Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ketika Dia Pergi Sebentar

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉErvantr
279
Completed
--
NOT RATINGS
108.2k
Views
Synopsis
Ini bukan kisah laki-laki yang tampan dan juga kaya raya. Dengan wajah yang jelek, dan tidak mempunyai banyak uang tetapi Prasetyo juga ingin merasakan rasanya di cintai dan mencintai seseorang, bagaimana Prasetyo mendapatkan cewek yang bisa menerima wajah buruk rupanya? Prasetyo merupakan seseorang yang sudah bekerja di sebuah Perusahaan yang cukup besar, ia di sana juga sudah bekerja cukup lama. Bekerja dengan sistem shift cukup menguntungkan bagi Prsetyo sendiri. Uang demi uang ia sisihkan untuk biaya pernikahannya yang akan terjadi sekitar beberapa tahun lagi. Namun, ketika mendekati acara pernikahannya, ia bertemu dengan seorang perempuan yang bekerja dengannya atau bisa di sebut partner kerjanya. Mengerjakan pekerjaan bersama, istirahat bersama, dan sudah sering menghabiskan waktu bersama juga dalam waktu yang cukup lama. Sampai pada akhirnya sempat di tegur oleh bosnya, apa yang akan di lakukan mereka berdua? Apakah yang harus di lakukan Prasetyo dalam masalah ini? Apakah akan tetap melaksanakan pernikahannya yang sudah di rencanakan jauh-jauh hari dengan kekasihnya yang bernama Devi atau malah memilih bersenang-senang dengan partner kerjanya yang bernama Mei? Ini juga bukan tentang kisah percintaan saja, tapi juga memberikan pembelajaran tentang dunia kerja yang sangat keras dan licik.
VIEW MORE

Chapter 1 - Pengenalan Tokoh

Prasetyo Budi Sencaka, yang kerap di panggil Pra merupakan anak tunggal. Ia saat ini tinggal bersama dengan saudaranya, karena Ibu kandungnya sedang bekerja di luar kota. Sejak kecil Prasetyo sudah di urus dengan saudaranya itu yang bernama Pak Sulasman dan juga Ibu Rini. Pak Sulasman dan juga Ibu Rini sendiri mempunyai 3 anak, anak pertama yang berumur 25 tahun bernama Toni, anak kedua berumur 22 tahun bernama Anto, dan anak yang terakhir berumur 16 tahun bernama Evan.

Ketiganya semua laki-laki, Prasetyo juga sangat akrab dan begitu dekat dengan mereka semua. Karena sedari kecil juga sudah bertinggal bersama, mulai makan, tidur, dan biaya sekolah semua yang nanggung Pak Sulasman dan Ibu Rini.

Sampai di suatu titik Prasetyo lulus dari SMA, karena tidak ingin merepotkan saudaranya lagi, Prasetyo memutuskan untuk bekerja daripada harus mengejar gelar sarjana seperti teman-temannya. Padahal, Prasetyo di sekolah merupakan siswa yang pintar, ia juga sering aktif mengkuti organisasi, mulai dari Futsal sampai ke Seni Musik ia ikuti semuanya dengan gigih dan juga semangat.

Karena sewaktu Prasetyo berumur 14 tahun, ia di beri hadiah gitar oleh Pak Sulasman. Karena tidak mengetahui sama sekali tentang bermain gitar, akhirnya setiap hari ia hanya memainkan gitar itu seadanya. Setiap hari sepulang sekolah Prasetyo pasti dan selalu menyempatkan waktunya untuk bermain gitar dan menjelang tidur juga sempat mengotak-atik gitarnya tersebut. Karena ini merupakan pertama kalinya ia di beri hadiah yang harganya cukup mahal, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk berlatih gitar dan bisa memainkannya dengan baik untuk menghargai pemberian dari Pak Sulasman tersebut.

Tak butuh waktu lama bagi Prasetyo untuk bisa menguasai kunci gitar, ia hanya membutuhkan waktu 1 bulan penuh untuk bisa memainkan sebuah lagu. Setelah di rasa bisa dan ternyata bermain gitar cukup menyenangkan, Prasetyo juga sempat bernyanyi dan ia sendiri yang mengiringi lagunya tersebut.

"Lu nyanyi, ntar gue yang memainkan gitarnya!" kata Prasetyo ke salah satu anak dari Pak Sulasman yang bernama Evan.

"Gue mana bisa nyanyi, suara aja macem kodok bunyi" jawabnya yang begitu polos dan jujur, namanya aja masih seorang remaja.

"Apa aja nyanyi gak masalah, gue bisa lagu apapun" Prasetyo yang menunjukkan kebolehannya memainkan gitar.

"Di bilang suara gue kayak kodok bunyi, masih aja ngeyel ni orang. Lu aja nyanyi, biar gue yang dengerin. Coba suara lu kaysk gimana"

"Okaay" jawab Prasetyo, dan langsung memulai memainkan gitarnya dan bernyanyi lirih.

"Pelan banget, kagak kedengeran gue. Malah keras suara gitarnya, itu nyanyi apa bisik-bisik sih, Pra?" karena Pak Sulasman lebih tua dari Ibunya Prasetyo yang bernama Tutik, maka Evan memanggil Prasetyo dengan menyebutnya langsung nama.

