Chereads / The Last Memories / Chapter 36 - PENGAKUAN KALI KEDUA

Chapter 36 - PENGAKUAN KALI KEDUA

Dua remaja itu tengah berjalan di bawah langit gelap sambil berpegangan tangan. Sesekali mereka berdua tertawa kecil, memperhatikan jalanan yang penuh dengan kendaraan pribadi.

"Ta, apa yang kamu suka?" tanya Alzam.

"Apa?" Ebi balik bertanya, bingung dengan pertanyaan cowok di sampingnya itu.

"Aku bertanya, apa yang kamu suka?"

"Aku juga gak tahu, kamu bertanya soal apa? Makanan, minuman, benda, atau apa?"

"Hm, senja atau hujan?"

"Hujan."

"Kenapa?" kening Alzam bertaut dalam.

"Karena ketika hujan, aku bisa berekspresi, dan mereka semua gak bisa lihat bagaimana ekspresiku saat itu. Bagaimana raut wajahku yang sedang merasa sangat sedih, dan marah," jelasnya dengan senyuman tipis yang terlihat seperti senyuman palsu.

Alzam menghela, menatap langit yang mulai menata awan hitamnya dengan lamban.

"Kamu tahu gak Ta, aku paling gak suka sama hujan," ucap Alzam tanpa menatap lawan bicaranya, "Karena hujan, mama sama papaku berantem, dan karena hujan pula mama sama papa bercerai."

"Biar aku tebak, mama sama papa kamu bercerai di musim hujan?"

Cowok itu tertawa miris, membenarkan apa yang di ucapkan Ebi barusan.

"Terus selama hujan, apa yang kamu lakuin?" tanya Ebi penasaran.

"Mengurung diri."

"Kalau kehujanan?"

"Berteduh."

"Coba kamu main hujan-hujanan sekali Al, rasanya menyenangkan. Aku tidak bohong, ini beneran," ucap Ebi dengan senyum tulusnya.

Alzam terdiam, memikirkan apa yang di ucapkan Ebi barusan. Sebenarnya ia ingin, tapi ada perasaan benci yang terus menyelimuti hatinya untuk hujan.

Untuk ciptaan Tuhan yang menurut orang paling indah untuk di rasakan, dan ciptaan Tuhan yang selalu di nantikan oleh beberapa orang yang sangat menginginkan hujan.

Alzam menghela panjang, menatap langit dengan langkah yang terhenti. Keningnya bertaut, tangan kanannya mulai terangkat untuk memeriksa sesuatu. Air mulai menetes, hujan datang dengan cepat.

Ia segera berlari, menggandeng lengan kecil Ebi dengan erat untuk mencari tempat berteduh.

"Kita mau kemana?" tanya Ebi setengah berteriak.

"Halte," sahut Alzam, menutup kepalanya dengan tangan.

Gadis itu hanya menghela, menatap punggung lebar cowok itu dengan menggelengkan kepalanya.

Langkah mereka terhenti, duduk di halte yang sedang sepi. Tiba-tiba saja hujan berubah menjadi lebat, Alzam menghela lega.

"Aromanya khas Al, ini bagus buat terapi stres," ucap Ebi tanpa menatap lawan bicaranya.

Gadis itu sibuk memperhatikan hujan, tangan kanannya mencoba untuk menyentuh air yang terus mengalir dengan deras. Membiarkan kemeja hitamnya, beserta rambut pendeknya itu basah akibat hujan.

"Pakai ini biar gak kedinginan!" Alzam memakaikan jaket besar miliknya pada Ebi, membuat gadis itu mematung dengan pipi yang bersemu merah.

"Kamu?" tanya Ebi khawatir.

"Aku punya sweater."

"Alzam, kamu belum ganti baju? Itu masih kemeja sekolah, terus celana sama sepatu sekolah juga!"

Cowok itu tertawa kecil, membenahi jaket yang di kenakan Ebi, dan kemudian memeluk gadis itu dari samping, "Jangan ngomel ya Ta, hari ini aja jangan ngomel!"

Ebi terdiam, menganggukan kepalanya sebagai tanda mengerti.

"Ta?" panggil Alzam pelan.

"Hm?"

"Aku takut."

"Takut apa Al?" Kening Ebi bertaut dalam.

"Aku takut kamu pergi juga Ta, dan aku takut Tuhan menyuruhku untuk mengalah lagi. Mengikhlaskan orang yang aku sayang pergi untuk yang kesekian kalinya," jelas Alzam.

