"Kita mau usaha apa jadinya, Hetiiiii?" Reyka sudah jenuh dengan kehampaan yang ada.
Pekerjaan lama telah ia lepaskan, kini berganti mencari sumber penghasilan baru lainnya bersama teman satu nasib yang selalu ada dalam suka maupun duka.
Heti terbangun dari tidur siangnya, nyenyak seolah tanpa beban, memang itu yang dia rasakan, bahkan dia tak mau memikirkan kapan dia harus menikah.
Dunia ini sarang masalah, kalaupun dia pulang ke pangkuan Sang Pencipta, dosanya masih sangat banyak, melebihi pasir di tepi pantai yang tak bisa dia hitung, sombong sekali kalau dia meminta kembali dengan cepat.
"Hhuuhh, katanya mau jualan aja, jualan apa gitu, Rey!"
"Lah, iya apa? Jualan apa coba? Daster? Frozenfood? Atau apa? Dari kemarin nggak pernah jelas mau jualan apa kita itu tahu!" Reyka berganti berbaring, dia lelah juga seharian memikirkan apa yang harus mereka lakukan agar kemiskinan tak melanda dompet imutnya.
Heti masih berpangku tangan, dia pun tak pernah cocok bekerja ikut orang, berulang kali mendapatkan kesempatan dari nama baik Reyka, selalu saja dia sia-siakan, termasuk hari ini di mana dia juga menjadi pengangguran.
"Kayaknya aku tuh cocoknya jadi penasehat kamu deh, coba kamu aja yang usaha, aku bagian cuap-cuap, hem?" tawar Heti.
Ide bagus!
Reyka tarik dan cubit kedua pipi bulat temannya itu, dia mendapatkan ide dari ucapan Heti barusan. Dia yang tekun berusaha, sedang Heti yang pandai merayu orang, tim sukses dagang yang sangat lengkap. Ada admin dan ada juga marketing, luar biasa.
Tapi, barang apa?
Reyka kembali menepuk pipinya, mencari seuntas ide yang mungkin bisa dia manfaatkan di atas benang kusut itu.
Lagi dan lagi, dia hanya bisa menepuk pipinya, sedang Heti kembali mendengkur kelelahan sendiri merangkai bayangan yang ada di kepalanya.
Duar,
"Apa, Rey?" terbangun dengan pipi basah.
"Aku punya ide!"
"Apaan?"
"Kita bakal jualan daster aja, online dan offline, kamu yang nantinya cuap-cuap di depan orang, nawarin semua barang dagangan kita!"
Mati, Heti kembali berguling.
Tapi, tak ada pilihan lain lagi, dia dan Reyka sama-sama butuh sesuatu agar roda kehidupan mereka berputar.
Setelah keputusan itu bulat adanya dan Heti tidak akan berubah fikiran, Reyka bersiap menghitung modal dan mencari agen yang tepat.
"Ehem," suara Widi mengejutkan keduanya, Heti kembali mencari tisu untuk menghapus awan di pipinya. "Jadi, gimana sama usahanya?"
"Bapak ngagetin deh, kasihan dia loh!" Reyka tergelak melihat temannya yang kelabakan.
Widi tepuk bahu Heti, "Anak perawan kok tidur aja, sana aja cari jodoh atau apa, Het!"
"Heleh, gimana mau cari jodoh, itu juga jemputnya pake cuan, Paman!" menepuk keningnya. "Mau cowok atau cewek juga sama matrenya sekarang, Paman kudet sih!"
Kudet?
Reyka bekap mulutnya, adanya Heti di rumah ini selalu menjadi hiburan utama untuknya diwaktu apapun itu.
"Apaan itu?" tanya Widi kesekian kalinya, namun sayangnya Heti tak menjawab sampai rumah itu kembali sepi.
Widi perhatikan ponsel yang tergeletak tak berharga, dulu dia masih ingat jaman di mana Reyka sebelum menikah dengan Gilang dan saat Reyka berteman baik dengan Natan, jangankan menyentuh ponselnya, berada diradius dekat ponsel itu saja tak bisa Widi lakukan.
Kali ini dia justru bisa duduk dekat sambil memangku ponsel itu.