"Dengerin baik-baik makanya, gue nyanyi dengan sepenuh hati. Seni ini namanya seni, dan seni itu mahal. Lo harus tau itu!"

"Dih, di kasih saran malah marah. Aneh lu! Mending gue maen bola aja di sana, belajar dulu aja nyanyinya, ntar kalo udah bagus kasih tahu gue lagi, okay?" Evan langsung berlari ke depan rumahnya, tetapi sebelum pergi ke lapangan Evan menyempatkan mengambil bola terlebih dahulu di rumah temannya.

"Pra?" kata Pak Sulasman yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.

"Eh, iyaa?"

"Kamu kan ini sudah lulus dan niat kamu ingin bekerja, gimana kalo kerja di perusahaan yang sama kayak saya? Bisa langsung kerja, dan kamu gak usah khawatir masalah-masalah di terimanya. Nanti biar Pak Sulasman yang mengatur semuanya, bagaimana? Atau kamu ingin bekerja di tempat lain?"

"Wah, kalo Prasetyo sendiri sih nggak masalah pak bekerja di mananya. Yang penting bisa mendapatkan uang dan bisa di tabung untuk masa depan" kata Prasetyo dengan penuh gairan dan semangat.

"Tapi, dalam satu tahun masa kerjanya hanya 4 bulan kurang lebih. Jadi, kamu 8 bulannya bisa nyari kerjaan di tempat lain, bagaimana?"

"Kenapa kok gituu pak?" tanya Prasetyo yang penasaran akan hal itu.

"Kan kerjanya di pabrik gula, nah kan tebu masa tanamnya itu kurang lebih 8 bulan, Pra. Jadi, selama itu, kamu nggak bekerja"

Prasetyo mengangguk mengerti akan ucapan Pak Sulasman atau yang biasa di sebut Pak Sul, "Oalah, baiklah nggak masalah. Toh, juga bisa buat pengalaman saya sendiri pak. Saya berminat kerja di sana, nanti masalah 8 bulan itu tak nyari kerjaan di tempat lain aja"

"Berminat ya jadi, baiklah nanti senin kamu bisa langsung masuk kerja. Nanti berangkatnya sama saya ya, Pra. Kita berangkat pagi jam 6, sebelum jam 6 harus sudah siap yaa?"

"Baik, terima kasih pak Sul" kata Prasetyo yang ia merasa sangat berterimakasih terhadapnya, sudah di urus sejak kecil, di kasih pekerjaan juga. Mau nggak mau Prasetyo harus bisa menghargai dan membalas budinya di kemudian hari.

"Gue harus bisa balas budi di keluarga ini, sudah nerima gue apa adanya. Bahkan, ngasih gue pekerjaan juga" batin Prasetyo yang menggebu-gebu ingin segera membalaskan budinya.

Di dalam rumah ini Prasetyo hanya tidal terlalu akrab dengan anak pertamanya Pak Sulasman yang bernama Toni, karena Toni sendiri juga orangnya pendiam jarang berbicara kalo hal yang tidak penting. Prasetyo sendiri juga tidak enak jika mengobrol dengan orang seperti itu, ia hanya berbicara ketika ada yang penting saja dengan Toni. Berbeda dengan kedua adiknya, Anto dan Evan yang sangat ceria dan suka berbicara terhadap Prasetyo sendiri. Hal-hal yang tidak penting juga kerap mereka bicarakan.

"Pra, lu mau nggak ini?" kata Anto yang memberikan Prasetyo sebuah mangkok berisi bakso.

"Bakso dari siapaa, Ann?" Prasetyo mengambil 1 biji bakso tersebut.

"Dari sebelah, baik banget gila. Kalo ada makanan sisa pasti kita semua di kasih"

"Ya kan orangnya juga sudah tua, Ann. Jadi maklum lah kalo nggak bisa makan banyak-banyak" tegas Prasetyo.

"Kalo nggak bisa masak kenapa beli makanan yang banyak, Prasetyooo!" kata Anto juga tegas kepadanya.

"Iyaa juga ya, mungkin untuk di kasih ke kita semua. Haha" mereka berdua tertawa sangat renyah dengan menikmati sebuah bakso yang berada di mangkok. Baksonya berjumlah 10 dalam 1 mangkok, memang Anto terlihat lebih rakus dari kakaknya ataupun adiknya. Ia selalu saja mengambil makanan dengan porsi yang banyak, dan hebatnya bisa selalu habis.

"Enak juga baksonya, dah lu habisin aja kan lu paling banyak makannya. Gue mau mandi aja, biar nanti nggak nunggu gantian" Prasetyo berdiri menaruh gitarnya dan bergegas menuju kamar mandi. Prasetyo tidak ingin jika ia selalu merepotkan keluarga ini. Jadi, ia selalu mandi lebih awal untuk menghindari antrian mandi yang lama.

"Woi, masih banyak ini. Lu mah di kasih rejeki selalu saja ngambilnya sedikit, Pra. Yaudahh, makasih kalo gitu, gue abisin sendirian ini" ledek Anto.