Chereads / Ketika Dia Pergi Sebentar / Chapter 9 - Gugup

Chapter 9 - Gugup

"Kenapa kok bisa di katakan paling kuat?" tanya Pra dengan senyuman di wajahnya.

"Dulu, di laboratorium sini banyak yang nggak masuk karena kendala. Ada yang sakit, ada yang berhalangan hadir karena bannya bocor, ada juga yang ada kepentingan mendadak. Dan hanya si Reno dan pak Jito yang berada di laboratorium sini, karena sampel harus di isi dan ada terus. Nah, si Reno yang mengerjakan semua analisa sampelnya. Bukankah itu sesuatu yang kuat?" kata Tegar yang bercerita sangat serius. Karena emang kejadian fakta.

Pra tertawa lalu membayangkan jika dirinya yang mengerjakan semua itu, tanpa istirahat selama 8 jam. Apakah Pra akan mempu mengerjakan semuanya? Kukira tidak.

Tiba-tiba ada yang membuka pintu laboratorium, "Nah, itu orang yang bagian mengambil sampel. Sampel mu udah datang tuh, simi gue ajarin" kata Tegar lagi. Karena hanya Tegar seorang yang berumur hampir sama dengan Pra, yang lainnya sudah berumur di atas 30 tahun semua.

Pra dan Tegar berdiri, lalu mengarah ke tempat sampel itu di letakkan, "Ini habis dari sini di timbang dulu, ya mungkin sekitar 50 gram" tukas Tegar dan mengambil sendok untuk mengambil sampel.

Tegar menunjuk timbangan yang berada di depannya, "Nah, coba lu yang nimbang."

Pra merasa gugup ketika mengambil sampel dengan sendok dan menimbangnya, terlihat tangan Pra gemeteran kecil.

"Santai aja, kalo nggak pas 50 gram kan bisa di kurangi. Kalo kurang juga tinggal di tambah" Tegar yang tertawa melihat anak baru yang begitu gugup.

Setelah berhasil menimbang, Tegar juga menjelaskan lagi langkah selanjutnya yang akan Pra lakukan, "Setelah di timbang masukkan ke wadah ini, dan kasih air sampai batas ini" kata Tegar dengan menunjukkan batas pemberian air.

Pra mengangguk mengerti, dan segera melakukannya, "Kalo sudah?" tanya Pra.

"Nah, kalo sudah tinggal di beri larutan kimianya 2 tetes aja. Lalu di kocok aja" jawab Tegar.

Pr mengerti, menurutnya Tegar menjelaskan dengan perlahan dan juga bahasa yang mudah di mengerti oleh Pra.

Pra mengaduk itu semua hingga tercampur rata, "Sudah?"

Di sebelah Pra, Tegar juga sedang menyiapkan saringan beserta wadahnya nanti, "Taruh ke saringan sini, tunggu aja sampai benar-benar larut ke wadah ini. Paham?"

Pra mengangguk, "Paham mas" jawabnya.

Karena sekali melakukan analisa bisa sampai puluhan kali, Tegar menyuruh Pra mengulangi hal yang sama lagi sampai 12 kali, "Nah, sampelnya kan ada 12, jadi ulangi lagi semuanya sampai 12 kali. Paham? Yang masih di saring biarin dulu aja" ucap Tegar, lalu ia berjalan meninggalkan Pra, karena sampel milik Tegar juga harus segera di analisa.

Pra dengan sangat hati-hati mengulangi itu semua sampai 12 kali. Semangat boleh, tetapi harus tetap hati-hati, karena Pra berada di dalam laboratorium yang terdapat berbagai macam obat kimia dan juga alatnya. Ada obat kimia yang berbahaya dan juga ada yang biasa saja. Seperti contohnya asam sulfat, jika terkena tangan akan panas dan bisa membuat melepuh.

"Kerja di sini santai aja, nanti juga akan di bantu kalo kesusahan. Yang penting jangan malu untuk tanya aja" kata Reno yang melihat Pra sangat hati-hati sekali dan juga teliti.

Pra hanya mengangguk, dan melanjutkan analisanya lagi.

