti ini, seperti apa yang Heti lakukan dan hanya Reyka yang bisa melegakannya.
Kisah tentang Andara nyatanya tak bisa Heti komentari apa-apa, ia berduka juga di sana setelah enam bulan dirasa Natan sudah bahagia.
"Nggak ada yang deketin Rey selama ini, dia emang niat pisah bukan karena pengen nikah lagi, tapi karena dia udah capek aja, Nat. Aku yakin banget kalau dia ketemu sama kamu, dia bakal cerita semuanya, cuman-" di sini, di satu titik ini yang tidak bisa Heti jabarkan pada Natan inti masalahnya, hal yang mencekik Reyka dan memaksa Reyka harus menjauh dari Natan.
Natan kembali mengangguk, dia hanya ingin Heti tahu kalau niatnya meminta nomor Reyka bukan untuk hal sembarangan, tetapi karena memang dia sangat membutuhkan Reyka saat ini.
Tidak, sejak lama dia butuh dan tidak pernah mengganti Reyka dari hatinya meskipun Reyka memutuskan pergi waktu itu.
Di tempat lain,
Reyka tahan kedutan di matanya, ada hal yang membuatnya cemas sejak mendengar penuturan sang ayah dan Heti yang hampir sama itu.
"Huuh, nggak, aku nggak akan nemuin dia." Reyka pukul-pukul lengan dan pipinya, menyadarkan diri. "Rey, kamu harus buktiin semua itu, biarin Natan seneng dan bahagia sampe hidup ini kelar tanpa kamu, udah!"
Enggak, aku mau duduk di dekat Natan!
Reyka sadarkan dirinya sekali lagi, hal itu tidak boleh terjadi, demi masa depan Natan, dia harus menjauh selamanya sekalipun Natan memohon dan bersimpuh.
***
Rey, apa kabar?
Hei, Rey ... masih inget sama aku, Natan?
Rey, bisa kita ketemu?
Rey, aku Natan, temen kamu!
Rey...
Berulang kali Natan ketik, tapi ia hapus lagi tidak ada yang ia kirimkan pada nomor Reyka yang sudah tersimpan di sana.
Disaat masalah tiba, kecemasan memuncak dan tak menemukan bahu yang tepat, tentu teman adalah hal yang terindah dan terpenting saat itu.
Natan butuh Rey-nya. Dia mau Reyka yang duduk di sampingnya sekalipun itu pahit untuk diakui dan dijalani, tapi Natan ingin Reyka di sini.
Karena Reyka, dia memutuskan menikahi Andara. Karena Reyka juga, dia mencintai Andara.
Katakan dia jahat pada Andara, tidak masalah, dia memang mengaku jahat. Namun, siapa yang menyalahkan hati yang sudah mencinta?
Walau tak Natan ucap jelas, seharusnya Reyka tahu itu, Reyka rasakan itu, Reyka sadari dan balas hal itu, bukan pergi.
Dan Natan harusnya tak berharap Reyka kembali atau mendengarnya karena sakit hati, nyatanya dia berharap, hampir di setiap napasnya, Reyka yang dia ingat.
Satu pesan akhirnya terkirim, membuat jantung Natan berdegub kencang, dia raba dan tenangkan, tanda centang biru belum ada di sana.
Dua centang akhirnya terlihat, pesan itu sudah masuk ke ponsel Reyka, sebentar lagi dia bisa melihat di mana Reykan akan membalas pesan darinya, mereka akan memulai semuanya dari awal.
...
Dua jam menunggu dan tak ada balasan di sana, bahkan belum Reyka baca.
Apa dia nggak pernah buka hape di jam segini? Dia kerja apa sih? Mana aku nggak tanya sama Heti tadi dia kerja apa, sial.
Ponsel itu masih saja sepi, pada akhirnya Natan tinggalkan saja di kamarnya, memilih duduk di teras rumah dengan harapan yang sama besar, walau tak mungkin lagi menjadi teman baik seperti dulu, setidaknya Reyka mau memberinya kesempatan dan memberitahunya masalah apa hingga mereka terpaksa berpisah.
Apa maumu?
Reyka tahu ada pesan itu dari Natan, sengaja sampai dia tak membuka ponselnya sama sekali hanya karena sudah ia cukupkan dalam dirinya sendiri.
Hanya sekedar mencari tahu soal kabar Reyka saat ini, entah kenapa dia datang disaat yang sangat tepat di mana dia dan suaminya sudah berpisah, lalu Andara telah tiada seolah langit ingin menyatukan mereka berdua.
Enggak!
Reyka matikan saja ponsel itu, lagipula tak akan ada yang tahu kalau Natan menghubunginya, kecuali Heti, tak ada satu orang yang akan berani Natan temui selain Heti, hanya dia yang akan memberikan nomor ponselnya kepada Natan.
***
"Dia nggak kamu bales?" tanya Heti, gigit jari, takut Reyka marah kepadanya.
Reyka bergeleng, hal yang mustahil bila dia menelan ludahnya sendiri di sini, dia sudah sepakat agar tak menghubungi Natan sejak lama, sejak dia memutuskan menikah.
"Lagian, dia mau bahas apa sama aku?"
"Siapa tahu, Rey. Dia kemarin mohon banget ke aku, dia kayak butuh banget sama kamu, kelihatan dari wajahnya itu loh, cuman kamu yang bisa ajak omong dia." Heti tepuk dan pijay sedikit bahu Reyka. "Rey, wajar teman balik ke temennya lagi, nggak akan bisa dia ganti posisi kamu di sini, Rey. Udahlah bales aja dia, kalau kalian bisa ketemu, bilang ke dia masalahnya apa, biar jelas dan kalian cari solusinya!"
Pletak,
Tak semudah itu, bila dia berani menemui Natan itu artinya Reyka menantang sosok kiat di seberang sana, ibu Natan.
Wanita itu yang memintanya menjauhi Natan, wanita itu yang mengatakan kehidupan Reyka tak akan pantas dengan Natan, wanita itu juga yang mengancam akan merusak kehidupan dan mimpi Natan bila Reyka berani mendekat.
"REY!" sentak Heti, pertama kalinya dia melihat Reyla linglung, bahkan saat melewati proses cerai saja, Reyka tak sebingung ini.
"Rey, kenapa?" tanya Heti. "Ngapain sih? Mikir apa?"
Reyka bergeleng cepat, dia terlalu sayang pada Natan, tanpa dia tahu apa yang menyebabkan wanita itu benci padanya, dia rela menjauhi Natan demi sebuah kata mimpi yang akan Natan capai.
Pria itu bisa duduk di singgahsana usaha keluarga, Natan aman sampai detik ini, rasanya sudah cukup.
"Aku nggak akan bales pesennya dia!" putus Reyka, ia bergegas melipat surat keterangan cerai yang baru saja ia terima hari ini.
Maafin aku, Nat. Plis, kamu harus bahagia.