Chereads / The Last Memories / Chapter 26 - HAPPY HAPPY

Chapter 26 - HAPPY HAPPY

"Ta, nanti kerja?"

Ebi terdiam sejenak, memperhatikan senja sambil tersenyum tipis, genggaman pada teleponnya semakin mengerat. Sementara orang di seberang sana terus memanggil-manggil Ebi karena tak kunjung di sauti.

"Nerta, nanti kerja atau engga?" tanya Alzam di seberang sana dengan nada kesal.

"Kerja Al, kenapa emangnya?"

"Nanti pas pulang kita pergi ya. Aku mau tunjukin sesuatu ke kamu," ucap Alzam bersemangat.

"Tunjukin apa sih Al?

"Rahasia Ta, kalau di kasih tahu sekarang bukan rahasia lagi namanya."

"Hm, tapi jangan malem-malem ya pulangnya!"

"Jam sebelas kita pulang," sahut Alzam.

"Oke."

Setelah itu sambungan teleponnya terputus. Ebi segera keluar, mengerjakan semua tugas rumahnya agar nanti tidak kebingungan waktu dia pulang main bersama Alzam.

"Kenapa sekarang di beresin? Kamu mau main?" tanya Bu Jihan curiga ketika melihat Ebi tengah mengepel lantai.

"Nanti pulangnya agak larut Bu, jadi aku beresin sekarang biar nanti bisa langsung istirahat," jelas Ebi cepat.

Wanita itu hanya menatap Ebi datar, dan akhirnya melenggang pergi. Membuat gadia itu menghela karena merasa takut. Ia kembali melanjutkan kegiatannya, sebelum beralih untuk mencuci pakaian kotor.

***

Alzam sudah menunggu sejak lima belas menit yang lalu. Ebi cepat-cepat menyelesaikan tugasnya yang belum selesai. Mencuci piring, dan membuang sampah yang sedikit basah itu.

"Na, jangan lupa ngepel!" titah Wanda dengan muka juteknya.

Ebi mengangguk, kemudian berlari mengambil alat pel. Ia mengepel lantai dengan terburu-buru, dan akhirnya selesai dengan cepat.

Gadis itu menghela panjang, berganti pakaian, dan memakai banyak parfum agar Alzam tidak mencium aroma tidak enak dari badannya.

"Udah makan belum Ta?" tanya Alzam sebelum berangkat.

"Belum, nanti aku makan di rumah."

"Makan sama aku yuk! Aku juga belum makan soalnya." Cowok itu segera menggandeng lengan Ebi, mengajaknya keluar, dan pergi menggunakan vespa metic berwarna hitam itu.

"Motor kamu ganti ya Al?" tanya Ebi dengan suara yang lebih keras.

"Iya, yang kemarin rusak. Kenapa Ta?"

"Gapapa, nanya aja."

Alzam hanya mengangguk, dan kembali fokus pada jalanan di depan sana.

Lima belas menit lamanya mereka berada di jalan. Mendengarkan suara motor, mobil, dan klakson yang terus bersahutan karena kemacetan yang panjang. Sampai akhirnya Alzam memilih untuk menepi, dan masuk ke dalam tenda pedagang lalapan.

"Mang lalapan ayam dua porsi, sama es teh manis juga dua porsi ya!" ucap Alzam sebelum akhirnya menghampiri Ebi yang sudah duduk manis di mejanya.

"Kamu sering ke sini Al?" tanya Ebi.

"Baru beberapa kali ini sih Ta, kenapa emangnya?"

"Dulu aku pikir kamu gak suka makan di pinggir jalan, terus hari ini kamu ngajak ke sini jadi aku mikir. Kamu sering ke sini, atau baru kali ini," jelas Ebi panjang lebar.

Alzam tertawa kecil, "Aku suka makan di pinggir jalan Ta, sendirian aja biasanya. Terus hari ini bawa kamu."

"Kenapa sendirian?"

"Tumben bawa cewek, pacar ya Mas?" ujar salah satu pelayan yang membawa pesanan Alzam.

Cowok itu tersenyum lebar, menatap pelayan laki-laki itu dan berkata, "Masih temen Mas, bentar lagi bakal jadi."

"Jadi apa? Jadi manten?" celetuknya dengan kekehan.

Alzam ikut tertawa sambil melirik Ebi yang merasa tidak nyaman, "Doain aja Mas! Jadi pacar aja belum kok, masa udah nikah aja. Jadi doain aja buat jadi pacar dulu!"

"Ahaha! Siap dah, yang terbaik buat lo," sahut laki-laki itu sebelum melenggang pergi.

Alzam masih tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bercanda doang Ta, jangan natap aneh gitu ya!"

"Bercandanya bikin orang baper tahu Al," sahut Ebi kesal.

"Kalau kamu baper malah bagus Ta, nanti aku tanggung jawab kok. Kita langsung pacaran, kalau mau langsung nikah juga bisa kok Ta."

"Alzam, kamu itu!"

"Kenapa sih Ta? Aku serius kok, gak bercanda lagi. Mumpung ada kamu, dan mumpung lagi di sini," sahut Alzam, "Kamu mau aku nyatain perasaannya di mana Ta? Di taman? Di kebun? Atau di hutan?"