"Bapak denger kalau kamu dihubungi lagi sama Natan ya?" tanya Widi, sontak Reyka menoleh. "Kalau Bapak boleh tahu, kenapa dan ada apa antara kamu sama dia, toh kalian sekarang kalau ketemu sama-sama sendiri, iya kan?"
Reyka terdiam, tak ada tawa dan senyumnya seperti tadi saat Heti ada di rumah ini, pudar dan sirna.
"Ya, kalau emang nggak ada masalah, seharusnya kalian jalin lagi pertemanan yang ada, saran aja sih dari Bapak, Rey."
***
Natan sudah berulang kali berusaha mengirim pesan dan mencoba menghubungi Reyka, tapi nyatanya entah apa yang membuat teman kecilnya itu enggan berhubungan lagi dengannya saat ini, dia ingat sekali saat Reyka memutuskan tak berteman lagi dan menjauh, Reyka menangis sesenggukan juga meminta maaf.
Dia ingin tahu, dia harus tahu itu kenapa. Kalau waktu itu kekasih Reyka yang pada akhirnya menikah dan sekarang berpisah, tentunya bukan lagi menjadi halangan untuk mereka.
Dan dia, kenapa dia mencari Reyka?
Natan pejamkan matanya, "Bang, berapaan kembang gulanya?"
"Owh ini lima ribu tiga, Mas. Mau?"
"Iya, Bang. Sepuluh ribu ya."
Dia tahu Reyka akan menolak pesannya lagi, tapi Natan yakin kalau temannya itu tak akan menolak bila kembang gula dengan berbagai bentuk ini dia berikan bisa Reyka tolak.
Dia yakin dengar benar, sampai dia berdiri di depan rumah Reyka, rumah yang ia rindukan itu.
"Ngapain dia ke sini?" gumam Reyka, sial sekali dia merasa duduk di teras pagi ini.
Nggak, aku nggak akan pernah mau ketemu sama dia!
Bruk!
Bapak!
Widi lihat di depan rumahnya ada Natan yang menunggu penuh harap, sedang Reyka yang sudah terlihat di sana malah beringsut menghindar.
"Temui dia!" titah Widi seolah restu masih ada di sakunya
"Nggak, Pak!"
Widi tak mau dengar, dia berseru memanggil Natan agar masuk, bahkan dia sudah berjalan ke teras rumah membuka pagar kecil di sana.
Sial!
Mata Reyka menangkap senyum itu lagi, dia tahu bapaknya tak akan pernah menolak kehadiran Natan di rumah ini, Natan sejak dulu sangat dia hormati dan sayangi seperti anak sendiri.
"Kamu bawa apa, Nat? Kok repot-repot!" bertanya sambil melirik Reyka yang malas, mendekat pun tidak.
Natan tersenyum, "Ini kembang gula kesukaan Rey, Paman. Kebetulan ada yang jualan dan aku-"
"Aku nggak mau makan kembang gulanya!" potong Reyka dengan suara keras, bahkan melengos saat Widi berbalik, tak menunggu lama Widi tarik tangan anaknya itu, baginya tak ada pertemanan yang putus dan menjadi mantan teman.
Bapaaakkk, aku tuh nggak mau!
Sia-sia, akhirnya dia pun duduk di teras rumah menemani Natan, membawa kantong berisi kembang gula yang memang benar dia sangat suka, dia bahkan sudah lama merindukan kembang gula itu, tak ada yang menjualnya di dekat sini
"Ehem!"
Apa sih ehem-ehem?
Reyka menjaga jaraknya, tak mau duduk terlalu dekat seperti anak gadis yang suka bertemu mantan pacar setelah sekian lama.
Nggak level, lagian aku bukan gadis!
"Rey," panggilnya.
"Apa?" menjawab ketus.
Tangan Natan menggantung ke depan pangkuannya, "Bagi dong kembang gulanya, kan aku bawa ke kamu itu buat makan bareng, masa iya kamu pangku gitu aja, hem?"
"Apaain sih, kalau mau ya makan aja sendiri, pake dikasihin ke aku lagi, nih!" Reyka berikan lagi.
"Yakin nggak mau?"
Mau, mau, mau!!