Mungkin sekitar 30 menit Pra selesai melakukan analisa, dan tibalah saatnya untuk menghitung apa yang sudah Pra lakukan tadi. Bagian inilah yang tersulit, karena harus pandai menghitung dan harus teliti. Meskipun di sediakan kalkulator, Pra tak boleh jika perkalian yang gampang saja harus menggunakan kalkulator.

"Udah bisaa?" tanya pak Jito yang mengawasi Pra dari kejauhan.

"Bisaa pak, ini kalo udah semua bagaimana?"

"Nah, saatnya menghitung Pra. Bawa 2 wadah, masuk ke dalam ruangan itu" Pak Jito menunjuk ke sebuah ruangan kecil di dalam laboratorium juga tentunya.

Tanpa pikir panjang Pra langsung membawanya, padahal ia belum tahu bagaimana cara menghitungnya. Tapi, dengan langkah yang percaya diri tinggi dan juga niat untuk bekerja Pra melangkah dengan cepat dan gagah.

Di sana terdapat satu orang yang sedang mengerjakan sesuatu juga, dengan menatap layar yang tertempel di dinding, "Permisi" kata Pra dengan menundukan tubuhnya. Pra dengan orang tua juga sangat sopan, apalagi orang yang di kenalnya. Selalu saja ketika mau lewat di hadapan orang yang lebih tua, Pra selalu menundukan tubuhnya dan mengucapkan permisi.

Itulah yang di ajarkan oleh Nenek kepadanya, ilmu yang sangat berguna menurut Pra. Karena jika kita ingin di hormati, kita juga harus bisa menghormati orang lain terlebih dahulu, bukan?

Pak Jito membuntuti Pra dari belakang, dan bertujuan untuk mengajarkan cara menghitungnya ke Pra. Karena ini lumayan rumit, dan harus teliti.

Pak Jito mengambil 1 wadah yang di bawa Pra, lalu menuangkannya ke dalam mesin yang terdapst di atas meja, "Kalo sudah di masukkan sampelnya, nah kamu tekan tombol ini. Nanti akan keluar hasilnya" kata pak Jito, Pra mengangguk mengerti.

"Segini aja cara berhitungnya? Sudah menggunakan mesin? Tak perlu payah-payah menggunakan kalkulator juga? Easy" batin Pra.

Lalu setelah mesin itu sudah menghitung semuanya, ternyata justru Pra malah kaget. Karena di sana bertuliskan banyak sekali angka dan juga simbol yang Pra belum ketahui. Makanya jangan sombong dulu, Pra.

"Kamu catat semua angkanya beserta dengan penjelasannya agar nanti kamu juga tidak bingung ketika menghitung" kata pak Jito yang sedang mencatat hasil dari mesin tersebut.

"Apa? Sehabis ini masih di hitung lagi? Gue kira menghitungnya sudah menggunakan mesin ini. Ahh sial!" batin Pra lagi.

Setelah pak Jito berhasil menuliskan semuanya, "Nah, masih ada 1 lagi yang kamu bawa. Coba kamu sendiri yang menulis"

Karena tidak tahu, Pra langsung memasukkan sampel itu ke dalam mesin tanpa di bersihkan lebih dulu, hal itu membuat pak Jito kaget karena ini merupakan kesalahannya karena tidak memberi informasi terlebih dahulu ke Pra.

"Haduh, lupaa belum di bersihkan sisa yang tadi" kata pak Jito dengan wajah yang seperti menyesal.

Pra juga kaget, "Hah? Ada yang salah ya pak?"

"Iyaa, harusnya setelah di pakai mesin di bersihkan dulu dari bekas yang tadi. Karena kalo tidak di bersihkan sampelnya akan menyatu dengan yang tadi sama yang baru ini"

Pra hanya terdiam karena tidak tahu harus berbuat apa, Pra hanya melihat wajah pak Jito yang menyesal dan orang yang sedang menatap layar tadi yang matanya mengarah ke arah sini.

"Apakah gue ngelakuin kesalahan? Mampus, bagaimana kalo ini benar-benar fatal? Lantas apa yang harus gue lakukan kalo sudah seperti ini?" batin Pra yang bingung dengan situasi ini. Untuk sekarang ia hanya bergantung pada ucapan pak Jito.