Gadis itu tertawa kecil, meminum es teh manisnya sedikit, dan berkata, "Belajar dulu Al, jangan mikirin hubungan!"

"Oke, aku belajar dulu yang rajin, pas lulus nanti kamu harus terima aku ya! Jangan nolak kaya hari ini!"

***

Vespa metic berwarna hitam itu berhenti di dekat pohon mangga. Kedua remaja itu mulai turun, mendekati danau yang tak jauh dari tempat motor di simpan. Aroma bunga mawar, dan melati tercium ketika mereka berjalan masuk. Aroma itu seperti sapaan selamat datang dari pemilik tempat.

Cahaya bulan memantul melalui danau kembar itu. Bahkan cahaya dari kunang-kunang pun ikut menyinari, membuat tempat yang seharusnya gelap menjadi terang.

"Wah! Bagus banget Al," ucap Ebi berjalan mendahului Alzam untuk menyentuh air danau.

"Cantik banget kan Ta, sama kaya kamu."

Gadis itu menoleh, menatap Alzam tanpa memberikan ekspresi. Berkedip beberapa kali, bersamaan dengan kedua pipinya yang mulai merona merah.

"Ta, kamu kenapa? Kok merah gitu pipinya?" tanya Alzam khawatir.

"Ha? Engga kok, aku gapapa. Aku baik-baik aja kok Al."

"Kamu beneran? Jangan bohong ya Ta!"

Ebi memberikan senyum tipis, dan kembali memperhatikan kunang-kunang yang sedang terbang di sekitarnya.

"Nerta, kunang-kunangnya indah, tapi kamu tahu gak sih Ta?"

"Tahu apa Al?" sahut Ebi tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kamu jauh lebih indah Ta, lebih indah dari kunang-kunang. Sampai-sampai kepalaku selalu penuh dengan nama, dan bayangan wajah kamu."

Ebi menoleh, keduanya saling bertatap selama beberapa detik. Sampai akhirnya Ebi melepas kontak mata itu, jantungnya berdegub dengan begitu kencang. Perasaan aneh, dan senang itu bercampur menjadi satu.

"Ta?" panggil Alzam.

"Kenapa?"

"Jangan kasih hati lo buat orang lain ya! Tunggu gue sampai lulus, sesuai sama permintaan lo tadi."

***

Gadis itu berjalan dengan lamban menelusuri trotoar. Sendirian dengan suasana sepi, dan sinar mentari yang terus menyilaukan mata itu. Ebi tersenyum tipis, mengingat kejadian semalam yang terasa tidak nyata. Sampai-sampai perasaan aneh itu terus di rasakannya hingga sekarang.

Jantungnya juga terus berdegub dengan kencang meskipun kalimat manis tidak lagi di dengarnya. Ebi tertawa kecil, menggelengkan kepalanya pelan sambil menghela.

Suara klakson mobil membuat langkah Ebi terhenti. Gadis itu menoleh ke arah mobil berwarna merah itu.

Secara perlahan jendela mobilnya terbuka, menampakkan Alfa dengan kacamata berwarna hitamnya.

"Lo mau kemana?" tanya Alfa.

"Ke sekolah."

"Bareng gue aja, masuk!" ajaknya yang terdengar seperti perintah.

"Engga, aku bisa pergi sendiri kok. Kamu duluan aja!" tolak Ebi halus.

"Udah jam setengah jutuh lebih, lo telat kalau jalan kaki. Mendingan bareng sama gue, gak akan telat!"

Gadis itu terdiam, memikirkan tawaran Alfa yang memang benar adanya. Dengan sangat terpaksa ia segera masuk, memakai sabuk pengaman, dan fokus menatap lurus ke depan.

Alfa hanya tersenyum miring, melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata yang biasa ia gunakan.

"Rumah lo mana sih?" tanya Alfa penasaran.

"Ada di deket perumahan mawar. Gang kecil di sana, gang tanpa nama itu ada rumah susun, sama rumah biasa juga," sahut Ebi.

"Oh di situ, gue gak ngerti, tapi nyoba ngerti aja deh," ucap Alfa pelan, "Btw, Na gue udah jadi temen lo belum sih?"

"Udah," sahut Ebi sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kasih nomor lo!" Alfa memberikan ponselnya secara paksa.

Ebi menerimanya, mencoba untuk membuka ponsel itu, tapi ia tidak mengerti. Keningnya bertaut dalam, ponselnya sangat berbeda dengan ponsel miliknya, dan milik Alzam.

"Udah Na?" tanya Alfa.

"Aku gak paham gimana cara pakai ponsel kamu, beda banget sama punya aku."

Cowok itu tertawa kecil sambil menggelengkan kepala, "Itu iphone, udah jelas beda sama punya lo. Udah gapapa, nanti gue yang nyatet sendiri, tapi lo harus kasih tahu nomornya!"

"Iya-iya aku kasih tahu nanti."

"Dari kemarin kek Na, biar gue gak pusing."

"Pusing kenapa?"

"Pusing gimana cara buat ngehubungin elu."

***