Keadaan Greysia sekarang sudah lebih stabil daripada sebelumnya. Gadis itu bahkan sudah bisa duduk dan berbicara dengan lancar tanpa merasakan pusing sama sekali.
Jayco masih tetap setia menemaninya semenjak tadi. Laki-laki itu bahkan tetap menggenggam tangan kanan Greysia. Gadis itu telah menceritakan semua yang terjadi kepadanya kemarin. Jayco merasa sangat sedih meninggalkannya sendirian bertarung melawan kerasnya kehidupan.
Raut wajahnya terlihat penuh dengan penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam. Ibu jarinya mengelus lembut punggung tangan orang yang ia cari selama ini. Harusnya dia menjadi gadis yang riang tanpa merasakan semua hal yang membuatnya kesusahan seperti ini.
"Maaf, Grey aku ninggalin kamu sendirian. Aku bahkan tidak pernah memberi kamu kabar apapun semenjak aku pindah" sesal laki-laki itu.
"Bukan salah lo kok... Gue senang lo balik lagi kesini dan kita ketemu lagi. Don't leave me alone" ujar Greysia memohon.
"I stay with you... I'm promise" ucap Jayco dengan sangat amat lembut begitu juga senyum manis yang ia perlihatkan.
"Kamu janji ke aku kalau kamu tidak akan ngulangin hal semacam ini lagi. Ini terakhir kalinya ya Grey, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa" kata Jayco lagi.
Gadis yang duduk di atas brankar itu mengangguk. Untuk saat ini ia punya rumah untuk berlindung. Setidaknya untuk sementara waktu ia tak perlu takut untuk sendirian. Perasaannya lebih tenang sekarang, bahkan dari pihak keluarganya tak ada satupun yang menjenguknya ke rumah sakit. Ia memang tak diharapkan di manapun.
Jayco memandang lurus kedepan, padangannya terkunci pada pergelangan tangan Greysia yang di perban. Dia masih memikirkan kejadian tadi siang yang terlalu tiba-tiba untuknya. Bayangkan saja jika ia menolak perkataan ibunya untuk turun dan menanyakan letak rumah orang yang menjualkan rumahnya. Andai saja dia tidak mengetuk pintu rumah itu.
Mungkin, dia tidak akan bertemu dengan Greysia untuk selamanya.
Dia terus berterima kasih kepada Tuhan karena masih mempercayakannya untuk menjaga gadis ini.
"Lo udah makan?" tanya Greysia setelah melihat jam yang ada di dinding berada di pertengahan antara angka 8 dan 9.
"Gak laper, nanti aja gapapa" ujar Jayco.
"Enggak, lo harus makan sekarang. Lo bisa delivery atau beli di toko yang ada di depan rumah sakit. Kantin disini pasti udah tutup karena ini emang udah malam" ucap gadis itu.
Jayco menghembuskan nafas beratnya, "Yaudah iya ini delivery... Kamu mau makan sesuatu? Aku tau makanan rumah sakit gak begitu enak" ujarnya menawari.
"Gue pengen kebab atau pizza? Pengen dua-duanya" oceh Greysia merengek kebingungan atas pilihannya sendiri.
"Beli dua-duanya aja udah... Nasi goreng seafood kayaknya enak deh" ucap Jayco.
"Ihhhhh mau juga" eluh Greysia.
"Ngelunjak ya dasar... Kalo kamu makan itu semua nanti perut kamu kekenyangan Mbak Greysia terhormat" cibir Jayco gemas sendiri.
Greysia lantas mengerucutkan bibirnya membuat Jayco tak tahan untuk mencubit gemas bibir gadis itu. Greysia kemudian mengomel, dia tambah kesal bibirnya dicubit begitu saja oleh Jayco.
"Sakit tau!" protesnya.
Jayco tetap sibuk dengan ponselnya tak memperdulikan rengekan gadis yang ada di depannya, "Biarin, ngeselin sih" balasnya tak mau kalah.
Selesai memesan makanan, Jayco menaruh ponselnya dan menyandarkan punggungnya ke punggung kursi. Tangannya ia lipat di depan dada dan kakinya ia silangkan hingga bawah brankar. Dia terdiam tanpa suara begitu pula gadis yang sedang bersamanya hanya detak jam dinding yang terdengar setiap detiknya.
Sebenarnya ia sedikit mengantuk terlebih dia belum tidur sama sekali semenjak kemarin malam. Besok ia harus sekolah jadi membuatnya sedikit khawatir jika harus meninggalkan gadis ini sampai sore. Apa dia harus izin dulu besok dan masuk besoknya lagi? Bisa-bisa papanya akan mengembalikannya ke Kanada.
"Besok... Aku ke sekolah" ujar Jayco menoleh kearah Greysia.
