Kenzo menghempas kasar tangan Alfan mencengkeram balik kerah baju Abang sepupunya itu. "Karena gue yang selalu di rumah. Dan gue tau apa yang selalu dilakuin Lola dan Cia!" tutur Kenzo marah.
Malvin terkekeh sinis mendorong Kenzo yang masih mencengkeram kerah Abangnya. "Gue kasih tau sama lo, gue harap lo gak lupa siapa Opa," ucapnya sambil menepuk bahu Kenzo. Malvin berharap Kakeknya segera datang dan melihat apa yang dilakukan cucu bodohnya itu.
Dua jam sudah mereka menunggu, namun tidak ada tanda-tanda dokter akan keluar. Bahkan Arletta dan Rossa hanya bisa terduduk dengan lemas di pelukan suami mereka masing-masing dengan masih setia menunggu pintu di depan itu terbuka.
Tak lama pintu itu terbuka, dokter keluar dari sana dengan peluh yang kentara di wajahnya.
Alex menghampiri dengan raut khawatirnya dan berkata lirih, "Ya. Saya ayahnya, bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Dokter itu menghela napasnya pelan.
"Dua kali kami hampir kehilangan detak jantungnya." Ucapan satu kalimat dari dokter itu benar-benar membuat tubuh mereka membeku seketika. Bahkan tanpa mereka sadari setitik air mata lolos dari sudut mata Alex.
"Mungkin Tuhan masih memberi pasien untuk hidup kembali, bersyukur detaknya kembali normal walau kini benar-benar lemah ...." Dokter itu menghela napasnya sekali lagi, dadanya terasa sesak. Jika dirinya saja seorang dokter ingin menangis apalagi keluarganya.
"Pasien mengalami memar-memar ditubuhnya, namun tidak perlu dikhawatirkan kami sudah mengobatinya. Yang menjadi permasalahan di sini adalah kepala pasien. Hasil CT scan menunjukkan pasien mengalami cedera kepala berat, salah satunya edema serebi atau disebut pembengkakan otak akibat perdarahan yang disebabkan oleh benturan keras pada kepala pasien."
"Pembengkakan jaringan otak akan bisa meningkatkan tekanan di dalam tengkorak Pasien, sehingga aliran darah dan oksigen yang seharusnya diterima otak menjadi menurun," tutur dokter itu menjelaskan.
"Lalu apa yang harus dilakukan agar adik saya bisa segera pulih?" Sean bertanya dengan sirat kepiluannya yang paling dalam.
"Operasi"
Arletta menatap tak percaya, bagaimana bisa bahkan putrinya masih terlalu kecil. "Op ... Operasi? Tapi ... tapi putri saya masih terlalu kecil untuk melakukan operasi," sanggah Arletta di tengah isaknya.
"Betul, namun bila tidak segera ditangani ukuran otak pasien yang membengkak bisa semakin membesar hingga otak tersedak oleh tulang tengkorak. Dan jika sudah demikian kerusakan atau kematian sel-sel otak bisa terjadi pada tubuh pasien." Detik itu juga seperti ada bom dalam hidup Arletta, hancur berkeping-keping. Dirinya tak sanggup mendengar apa yang terjadi pada putrinya, benar-benar tak sanggup. Tangisnya semakin pecah. Alex memeluk kuat istrinya seolah menguatkan.
"Operasi ini bisa dibilang cukup berisiko, dikarenakan umur pasien yang terlalu muda dan pasien dalam keadaan tidak sadar. Namun balik pada yang saya bilang tadi, jika dibiarkan kondisi pasien untuk selamat sangat kecil."
Setelah kepergian dokter yang membawa putri mereka ke tempat operasi. Tak lama suara langkah terdengar, mereka menoleh dan terkejut ketika melihat lelaki dan wanita paruh baya berjalan mendekat.
bugh
"Kamu apa kan cucuku?" tanya laki-laki paruh baya itu sinis menatap Sean yang kini jatuh tersungkur. Sean menunduk ini semua salahnya dia ceroboh, tidak tahu yang mana musuh dan mana yang benar-benar teman.
