Pra memiliki ritual di setiap paginya, dengan meminum kopi, segelintir rokok dan juga memainkan gitarnya dan bernyanyi pelan-pelan.
Pra selalu melakukan kegiatan itu setiap harinya, ketika masih sekolah dulu Pra juga melakukannya tetapi di jam yang berbeda. Rasanya hari ini terasa kurang jika tidak meminum kopi, rokok, dan memainkan gitar. Kurang lebih 30 menit lamanya Pra melakukan ritualnya, dan setelah itu Pra memilih untuk sarapan. Karena jam juga sudah menunjukkan pukul 10.
Pra menaruh gitarnya, dan mulai berjalan ke arah meja makan yang berdekatan dengan kamarnya, "Wah, nasinya tinggal dikit" batin Pra.
"Habisin aja nasinya, ntar biar masak lagi" jawab Nenek yang melihat Pra di meja makan.
Pra mengangguk mengerti, dan mulai mengambil nasi beserta lauknya, "Gak makan sekalian? Nasi masih ada dikit" tanya Pra ke Nenek yang sedang melakukan suntik di sebuah kursi.
"Udahh" jawab Nenek singkat.
Pra mendekat ke arah Nenek dan duduk di sebelahnya, mengamati proses penyuntikan, "Tiap hari di suntik, nggak sakit?"
"Udah terbiasa, jadi biasa aja"
"Makanyaa, kalo apa kata Dokter itu nurut. Habis dari rumah sakit bukannya diet lagi, eh malah beli makanan dan minuman yang manis pula" tukas Pra yang mencoba menasehati Nenek, tapi bukan Nenek namanya jika tidak membantah.
"Kan sedari pagi udah nggak makan, jadi untuk mengembalikan ion di dalam tubuh butuh yang manis. Betul begitu saudara, Pra?"
Dengan alasan-alasan seperti itulah yang membuat Pra tertawa, setiap hari selalu saja ada alasan untuk membantahnya, "Selalu saja ada alasan, apa emang tiap hari mempersiapkan alasan?"
"Nggak, kan emang faktanya begitu. Udah jangan bicara mulu" kata Nenek yang mau menyuntikkan di bagian pahanya.
Untung saja Nenek ada kartu gratis ke Rumah Sakit, jadi berobat macam apapun tidak di tanggung biaya. Untuk obatnya juga semua gratis, hanya biaya Nenek pergi ke Rumah Sakit saja yang tidak gratis.
Pra segera menyantap makanannya.
"Praaa!" teriak Evan dari depan rumah.
"Wah, jangan-jangan dia marah gue tinggal alasan tidur kemarin" batin Pra yang seolah siap dengan cacian Evan.
"Kemarin malah tidur duluan! Padahal baru bentar aja" kata Evan setelah kini berada di dekat Pra.
"Kemarin gue ngantuk banget, eh langsung ketiduran deh" Pra yang mencoba mencari sebuah alasan.
"Lu hari ini mau ngapain aja, Pra?" tanya Evan.
"Gue mauu tidur paling" jawab Pra, "Kalo bisaa" lanjutnya.
"Tidur mulu kerjaan lu, mending maen sama gue aja, Pra. Ada ular tangga sama monopoli, apa lu jangan-jangan emang gak mau ya maen sama gue?"
"Nggak gituuu, Van"
"Meskipun gue masih lebih muda dari elu, mungkin gue nggak kalah hebatnya" kata Evan yang menyombongkan dirinya.
Pra seperti tak bisa berkata, akhirnya karena melihat Evan yang murung dan kasihan, "Yaudah iya, habis ini kita maen ular tangga"
"Okeyy"
"Tapi...."
"Tapi apa, Pra?" tanya Evan penasaran dengan menggaruk garuk kepalanya.
"Ada hukumannya dong biar seru, bagaimana? Nanti ajak juga si Anto" jelas Pra, Evan mengangguk seperti setuju dengan hal itu.