"Lo sekolah disini?" tanya Greysia sedikit kaget.
Jayco mengangguk singkat, "Aku pindah kesini. Apa aku izin saja ya?"
"Eyy, gak bisa dong! Lo harus ke sekolah, gue gak bakal kenapa-kenapa suer" seru Greysia.
"Janji ya" ucap laki-laki itu sembari mengacungkan jari kelingking nya.
Greysia tersenyum geli, dia menautkan jari kelingkingnya bersama Jayco. Mereka sama-sama melemparkan senyum manis yang mereka punya. Sudah lama sekali Greysia tak melihat senyum itu, betapa rindunya dia kepada laki-laki ini.
Ponsel Jayco berbunyi menunjukkan sebuah notifikasi timbul dari sebuah aplikasi hijau saat ia memesan makanan tadi. Drivernya telah sampai di depan rumah sakit, Jayco harus pergi mengambil makanan di luar. Greysia mengiyakan, gadis itu menunggu di ruangan putih itu sendirian.
Greysia memandangi perban yang ada di pergelangan tangan kirinya. Tatapannya nyalang melihat seberapa kejam yang ia lakukan pada dirinya. Ia menyesal tak melakukannya lebih dalam lagi, ia lelah di hantui rasa cemas dan segala ketakutan yang ia rasakan selama ini. Andai saja sore tadi ia menggoresnya sekali lagi, mungkin ia sudah tidak perlu menanggung masalah selama ini.
Ia tak punya keluarga lagi, nenek yang selama ini ia jadikan alasan untuk bertahan sudah tak bersamanya lagi. Ibu kandungnya hanya fokus bekerja dan tak pernah mendukung apa yang ia impikan. Ayahnya pergi tanpa jejak meninggal bekas luka di hatinya. Sedangkan ibu tirinya, orang jahat yang menyiksanya pelan-pelan.
Greysia ingin merasakan kehangatan keluarga yang seperti orang lain miliki. Greysia ingin merasakan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Rasanya apa yang ia inginkan hanyalah sebuah ilusi tak berdasar. Mimpi yang tak akan pernah terwujud. Dan doa yang tak akan pernah terkabul.
Pintu terbuka menampakkan Jayco yang datang membawa dua kantong plastik makanan di tangannya. Laki-laki itu mengeluarkan satu persatu lalu mengambil kantongnya untuk menjadi alas. Greysia menyilangkan kakinya yang kemudian Jayco menata kantong kresek itu di atas kasur brankar lalu menaruh satu persatu makanannya di sana.
"Tadaa... Selesai, kamu makan ya" ucap laki-laki itu kepada Greysia.
Greysia mengambil sepotong pizza lalu memasukkannya kedalam mulutnya besar-besar bahkan pipinya sekarang telah mengembung lucu. Jayco membuka bungkus kertas minyak yang berisikan nasi goreng seafood yang ia beli tadi lalu memakan sesendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya.
Laki-laki itu menyodorkan sesendok nasi gorengnya kepada Greysia. Awalnya gadis itu menolak karena tak enak dengan Jayco, apalagi laki-laki itu sudah membelikannya makanan yang ia minta jadi akan terlihat tidak tahu diri jika ia juga ikut memakan nasi gorengnya. Akan tetapi laki-laki itu tetap memaksa dan berkata tak usah sungkan dengannya membuat Greysia membuka mulutnya ragu dan menerima suapan nasi goreng yang di berikan Jayco.
"Gimana enak?" tanya Jayco saat Greysia mulai mengunyah makanan tersebut.
Gadis itu membelakkan matanya, rasa dari nasi goreng itu tak terlalu buruk mungkin ini adalah nasi goreng seafood terenak daripada yang ia beli. Mata itu menyipit menimbulkan garis mata yang melengkung indah, kedua ibu jarinya terangkat.
"Muantapp poll" serunya senang.
Sembari menyisir rambutnya ke belakang, Jayco menaikkan bahunya ke atas. Laki-laki itu menyombongkan dirinya yang berhasil mendapatkan nasi goreng seafood yang enak malam ini.
"Ya jelas siapa dulu yang beli" sombong laki-laki itu lalu menyendok lagi nasi gorengnya, "Mau lagi? Ini" tambahnya menawari Greysia.
"Enggak terima kasih... Kebabnya masih ada, lo lanjutin aja makannya" ujar Greysia.
Jayco mengangguk, laki-laki itu melanjutkan memakan nasi goreng yang tak lupa dengan kerupuknya. Sudah lama ia tak memakan makanan Indonesia yang sangat khas dengan rasanya. Dia terlalu lama berada di Kanada sana.
"Ngomong-ngomong, lo kenapa pindah ke Kanada saat itu?" tanya Greysia sembari membenarkan kertas pembungkus kebabnya.