"Bocah! Kamu tidak akan tau setiap langkah yang kulakukan," Gracio adalah kakek dari Sean dan semua adik-adiknya dan Ayah dari Alex dan Robert- dia menatap tajam Kenzo. Cucu satunya ini memang keras kepala berbeda dari semua Abangnya, Garico harus menahan amarahnya dia tidak boleh sampai kelepasan, Kenzo masih terlalu kecil emosi dia masih terombang-ambing.
"Terus apa bukti kalau Lola bener-bener licik!" marah Kenzo. Ucapan Kenzo benar-benar menyulut emosi semua sepupunya. Kalau saja Steve tidak menahan Alfan dan si kembar dia pastikan Kenzo patah tulang detik ini juga.
Gracio menatap keluarganya dingin, berjalan menuju Alex dan Robert yang menatap datar. "Didikan yang tidak bermutu!" desisnya tajam.
"DIAM KENZO! Opa pastikan kamu akan menyesal lebih dari semua Abangmu setelah tau kebenarannya," Suara Gracio benar-benar terdengar marah dan mereka tahu apa yang mereka tidak tahu kini sudah diketahui oleh Gracio.
Operasi berjalan dengan lama, delapan jam dan kini dokter belum juga keluar. Kecemasan di wajah mereka benar-benar terlihat jelas, pikiran mereka benar-benar tidak kondusif.
Atensi mereka teralih 'kan saat suara pintu terbuka, mereka bangun dari duduknya saat melihat dokter yang menangani Patricia keluar.
"Operasi berjalan dengan lancar, namun kami harus mengatakan ini ... pasien kritis dan yang bisa kita lakukan adalah berdoa semoga pasien segera sadar," tutur dokter itu.
"Selama dua puluh empat jam tidak ada tanda-tanda bahwa pasien akan sadar, maka kami nyatakan pasien koma." Tubuh Arletta lemas dia jatuh terduduk di dinginnya lantai rumah sakit pikirannya benar-benar kacau, air matanya mengalir begitu saja. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia hidup tanpa cahayanya?
***
"Kok lo bego banget sih Zo!" cetus Nathan kesal. Kenzo terdiam dia tahu dirinya adalah manusia paling bodoh yang pernah ada, dari semua keluarganya hanya dia yang tidak bisa berpikir dengan jernih, emosinya tidak bisa dikendalikan seperti semua Abangnya. Tapi percaya atau tidak setelah insiden dulu Kenzo benar-benar tidak pernah lagi percaya dengan sesuatu yang belum ia pastikan sampai akarnya.
"Terus apa yang terjadi setelah itu?" tanya Bastian tenang, tapi siapa yang tahu dirinya sama emosinya seperti kedua teman-temannya.
Kenzo menghela napas pelan, matanya tak lepas dari pemandangan danau malam. "Semenjak adek gue dinyatain koma, Nyokap kena Prolonged Grief Disorder gangguan mental, karena di pikiran nyokap dia kehilangan Cia." Kenzo menghapus kasar air mata yang turun dengan tak sengaja.
"Setahun waktu yang kita butuh buat ngembaliin nyokap sadar dan setahun juga sepupu-sepupu gue ngejauh. Apalagi Malvin, Melvin mereka berdua bener-bener benci sama gue dan karena itu persahabatan kita pecah." Bastian merangkul bahu Kenzo dan tersenyum seolah menenangkan.
"Gue kasih tau yah Zo, seharusnya kalau adek lo trauma lo cari cara supaya dia mau deket lagi sama lo, buat dia percaya kalau lo gak bego dan gak jahat kayak dulu bukan minum terus ujung-ujungnya mabok," tutur Galih sambil menoyor belakang kepala Kenzo.
Kenzo mendelik, teman yang satunya ini benar-benar membuatnya emosi. Baru ingin membalas Nathan sudah bersuara.
Kenzo mengepalkan tangannya kuat, rahangnya mengeras emosinya tiba-tiba naik saat mendengar nama gadis yang membuat keretakan di keluarganya. Dia memejamkan matanya sejenak untuk meredakan amarahnya dan menghembuskan napasnya perlahan.
"Seminggu setelah Cia dinyatain koma, Opa ngasih sesuatu yang bener-bener bikin kita kaget. Lola itu suruhan musuh keluarga gue dan kita semua gak sadar akan itu, yaaa gak termasuk buat Opa juga sih." Galih menatap Kenzo dengan mata membulat.