Pukul 20.25 wib...
Sebuah mobil sport berhenti di depan sebuah rumah mewah bercat putih.
"Terima kasih sudah mengantarku pulang." ucap Audy sambil menoleh kearah Rey.
"Hm, istirahatlah... besok pagi aku akan menjemputmu." tukas Rey.
"Kau tidak perlu menjemputku setiap pagi, aku bisa pergi sendiri dan jacketmu akan aku kembalikan setelah aku mencucinya." sambung Audy.
"Tidak ada penolakan, sayang." putus Rey sambil menyipitkan kedua matanya. Karena ia merasa tidak suka apabila perkataannya dibantah oleh Audy.
"Huft! Seterah kau saja." celetuk Audy.
Gadis itu memutar kedua bola matanya dengan malas. Kemudian ia segera membuka pintu mobil tersebut. Namun, sebelum Audy berhasil menuruni kendaraan, Rey meraih tengkuknya. Lalu menarik tubuh Audy hingga menghadap kearah pemuda itu. Dengan cepat Rey langsung melumat lembut bibir tipis milik Audy.
Rey kecanduan dengan rasa manis yang berasal dari bibir kekasihnya. Sehingga ia merasa enggan melepaskan lumatannya. Tidak ada balasan dari Audy. Tubuh gadis itu menegang dan terlihat tidak nyaman. Ia mencoba meronta ingin segera melepaskan diri.
Akan tetapi, tenaganya tidak bisa mengoyahkan pertahanan Rey. Tubuh Rey tak bergeming sedikitpun. Sehingga membuat Audy merasa kesal karena usahanya hanyalah sia- sia belaka.
"hmph...mmhmphm."
Audy mencoba mengucapkan sesuatu kepada Rey. Namun, pemuda itu tidak mengubrisnya. Ia malah memilih memperdalam lumatannya dengan rakus. Seolah tidak ingin sedikitpun melepaskan kesempatan mencicipi manisnya madu.
Audy memutuskan memukul dada bidang kekasihnya berulang kali. Berharap cara tersebut dapat berhasil menghentikan perbuatan Rey. Sesungguhnya ia ingin menggigit bibir Rey hingga terluka. Namun, Audy memilih mengurungkan niatnya, mengingat hukuman akan menantinya jika ia memprovokasi pria itu.
Menyadari tanda yang diberikan Audy. Rey mulai menurunkan temponya perlahan. Lambat laun ia melepaskan tautannya dengan enggan. Kini, dua pasang mata saling beradu pandang dan memiliki makna yang berbeda- beda. Audy merasa kesal bercampur malu, sehingga ia segera mengalihkan pandangannya kearah lain.
Gadis itu tidak memiliki keberanian untuk menghadapi tatapan teduh milik Rey. Tatapan penuh kasih sayang yang tidak disembunyikan sedikitpun oleh pemuda tersebut. Di sisi lain, Audy juga tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa saat ini jantungnya berdegup dengan cepat. Diam - diam ia berusaha keras menyembunyikan semburat merah yang berhasil mewarnai kedua pipinya.
Melihat tingkah kekasihnya, rasa gemas menggelitik di dalam hati Rey. Lalu salah satu tangan pemuda itu terangkat berniat mengusap pelan surai indah Audy. Rey tidak menutupi perasaan penuh cinta yang dimilikinya terhadap Audy.
"Kuharap kau terbiasa dengan semua perhatian yang kuberikan." ungkap Rey dengan nada lembut.
"Aku harus segera kembali." tukas Audy sambil bergegas turun dari mobil sport tersebut.
Setelah itu Audy berlari memasuki pagar rumahnya. Ia sangat takut untuk menoleh ke belakang. Dalam hatinya berharap pemuda itu tidak dapat mendengar dengan jelas debaran jantungnya. Disisi lain, Rey hanya tersenyum samar melihat tingkah menggemaskan Audy.
Ketika sosok Audy menghilang dari pandangan mata. Kemudian Rey mulai menyalakan mesin kendaraan. Dengan kecepatan sedang, mobil sport itu berjalan menyusuri jalan perumahan menuju ke depan gerbang perumahan.
Rey menurunkan kaca kendaraannya saat melewati pos jaga. Ia menaati peraturan yang ditetapkan oleh warga perumahan demi menjaga keamanan bersama. Sesekali salah satu tangannya menyentuh bibirnya yang terasa lembab. Karena ia teringat ciuman barusan dengan Audy.
