Pertengahan Januari, 2014
"Siang banget, Grey?" tanya Riana. Teman sekelasnya semenjak kelas 7.
Riana Andriani, gadis berhidung mancung, tubuh tinggi dan kulit yang putih bersih. Dia sedang duduk bersama dengan tiga orang perempuan yang juga sahabat Greysia di sekolah.
Sedangkan, perempuan yang duduk di sebelahnya adalah Putri Amila Mayangsari. Si gadis kecil dengan bibir tipisnya yang selalu merah alami menjadikannya incaran para laki-laki. Apalagi wajah babyface yang ia dapatkan dari sang ibu.
Beralih ke bangku belakangnya, disana ada Alzufa Indira. Tingginya hampir sama dengan Riana, dia paling modis diantara mereka. Style yang selalu keren sangat cocok dengan tubuhnya. Bisa dibilang dia bestie-nya Grey, karena sama-sama punya selera unik.
"Kelebihan sepuluh menit tadi waktu matiin alarm. Tapi belum bel masuk kan ya?" kata Grey sembari duduk di bangkunya.
"Untung aja masih belum" balas Mila.
Grey terkikik kemudian menyenggol lengan Indira sembari mengeluarkan sebuah permen yang ia bawa, "Mau gak? tapi jangan bilang ke mereka berdua, stok limit" bisik Grey menyodorkan permen dari kolong meja.
Indira tersenyum kemudian mengambil permen pemberian Greysia. Sedangkan si pemberi permen tadi sibuk celingukan kesana kemari mencari seseorang.
"Si Windy kemana? Belum dateng?" tanyanya.
Riana menoleh, "Biasalah ketos kita itu sibuk ngurusin OSIS. Dua minggu lagi kan ada piltos buat periode baru"
"Cepet banget anjey, perasaan baru kemaren dah gue sama Windy saingan buat dapetin singgasana OSIS, sekarang udah mau ada lagi" balas Grey.
"Kemarennya elo tuh setahun yang lalu, sedangkan sekarang lu udah kelas delapan. Lu daftar SMP juga bakal lu kata baru kemaren. Ada-ada aja ya" sahut Mila.
"Yee nyolot si mbaknya, santai aja dong selaw" balas Greysia tersenyum menggoda Mila.
Beberapa saat kemudian bel masuk berbunyi dan tak lama guru datang dan mulai memberikan bimbingan kepada anak didiknya.
Ada satu hal yang Greysia benci, atau mungkin dua? Pertama, dia paling tidak suka jika harus menyalin semua kalimat-kalimat pada buku tulisnya karena apa? Baginya, dunia sudah tak sejadul jamannya saat ia sekolah dasar. Di tahun ini bahkan sudah ada teknologi canggih yang namanya smartphone. Jadi, kenapa tidak menggunakan itu saja, kenapa harus capek-capek menulis jika bisa ia potret?
Kedua, matanya rabun. Dia kesal jika melakukan hal yang berbau jarak jauh. Seperti tulisan di papan, meski jaraknya hanya beberapa langkah dari tempatnya duduk tapi tetap saja padangan didepan sana hanyalah papan polos agak keabuan dan tak ada huruf apapun.
Tapi...
Tapi kenapa temannya bisa melihat itu?
Benar-benar menyebalkan. Umurnya bahkan masih 14 tahun itupun baru beberapa bulan yang lalu tapi kenapa pandangannya sudah selayaknya orang tua? Rasanya ia ngin sekali mengambil kaca matanya yang tersimpan pada tas tapi tidak bisa. Mending menyontek Indira ketimbang mendengarkan cacian teman-temannya soal Greysia si nenek-nenek. Menyebalkan.
"Zul, bagi dong geseran tangan lo. Gak kelihatan nih gue" bisik Greysia membuat Indira memasukkan tangan kirinya kedalam laci meja.
"Auh capek... Auh gak kuat... Auh ngantuk" keluh Greysia.
"Baru juga nulis kata rumus dih bahkan satu lembar masih bersih gitu. Tidur aja nanti gue bangunin kalau udah ganti mapel"
Greysia tersenyum lebar dan melemparkan wink kepada temannya itu, "Matur thank you" ucapnya kemudian menyeting mejanya agar tak terlihat guru dari depan sana.
Nyatanya seorang Alzufa Indira adalah teman yang paling bisa diandalkan. Tak sekedar ganti mata pelajaran, namun gadis itu membangunkan temannya yang molor di jam pelajaran setelah bel istirahat berbunyi. Jadi berapa jamkah ia tertidur kali ini?
Setelah meregangkan semua otot-ototnya dan menguap seperti kuda nil, Greysia akhirnya berhasil mengembalikan semua nyawanya yang tadi sempat terobang-ambing di dimensi lain. Dia masih mengucek matanya saat melihat kearah lapangan basket yang saat itu cuaca sedang terik membuat lapangan itu menjadi lebih silau.
"Auh my eyes..." seru gadis itu sembari menutup matanya.
Mereka berjalan sejajar, entah kemana tujuan ketiga temannya itu namun ia bisa ikut saja. Menempeli mereka setiap di sekolah kecuali ia mager dan memilih untuk tiduran saja di kelas.