Itulah kegiatan Pra sehari-harinya, kalo libur begini pasti selalu saja Evan mengajaknya untuk bermain. Terkadang Pra juga mengajari Evan bagaimana cara bermain catur yang benar, karena Pra sangat jago bermain catur. Saat lomba catur se kampung, Pra mendapatkan juara 1 dan ia di juluki sebagai raja catur kampung. Sangat hebat bukan? Usia Pra yang baru menginjak 20 tahun tapi bisa mengalahkan bapak-bapak yang hebat di sini, selain itu Pra juga suka dengan acara sulap. Terkadang Pra juga mempraktekkannya ke Evan, ya meskipun hanya dengan sulap kartu. Tapi, itu bisa membuat Evan kaget dan kagum.
Jika sedang tidak ada Evan, atau hari di mana Evan sekolah. Biasanya Pra hanya menghabiskan waktunya untuk melihat vidio sulap atau trick bermain catur. Agar kemampuan bermain catur Pra tetap terasah, itu yang membedakan Pra dengan orang lain. Pra mengamati, kemudian mencobanya. Jadi, ilmu bermain catur Pra tidak melulu monoton.
Pra juga sering di tantang catur oleh tetangga di sini, dan tak ada yang bisa mengalahkan Pra. Menggunakan putih atau hitam pun Pra tetap perkasaa.
Sampai ada dari kampung sebelah, karena rasa penasarannya sesusah apa sih melawan seorang Pra? Ia rela datang menemui Pra dan menantangnya catur, namun Pra benar-benar kuat dan tak terkalahkan. Cara yang di gunakan orang lain seperti sudah di ketahui oleh Pra, dan Pra dapat menangkalnya.
Sewaktu sekolah Pra juga sering mengikuti lomba catur se kota ini, dan Pra berhasil mendapatkan juara 1 dengan mudah. Setelah berhasil juara, Pra di kirim untuk mewakili provinsi. Namun, usaha Pra belum cukup untuk bisa lolos mewakili negaranya, karena Pra hanya mendapatkan juara harapan ketiga.
Apapun hasilnya Pra tetap mensyukuri itu, nama Pra juga terkenal se kota ini dengan raihan piala catur tersebut. Pra percaya, apa yang ia lakukan selama ini, usahanya berlatih catur sedari kecil tak sia-sia. Pra berhasil membuktikan bahwa ia memang layak juara.
Dari sana, banyak yang mengira Pra menggunakan jimat atau sejenis ilmu hitam lagi. Memang tetangga kalau ada orang sekitar yang juara, selalu saja mencibir. Namun, Pra tak menganggapnya serius, ia justru malah tertawa lepas. Buat apa Pra tertawa? Ya karena memang Pra tak melakukan itu, kalau pun di ladeni hanya akan menguras waktu saja.
"Praaaa, jadi tidak maennya? Gue udah siapin semuanya di ruang tamu depan" teriak Evan.
Pra yang saat ini hanya berbaring di kamar pun juga langsung berdiri dan menuju ke ruang tamu, "Awas ya nanti kalah" bisik Pra.
"Anto mana?" tanya Pra.
"Gue juga kagak tahu, apa mau gue cari dulu Anto? Mungkin di rumah temannya" jawab Evan.
"Yaudah, cari aja dulu. Berdua doang kurang seru, kan?"
Evan mengangguk, dan berjalan mencari Anto kakaknya. Biasanya Anto sering bermain di ruah teman sebayanya, yang jarak rumahnya tidak jauh hanya berjarak 4 rumah.
Anto memiliki banyak teman sebaya di sini, berbeda dengan Toni. Karena Anto juga pandai mencari teman, suka berbicara, dan orangnya suka memberi. Maka dari itu Anto mendapatkan teman yang banyak. Ketika di sekolah pun ia juga di senangi oleh teman-temannya, bahkan Anto yang menjadi ketua kelas di sana.
Teman-temannya juga sangat sering bermain ke rumah Anto ini, dengan alasan karena di rumah Anto ini banyak makanan.
"Woi, kakak gue di mana?" tanya Evan setelah sampai di depan rumahnnya Faiz salah satu teman Anto.
"Di dalamm, napaa?" jawab Anto yang mendengar suara adiknya.
"Di suruh sama bapak untuk pulang, katanya sekarang" teriak Anto dan langsung berlari ke rumah lagi. Evan memilih alasan itu karena agar Anto cepat pulang.