Kelas terakhir telah selesai, Alzam mulai memasukkan perlengkapan belajarnya ke dalam tas. Namun, ada yang aneh dengan perasaannya sekarang. Ada perasaan aneh yang terus mengganjal, dan membuatnya mengingat seseorang, tapi ia sendiri tidak tahu siapa orang itu.
"Zam, lo tahu gak kalau cewek yang lo suka ada di UKS sama alfa. Abis di bully lagi sama stella, tapi kali ini lebih parah," ucap Alga, teman sebangku Wildan yang duduk di depan bangku Alzam.
Alzam mengernyit, jantungnya berdegub lebih cepat karena khawatir, "Parahnya gimana?"
"Gue denger bocor."
"Apanya yang bocor?!"
"Dahinya, gue gak ngerti kenapa. Gak jelas anak-anak ceritanya, mendingan lo ke UKS sekarang dah biar-" kalimatnya terhenti ketika melihat Alzam yang berlari dengan kencang, "Alzam?!"
Alzam tidak menggubris. Ia terus berlari dengan membawa tasnya dengan cepat. Sesekali ia menyenggol anak perempuan, dan laki-laki yang sedang berdiri, ataupun berjalan di lorong.
Tidak mengucapkan maaf, ia terus berlari sampai akhirnya langkah kaki itu terhenti di depan pintu UKS. Ia mulai mengambil napas dalam-dalam, mendorong pintu itu dengan cepat, dan berjalan menuju ranjang milik Ebi.
Di sana ia melihat Alfa yang sedang duduk di samping Ebi. Mereka tengah asik mengobrol, sampai akhirnya obrolan itu berhenti. Berubah menjadi tatapan tak suka milik Alfa, dan tatapan bersahabat dari Ebi.
"Ta, kepala kamu," ucap Alzam seraya mendekat, dan menyentuh perban yang ada di kepala Ebi.
"Bocor karena stella," sahut Alfa dingin.
Alzam menghela panjang, gadis bernama Stella itu memang harus di berikan pelajaran agar mengerti, dan tidak merundung Ebi lagi.
"Gapapa kok Al, jangan di bales ya perbuatan stella!" ucap Ebi dengan senyuman.
"Gak bisa Ta, dia harus dapet balesan!"
"Yang gue bulang juga apa Na," sahut Alfa.
"Kejahatan gak boleh di bales kejahatan. Kalau kalian bales sesuai apa yang mereka perbuat, apa bedanya kalian sama stella?" jelas Ebi.
Alfa mengambil napas panjang, menatap langit kamar sejenak, dan kembali menatap Ebi, "Nyokap gue donatur, beliau gak suka sama kekerasan sekolah, jadi bisa aja dong gue lapor ke Komnas Perlindungan Anak."
"Terus?" tanya Ebi.
"Mereka bakal di kasih pelajaran Ta, biar makin paham kalau yang mereka lakuin itu salah, terus mereka gak akan lagi berani buat ngerundung kamu ataupun anak lain," sahut Alzam.
Ebi tidak menjawab, ia hanya diam. Menatap kedua cowok itu dengan bergantian.
"Na, lo harus operasi!" ucap Alfa yang mulai tidak sabaran.
"Operasi?" tanya Alzam yang tidak paham.
"Kata dokter luka Elena ini dalem, jadi harus operasi. Daritadi udah gue suruh, tapi dia keras kepala banget, gak ngerti lagi gue," jelas Alfa kesal.
"Ta, operasi gak sakit kok Ta. Nanti kamu di bius, jadi gak sadar. Mau ya Ta operasi, nanti aku yang nungguin deh!" bujuk Alzam lembut.
Ebi masih membisu, raut mukanya nampak begitu gelisah. Jawabannya sudah jelas, tidak mau. Ia takut jarum, takut jarum besar, dan panjang itu menjahit lukanya dengan perlahan.
"Aku paham kok Ta kamu takut, tapi ini kan demi kebaikan kamu," ucap Alzam lagi.
"Engga Al, aku mau pulang," sahut Ebi pelan.
"Ayo! Gue anter!" Alfa mencoba untuk membantu Ebi bangun, tapi segera di tepis Alzam.
Kedua cowok itu mulai beradu tatapan tajam.
"Gue yang anter Nerta pulang!" ucap Alzam ketus.
"Emang lo bawa apa? Motor? Mobil?"
"Motor, emang kenapa?!"
"Udahlah Zam! Elena lagi sakit, dia balik bareng gue karena tadi berangkat juga bareng gue!"
Perhatian Alzam beralih pada gadis yang kini mulai duduk, "Bener Ta?"
Ebi mengangguk kecil.
"Lo urus aja bagian UKS Zam! Gue yang nganterin Elena pulang."