"Hari ini lo tuh lucky jam ke tiga guru-guru di panggil buat rapat, coba kalo enggak... Bisa-bisa lo kena setrap sama Bu Muis karena tidur di jam pelajarannya" ucap Riana.
"Ilangin tuh kebiasaan lo tidur di kelas, gak baik kalo keterusan" imbuh Mila.
Greysia menghela nafas panjang, "Yep bu guru" jawabnya acuh.
Mendengar itu, Mila mendorong pelan bahu Greysia kesal. "Dibilangin juga" cibirnya.
"Ini pada mau kemana?" tanya Greysia.
"Ke kantin lah mau kemana lagi" jawab Indira.
"Gak ngajak Windy?" tanya Greysia.
"Ya ini mau ke sana, Windy-nya udah di kantin duluan bahkan setengah jam yang lalu" balas Mila.
"Dasar si Wiwin" gerutu Greysia.
Sesampainya di kantin, mereka menghampiri Windy yang sedang duduk sendirian menunggu teman-temannya. Setelah membeli jajanan untuk menemani perbincangan mereka.
"Belum baikan juga sama Loco?" tanya Riana pada Indira.
Gadis itu meletakkan dengan kasar ponselnya keatas meja tak lupa dengan segala unek-unek yang ia sumpahkan ke Loco, kekasihnya.
"Bodo amat deh, dari kemaren belum buka blok gue. Lihat aja sampai kapan tuh anak bakal ngemis-ngemis lagi ke gue dengan semua tetek bengeknya" omelnya.
"Tadi gua lihat tuh doi ngapel ke kelas sebelah pas jam ke 4" lapor Windy.
"Apa?" tanya Indira.
"Cowok lo ngapel ke kelas sebelah. Lo gak tau ya? Padahal kelas dia sebelah kiri sedangkan kelas yang diapelin tadi sebelah kanan. Kelas kita tuh ada di tengah-tengah masa lo gak lihat dia lewat?"
"Argh gak tau deh, kasih cara buat putus ke dia"
"Kalo soal itu, si Greysia yang ahli. Doi kan suka ganti-ganti pacar" sahut Mila.
"Gue yang di putusin ya, enak aja" elak Greysia.
"Tapi bener deh, Grey, gue pikir ya lo tuh sering banget gonta-ganti cowok. Bukan yang abis putus terus beberapa bulan kemudian dapet lagi, tapi lo tuh gak ada seminggu udah gandeng orang beda dengan status sebagai cowo baru" ujar Riana.
"Brengsek sih makanya kek gitu" imbuh Windy.
"Gitu-gitu cowok yang jadi pacar lu pada udah pernah di jajal sama tu anak. Kek apa ya kalau bilang, semacam orang yang melakukan testimoni?" kata Mila.
"Ey gak sejauh itu juga kali. Emang kebetulan aja yang pernah pacaran ama gua malah jadi pacar lo" elak Greysia.
"Misi kak..." ucap seorang gadis dengan rambut hitam sebahu dengan poni yang rapi.
"Eh kenapa, Bel?" tanya Mila.
Abel menatap Greysia yang sibuk memasukkan jajan kedalam mulutnya, "Anu itu Kak Greysia dipanggil Pak Ali untuk ke ruang seni" ucapnya.
Riana menyenggol lengan temannya itu, "Itu anjir di panggil malah makan mulu"
Greysia akhirnya menoleh, "Gue? Kemana?" tanyanya lagi karena tadi tak sempat mendengarkan apa yang adik kelasnya katakan tadi.
"Dipanggil ke ruang seni kak" ujar Abel mengulangi.
Greysia mengangguk dan pamit ke teman-temannya untuk pergi ke ruang seni.
"Gak minta ditemenin nih?" teriak Windy kepada Greysia yang telah berjalan menjauh.
"No, thanks" balas Greysia.
Windy menggeleng lalu menyeruput es jeruknya.
"Enak ya jadi Greysia... Kaya gak ada beban sama sekali, multi talented lagi apa aja bisa dia lakuin. Meski di kelas cuma molor dan haha hihi doang, tapi sepadan lah sama prestasinya" kata Riana sembari menatap punggung Greysia.
"Waktu kelas satu dia diminta buat jadi wakil ketos tapi gak mau. Katanya kalo gak dapetin posisi ketua OSIS dia gak mau berurusan tentang apapun yang berbau OSIS. Mantannya aja gak ada yang dari anak OSIS" ujar Windy.
"Kebanyakan mantannya tuh ace-nya kelas. Para cowok yang jadi idamannya para cewe" ucap Mila.
"Meskipun rada udik anaknya, tapi dia itu royal ke temen. Makanya dia di sanjung sama orang, baik sih tuh anak humble baget" tambah Riana.
"Tapi ya, se haha hihi nya Grey yang kita lihat, gak ada yang tau seberapa huhu nya dia di rumah. Cewek paling pinter buat jadi baik-baik aja, kita juga cewek pasti paham apa yang gue maksud" ucap Indira.