"Dara udah meninggal, Rey."
Puurrfftt,
Kembang gula yang ada di mulut langsung tersembur ke luar, disaat seperti ini kabar duka lumayan mengejutkan juga, baru bertemu sudah ada berita duka.
Reyka harus bagaimana, memberi pelukan, menenangkan, mengusir kegalauan atau diam saja dan mengucapkan turut berbela sungkawa, apa iya itu?
Nyatanya hanya berkedip sambil menoleh ke arah Natan, dia tersenyum, senyum yang masih sama dengan senyum yang selama ini Reyka suka dan mati-matian dia hapuskan waktu itu.
Ekhem,
"Aku turut berduka ya, Nat. Semoga amal ibadahnya diterima dan semua dosa diampuni, aamiin."
Benarkan, benarkan kalau aku harus ngomong gitu?
Natan tersenyum lagi, semakin membuat Reyka gusar, seharusnya Reyka usir mantan temannya itu, tapi singa di belakang sana masih mengintai.
Siapa lagi kalau bukan bapaknya, mau tidak mau Reyka jelas duduk tenang di samping Natan.
Aku harus menangis apa biar kelihatan berduka juga?
"Rey," panggilnya.
"Hem?"
"Aku butuh kamu."
Heh!
"Butu-butuh buat apa?" jangan bilang mau pinjam uang, dompetku aja udah ngelambai minta isian. Imbuh Reyka dalam hati. "Kamu mau pinjem uang? Kalau itu aku nggak punya, Nat. Sorry banget, miskin aku!"
Ahahahaha,
Eh, Natan justru menyemburkan tawanya. Sumpah demi apapun, ini tidak seperti yang Reyka bayangkan di mana dia akan marah dan mengusir gusar Natan dari rumahnya, sebaliknya mereka duduk tenang dan seperti orang kasmaran dengan cengiran tanpa henti, bahkan cekikikan yang bisa disalah artikan.
"Rey," panggilnya lagi.
"Iya, apa, Nat, apa?"
Natan tahan tawanya, dia berdeham dan mulai menyusun kata.
"Aku butuh kamu sebagai teman, Rey. Aku kangen sama kamu yang hibur aku setiap kali aku sedih, Rey ... kamu pasti inget jaman dulu, kan. Waktu aku suka nangis dan kamu yang redain, aku kangen itu, Rey!"
"Ck, yauda, kalau kamu butuh hiburan, ke sana aja cari taman hiburan, kok ke aku, aku juga lagi banyak masalah, udah nggak ada Rey yang suka hibur kamu, lagian kita tuh ap-"
Natan menatap Reyka dalam, dia tak menemukan taman hiburan yang tepat tanpa Reyka di dekatnya, semua hampa. Natan yakin Reyka tahu kenapa dia menikahi Andara, gadis yang dipilih kedua orang tuanya, tak lain karena Andara punya banyak kesamaan dengan Reyka, dia bisa melupakan kesedihannya saat Reyka pergi dan memutuskan pertemanan sepihak itu, ada Andara yang menjadi tanggulnya.
Kini semua hilang, dia hanya punya Rey-nya.
"Rey,-"
"Nat, plis ... aku nggak bisa hibur kamu, aku bukan Rey yang dulu yang bakal hibur dan selalu ada buat kamu, bukan payung yang bisa redain hujan di hati kamu, bukan lagi. Aku bukan Rey yang dulu, beda." tegasnya. "Kamu sedih ditinggal Andara, helo apa kabar aku yang harus lihat mantan suamiku mau nikah lagi, Nat? Cari hiburan lain, aku juga lagi sedih dan-"
Sial, dia melihatku memelas begitu!
"Kamu masih bisa lihat dia di sini, aku bakal milih dia selingkuh daripada mati, Rey. Nggak akan bisa aku lihat dia lagi."
"Ih, yauda, sana minta dia hidup lagi. Sekalian aja kamu aduin ke pemerintah biar ada undang-undang buat perselingkuhan yang dianjurkan, asal dia bahagia, omong kosong macem apa itu, kesel aku!" Reyka berdiri, dia endak masuk dan meninggalkan Natan dengan sisa kembang gula yang ada. Namun, Natan sekali lagi menahannya, mencengkram ringan pergelangan tangan Reyka. "Nat, plis deh, kita bukan siapa-siapa lagi, lepasin aku!"