***
Mobil itu berhenti di depan gang sempit kumuh. Pintu mobil terbuka lebar, memperlihatkan kaki jenjang yang sekarang sedang berlari menuju kursi penumpang depan.
Alfa menuntun Ebi keluar, dan segera menggendong gadis itu dengan cepat. Melangkah masuk, menelusuri gang sempit nan kotor itu. Alfa sedikit jijik, tapi segera di tepis perasaan jijik itu agar cepat sampai pada tujuannya.
"Rumah lo yang mana Na?" tanya Alfa.
"Paling ujung Fa."
"Cat ungu itu bukan?"
"Iya."
"Oke," ucap Alfa yang semakin mempercepat langkahnya.
Akhirnya mereka sampai, di depan pintu rumah bercat cokelat itu. Belum sempat Alfa berteriak, pintu itu sudah terbuka. Menampakkan seorang wanita yang tidak tua, dan tidak muda juga menatapnya sinis.
"Hallo! Tante, Elena sakit, jadi saya bawa pulang ke rumah," ucap Alzam ramah.
"Bawa masuk!" titah Bu Jihan ketus sebelum melenggang pergi.
Alfa mendengus, dan segera masuk untuk mencari kamar milik Ebi.
"Kamar lo di mana?" tanya Alfa.
"Deket dapur, sebelah sana!" Ebi menunjuk, dan Alfa segera membawanya ke dalam.
Meletakkan gadis itu dengan hati-hati, menutup tubuhnya dengan selimut tipis yang terlihat seperti kain biasa.
"Kamu pulang aja Fa, aku bisa ngurus diri aku sendiri kok!" titah Ebi.
"Engga, gue tungguin."
"Alfa!"
"Apa sih Na? Udah deh Na lo diem aja!" sahut Alfa kesal, ia segera mengeluarkan beberapa obat yang di simpan di dalam saku almamaternya, "Ini obat dari dokter nathan, lo minum sekarang!"
"Fa, aku males minum obat. Rasanya pasti pahit!"
"Kalau gak pahit namanya permen Na bukan obat."
"Makanya aku gak suka Alfa."
"Belajar suka dong pas sakit, biar lo sehat!" sahut Alfa mulai membuka satu persatu obat-obatan itu, "Nih! Minum!"
"Nanti ya Fa, nanti aku minum."
"Engga, sekarang lo harus minum biar gue ngerasa aman!"
"Aman gimana?" tanya Ebi bingung.
"Udah deh Ta minum aja!"
Ebi menghela, ia mulai menyerah untuk berdebat masalah obat dengan Alfa. Gadis itu mulai duduk, meraih beberapa obat berwarna putih, dan merah muda itu beserta air mineral.
"Minum cepet!"
"Iya," sahut Ebi sebelum akhirnya menelan seluruh obat itu dengan raut muka tak sukanya.
"Nah, gitu dong!"
"Kamu cepet pulang sana!" usir Ebi dengan suara yang pelan.
"Alah! Gak asik lo Na! Ngusir gue mulu daritadi, coba deh alzam yang di sini, pasti gak lo usir," omel Alfa kesal.
"Fa, aku gak gitu. Ini udah sore, kamu harus pulang! Aku bisa jaga diri kok Fa, kamu jangan khawatir!"
"Gue gak kgawatir sama lo Na."
"Kalau gitu sana pulang! Jangan di sini terus!"
Cowok itu menghela panjang, ia segera beranjak, "Yaudah iya gue pulang, lo tidur ya! Jangan keluyuran, jangan ngapa-ngapain, pokoknya harus istirahat!"
"Iya Alfa iya, aku istirahat kok. Kamu tenang aja!"
"Oke, gue balik ya!"
"Hati-hati ya!"
Alfa mengangguk, meletakkan semua obat milik Ebi di atas meja, dan berjalan keluar sebelum menutup pintu kamar itu.
"Temennya ebi?" tanya gadis kecil yang tidak memiliki sopan santun itu.
"Lo siapa dah? Masih kecil gak punya sopan santun," sahut Alfa kesal.
"Dih! Sok tahu!"
"Sok tahu gimana coba? Dari cara lo ngomong aja udah keliatan, lo pasti bolos pas pembagian etika, ngaku dah!"
"Banyak ngomong ya lu, udah kaya anak cewek," sahut Jona kesal.
"Bodo amat, mulut juga punya gua, mau apa lo?"
"Dih! Sok banget lo."
"Kelas berapa sih lu? Palingan masih SD, kelas satu ya?"
Kedua netra Jona terbebelak, ia tidak terima di ejek seperti itu, "Gue kelas lima ya, jangan ngasal ngomong!"
Alfa tertawa remeh, memperhatikan Jona dari atas sampai bawah, dan berkata, "Serah lo aja dah!"
****