"Kamu inget, hari terakhir kita bertemu itu aku pingsan saat sampai di depan rumah. Aku di bawa ke rumah sakit, katanya ada kanker di otakku. Jaman kita kecil dulu tidak secanggih sekarang, perlengkapan rumah sakit masih belum sebaik saat ini. Akhirnya aku di bawa ke Kanada, disana ada rumah sakit besar dan perlengkapannya jauh lebih baik daripada di sini" ucap Jayco panjang lebar.
Dia berhenti sejenak guna menelan nasi yang masih ada di kerongkongannya, lalu tangannya beralih membuka kaleng soda dan meminumnya. Kemudian dia melanjutkan ceritanya tadi.
"Aku di operasi disana dan berakhir sekolah juga di Kanada. Aku berjuang hampir 4 tahun sampai aku benar-benar sembuh dan tidak ada lagi kanker yang bersarang di otakku. Awalnya aku terus merengek minta pulang, pulang ke Indonesia karena ada kamu disini. Tapi papa malah marah dan maksa aku untuk menetap di sana, aku kesal sebenarnya terus aku akali pak tua itu. Aku membuat perjanjian tertulis, aku akan sekolah di Kanada hanya sampai SMP saja dan iklas tidak iklas aku harus balik ke Indonesia saat masuk SMA... Dan yaa disinilah aku sekarang" ujarnya sembari merentangkan kedua tangan mengakhiri cerita panjangnya.
"Terus lo kenapa gak ngabarin gue? Gue kira lo marah dan gak akan menemui gue lagi" kesal Greysia.
"Aku udah berusaha dasar! Aku terus cari sosial media kamu, tapi gak pernah dapat" ucap Jayco membela dirinya.
"Uhmm—gue gak punya sosmed" cicitnya malu.
"Nah kan... Terus aku yang di salahin? Dasar ya!!" kesal laki-laki itu.
"Iya-iya gue yang salah! Tadinya tuh punya tapi terpaksa di hapus, gue gak kuat lihat postingan yang dulu-dulu" ucap gadis itu merasa geli sendiri.
"Padahal dirinya sendiri yang memposting, tapi malah dia sendiri yang geli" cibir Jayco.
Greysia memukul pelan bahu temannya itu,"Itu wajar tau! Berarti gue sadar kalo itu mempermalukan diri" katanya membela diri.
Kemudian, laki-laki itu berdiri. Membereskan bekas bungkus nasi goreng dan memasukkannya kedalam kantong plastik putih kosong. Greysia pun juga melakukan hal yang sama, dia melipat menjadi dua bungkus kebabnya.
Jayco merobek setengah bungkus pizza, dia menjadikan satu pizza yang tersisa sehingga tidak menyisakan ruang kosong pada kotak itu. Kemudian laki-laki itu membuang sampah yang di kantong plastik dan menaruh sisa pizza di meja tunggu yang ada di dalam ruangan itu.
Greysia menarik ujung selimut dan membaringkan tubuhnya diatas brankar. Ini sudah malam untuk dirinya yang sedang di rawat di rumah sakit jadi dia harus tidur sebelum semakin malam. Selesai dari toilet untuk mencuci tangan dan wajahnya, Jayco menghampiri Greysia yang sedang berbaring lalu mengelus lembut surai hitam gadis itu dengan singkat.
"Ini gak apa-apa kalo aku pulang? Kamu sendirian loh nanti disini" ujar Jayco.
"Iya Jacob. Lo pulang aja toh besok ada kelas kan. Gue berani kok disini sendiri nanti kalo perlu sesuatu juga bisa panggil suster yang jaga" kata gadis itu mencoba meyakinkan temannya.
"Bener ya? Aku tinggal nih?" tanya Jayco lagi, dia masih ragu untuk pergi.
"Udah pulang aja sana, di bilang gue bakal baik-baik aja" ucap Greysia.
"Yaudah sih udah di usir juga. Kamu kalo ada apa-apa langsung suruh suster telpon aku. Besok kalau aku pulang sekolah bakal ke sini lagi" kata Jayco.
"Iya-iya dasar" seru Greysia gemas
"Bener loh? Aku kesini kamu harus baik-baik aja" ucap Jayco lagi.
"Ya tuhan... Iya Mr. Jacob Bae" jawab Greysia gemas.
"Oke. Aku pulang" kata laki-laki itu lalu mulai melangkahkan kakinya keluar ruangan putih itu.
Greysia tersenyum manis yang sedikit terlihat terpaksa. Pintu tertutup namun tak berselang lama pintu itu terbuka lagi dan memunculkan Jayco yang hanya terlihat bahu dan kepalanya dari samping.
"Pulang nih?" tanyanya.
"Pulang sana dasar!!" gerutu gadis itu melihat tingkah teman kecilnya itu.