Tidak, Natan tidak akan melakukan itu, yang Natan lakukan adalah sebaliknya, dia berdiri dan langsung memeluk Reyka tanpa aba-aba.
Jantungku mau copot, Bapak!
***
Plak!
Berulang kali Reyka tepuk kedua pipi dan keningnya, dia merasa tidak puas tidur dengan mimpi yang serba Natan itu.
Bisa-bisanya dia meluk aku di teras rumah, ada bapak lagi, jantung aku nggak normal ini pasti, sialan!
Heti datang pun Reyka tak menghiraukan, hari ini rencananya akan menghubungi kontak beberapa agen yang endak melancarkan usaha baru keduanya, tapi otak Reyka sedang tidak berfungsi dengan baik. Reyka berulang kali melamun, lalu setelahnya langsung menyandarkan kepala ke atas meja, pasrah.
"Kamu ngapain sih, kena sihirnya Natan?" tuduh Heti.
Reyka berkedip pelan seolah membenarkan, dia bukan gadis lagi, tapi dipeluk Natan seperti membuatnya kembali gadis.
"Heti," panggilnya.
"Apa? Udah sadar? Udah balik nyawanya?"
"Gimana kalau kamu jadi aku?"
"Apaan sih? Mau digabungin gitu?" balad Heti tidak paham.
"Jadi, gini-" Reyka pastikan temannya itu bisa memberinya keputusab terbaik tentang Natan. "Sumpah, dia meluk aku di depan bapak, mati aku!"
Dor!
Kalau ada tembak, pasti sudah Heti tembak kepala Reyka, menghilangkan mimpi yang belum sepenuhnya pergi dari kepala itu.
"Aku harus ngomong apa coba, dia beneran meluk aku, bukan aku yang mau loh, dia yang meluk, ak-"
"Kamu bales?"
"Enggak, enggak aku bales, Het, gila apa. Aku masih sadar nggak akan bisa sama dia, tapi Het jantung aku!" Reyka tarik dan arahkan tangan Heti ke dadanya, deguban kencang itu bisa Heti rasakan dengan jelas. "Aku kena sihirnya Natan, Het. Balik nggak aku jadi perawan?"
Plak,
"Sakit?" tanya Heti setelah menampar sekali.
Reyka mengangguk, sakit menurutnya, dia bahkan menggosok dan bekasnya merah di pipi kanan itu.
"Kamu nggak bakal balik perawan, mana ada kayak gitu!"
"Ya ampun, maksud aku itu perasaan aku balik kayak anak muda belia lagi, Het. Aku berasa masih betah mau jatuh cinta lagi, itu nggak bener kan? Iya kan?" Reyka yakinkan dirinya, dia sudah berjanji meninggalkan Natan, dia harus melakukan itu, tapi tubuhnya berreaksi lain. "Waktu Natan peluk aku, aku jadi patung aku nggak tahu harus apa, aku bahkan diem dan nggak ngomong sampe dia lepas, satu lagi, hal yang nggak berubah dari Natan, dia bisikin aku sambil usak rambut-" dia peragakan apa yang Natan lakukan kemarin. "Hibur aku, Rey. Dia bilang gitu!"
Duar,
"Dia anggep kamu wanita penghibur kali, Rey. Jangan bilang Natan jatuh ke dunia begituan, Rey, itu gila!" Heti histeris. "Bakal ada yang dateng bilang hamil anak dia setelah ini."
"Bisa jadi, aku?" Reyka menunjuk hidungnya. "Aku gimana dong? Kemarin di depan bapak aku ngangguk mau hibur dia, Het. Aku nggak mau jadi cewek begitu!"
Heti dekap temannya itu, tidak akan ada yang berani menggoda Reyka selama Heti masih ada, terlebih lagi dalam urusan hati dan harga diri, Heti akan maju lebih dulu.
Kalau Natan jadi minta dihibur sama aku? Aaarrrgghhhhh, aku nggak mau jadi pelindungnya Rey kalau gitu, aku masih perawan ting-ting!