***
Ketika Audy melangkah menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Seorang pelayan bergegas menghampiri dirinya. Pelayan tersebut berniat menyampaikan pesan dari tuan Aland. Mendengar perintah yang ditinggalkan oleh saudara kembarnya, Audy segera membuka tas punggungnya.
Ia mengucapkan terima kasih kepada pelayan tersebut. Lalu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju kamar. Salah satu tangannya menyusup masuk ke dalam tas. Memeriksa setiap sudut untuk menemukan ponsel kesayangannya.
Sesampainya di depan pintu kamar pribadinya. Gadis itu meraih handle pintu kamar dengan tangan kirinya yang terlihat tidak sibuk. Akhirnya ia berhasil menemukan ponselnya. Ia langsung menekan nomor tujuan yang telah dihapalnya di luar kepala.
Audy meletakkan tas punggungnya di atas ranjang. Lalu ia berjalan kembali menuju pintu kamar, bermaksud menutup pintu tersebut dari dalam. Nada memanggil masih terdengar dari telepon genggam yang saat ini ia lekatkan pada indera pendengarnya.
Tidak lama kemudian, panggilan telepon dari Audy terhubung. Terdengar suara gaduh mengiringi suara bariton milik Aland.
"Kenapa kau memintaku untuk menghubungimu, jika aku sudah kembali?" tanya Audy tanpa basa- basi.
"Apa kau sudah melakukan semua yang kuminta?" balas Aland dengan serius.
Pemuda itu membalas pertanyaan dengan pertanyaan. Terdengar nada tidak sabar berasal dari Aland, sehingga ia memilih mengacuhkan pertanyaan Audy. Membuat gadis tersebut mengerutkan kedua alisnya. Ia mencoba memahami maksud perkataan saudara kembarnya.
"Permintaan yang mana?" tanya Audy merasa bingung.
"Segera mengakhiri hubunganmu dengannya." sahut Aland dengan jelas.
"Aland, aku telah gagal dan berencana tidak akan mengatakan hal itu lagi kepadanya." putus Audy dengan jujur.
"Huft! Sudah bisa kutebak kau akan gagal." balas Aland sambil menghela nafas kasar dari seberang panggilan telepon.
"Aland, bisakah kau menghargai keputusanku?" tanya Audy lirih.
"Katakan padaku! Apa alasannya kau tidak akan mengakhiri hubunganmu dengan si brengsek? Dia mengancammu?!" tuntut Aland yang mulai kehilangan kesabaran.
"Aku menyukainya." ungkap Audy dengan jujur.
"Shit! Kau menyukainya setelah ia berhasil menghancurkan mobil kesayanganku! Dan berusaha membuat perusahaanku berantakan!" seru Aland tidak terima.
"Apa?? Kau... yakin dia yang melakukannya?" tanya Audy yang sepenuhnya tidak percaya.
"Damn! Sekarang kau meragukan perkataanku! Kau pikir dia bukan orang yang berbahaya?! Audy... kau mengecewakanku!"tandas Aland emosi.
"Bukan begitu..."
Sebelum Audy menyelesaikan semua perkataannya, mendadak sambungan telepon berakhir. Ia mengetahui bahwa Aland sangat marah kepada dirinya. Sehingga pemuda itu memilih mengakhiri panggilan telepon tersebut. Kemudian Audy mencoba menghubungi saudara kembarnya kembali.
Namun, hasilnya nihil karena Aland lebih dulu menonaktifkan ponselnya. Ada perasaan tidak nyaman menyusup ke dalam hatinya. Ia akui dirinya plin plan dalam mengambil keputusan. Akan tetapi, bukan keinginannya untuk mengecewakan saudara kembarnya. Haruskah Audy membohongi diri sendiri tentang perasaannya terhadap Rey?
Dengan perasaan tak menentu, Audy mengetik sesuatu pada layar ponsel miliknya. Sesekali kedua matanya terpejam erat. Kemudian ia mendesah dengan gusar. Berharap hal itu dapat mengurangi apa yang tengah ia rasakan.
"Apa yang telah kau lakukan pada Aland menghancurkan hatiku. Mulai saat ini anggap kita tidak saling mengenal."
Send
Pesan tersebut langsung terkirim kepada Rey. Namun, tangan Audy yang masih menggengam ponsel terlihat gemetar. Ada rasa enggan tetapi ia harus melakukannya. Karena ia dapat merasakan kekecewaan Aland terhadap dirinya. Sedih... Tentu saja! Akan tetapi, hatinya tidak bisa berbohong bahwa ia tak ingin kehilangan Rey.