"Memangnya aku mau kemana sih Alzam? Kenapa kamu harus takut? Aku di sini, ada buat kamu, mau kamu lagi senang, ataupun susah."

"Janji ya Ta, jangan ninggalin aku demi siapa pun! Mau itu alfa sekalipun."

***

"Hallo! Nerta, kamu di mana?"

Gadis itu tertawa, menatap cowok di sampingnya yang terus memberikan tatapan yang tidak bisa di baca.

"Aku di sini Alzam, di samping kamu," sahut Ebi.

Alzam menghela, mempererat genggamannya pada tangan mungil itu. Di tatap beberapa saat ponsel itu untuk memastikan jika masih terhubung pada panggilan.

"Aku gak lihat kamu Ta, kamu di mana?"

"Di sini Alzam."

"Di mana?"

"Di dekat hati kamu."

Alzam tertawa, menoleh ke arah Ebi yang memberikan senyum lebarnya, "Ta, kenapa kamu gak bilang kalau ada di sampingku? kan aku jadi khawatir, aku merindukanmu."

Gadis itu kembali tertawa terbahak-bahak, menyimpan benda pipih itu ke dalam saku kemejanya, dan berkata, "Alzam, hujan ngebuat kamu jadi lucu. Kenapa gak setiap hari aja ada hujan, biar aku bisa tertawa bersama kamu."

"Kamu mau aku jadi badut Ta?"

Ebi menggeleng, melanjutkan langkahnya ketika lampu lalu lintas berubah menjadi hijau.

"Engga kok Al, aku cuman mau kamu tertawa lebar, tertawa lepas agar semua beban yang kamu rasakan menghilang," jelas Ebi.

"Bukan tawa yang aku mau Ta."

"Terus apa?"

"Sesuatu yang mungkin Tuhan belum memberikan restu, seseorang yang mungkin masih belum memiliki perasaan yang sama."

Penjelasan Alzam itu membuat Ebi terdiam, dan kemudian memberikan senyum tipis, "Memangnya siapa Al, dan kenapa Tuhan tidak mau memberikan restu?"

"Aku pikir karena usahaku masih belum maksimal, dia terlalu cantik, dan ada satu orang yang menjadi sainganku Ta. Mereka berada dalam satu kelas yang sama, dan itu membuatku sedikit kesal," jelas Alzam dengan nada tak sukanya.

"Terus kenapa sama restu Tuhan?"

"Aku pikir Tuhan sangat menyayangi gadis itu."

Ebi menghela panjang, kembali memperhatikan langit malam itu sekilas.

"Siapa dia Al?" tanya Ebi.

"Kenapa Ta?" Alzam balik bertanya.

"Cuman pengen tahu, gak lebih."

"Nanti aku kasih tahu."

"Kapan?"

"Di waktu yang tepat," sahut Alzam cepat.

"Kalau sekarang kenapa? Aku cuman pengen tahu, penasaran tentang gadis yang kamu sukai itu," ucap Ebi.

Alzam tertawa kecil, mempererat genggaman tangannya pada Ebi dengan langkah yang berubah menjadi lamban. Cowok itu tersenyum puas ketika melihat raut muka gadis di sampingnya berubah tidak suka.

"Nerta, gimana kalau gadis yang aku maksud itu kamu?" ucap Alzam, membuat Ebi segera menoleh dengan kening bertaut dalam.

"Aku gak percaya."

Alzam berdecih kesal, selalu saja seperti ini, "Ta, berapa kali sih aku kasih tahu soal perasaan aku ke kamu? Selalu saja kamu gak percaya. Bukti apa yang harus aku kasih tahu?"

"Aku gak percaya, tapi ada rasa aneh Al. Sebenarnya aku juga gak mau banyak berharap."

"Terus Alfa? Alfa yang udah jelas-jelas ngasih perhatian lebih itu kamu anggap apa Ta?"

"Perhatian lebih apa? Dia cuman temanku, gak ada hubungan khusus."

"Ta, dia ngasih banyak perhatian sama kamu, kenapa kamu gak sadar sih?" tanya Alzam kesal.

"Aku rasa itu bukan perhatian."

"Terus aku gimana Ta?"

"Kamu perhatian sama aku, dan aku ngerasa nyaman sama kamu," sahut Ebi.

"Jadi apa perasaanmu?"

Ebi mengangkat bahunya acuh, merasa bingung juga dengan perasaannya yang campur aduk.

"Aku menyukaimu, dan aku cemburu waktu lihat kamu sama alfa Ta."