Chereads / Sang Amurwa Bhumi / Chapter 4 - 4. Aku Benci Papi

Chapter 4 - 4. Aku Benci Papi

"Pebinor itu apa, Uncle? Andika tidak tahu."

Andika memandang wajah tampan Amurwa sambil mengerutkan keningnya. Ia benar-benar penasaran dengan istilah baru yang didengarnya.

"Aku bukan orang yang suka merebut istri, Tuan Muda. Aku orang baik-baik yang tidak akan mengganggu rumah tangga orang lain."

Andika menunduk. wajahnya nampak sedih mendengar jawaban Amurwa. Ia tahu laki-laki yang ada di hadapannya adalah orang baik sedangkan ayahnya orang jahat yang suka menyakiti ibunya. ia tahu Amurwa tidak akan tega menyakiti hati siapapun, apalagi hati ayahnya yang sudah memberikan gaji dan tempat tinggal kepadanya, namun bagi Andika, membiarkan ibunya sakit hati dengan kelakuan ayahnya adalah dosa besar yang harus ia tanggung sepanjang hidupnya.

"Aku tidak mau melihat Papi menyiksa Mami lagi, Uncle."

"Uncle tahu. Tapi apakah harus dengan memisahkan mereka? Tidak, Tuan Muda. Aku hanya ingin melihat Tuan Kusuma dan Nyonya bersatu tapi mereka bisa saling menyayangi satu sama lain. hati kita akan tenang saat melihat orang tua kita senantiasa bersama. Tidak terpisah seperti apa yang Tuan Muda inginkan."

"Caranya?"

"Itu yang harus kita cari. Kita selidiki bagaimana perasaan Papi dan Mami. Kita cari tahu apa kesukaan mereka dan kita satukan dalam sebuah acara."

"Acara apa, Uncle? Aku kira Papi tidak akan terlalu membuang waktu. Selama ini Papi selalu bilang bahwa ia sibuk dan tidak mau membuang waktu dengan bermain-main saja. Yang lain tidak penting bagi Papi."

Andika mengangguk. memang benar apa yang dikatakan Andika tentang Tuan Kusuma. Tuan Kusuma selalu sibuk bekerja. tidak semenitpun dia akan menyia-nyiakan waktu saat jam kerja makanya tidak heran, kekayaannya selalu bertambah dari waktu ke waktu.

"Papi kamu adalah sosok pekerja keras, Tuan Muda."

"Berarti rencana liburan untuk mereka akan gagal?"

Amurwa menggeleng. ia tidka bisa mengatakan ya dan tidak selama belum mencoba. Ia pandang Andika dan membisikkan sesuatu.

"Begitukah?"

Mata Andika berbinar cerah mendengar usul Amurwa. Ia segera meminta Amurwa untuk menghentikan Jeremy dan turun. Setelah Amurwa mengikuti keinginannya, Andika berlari menuju mansion dan mencari ayahnya yang sedang duduk di meja kerja.

"Papi"

Tuan Kusuma yang sedang sibuk meneliti email dari anak buahnya tidak mendengar panggilan Andika meski berkali-kali anak malang itu memanggilnya. Andika nyaris putus asa ketika panggilan ke sepuluhnya belum mendapat sambutan. Ia hendak melangkahkan kaki meninggalkan Tuan Kusuma yang masih fokus ke laptop, namun saat langkah pertamanya, sebuah deheman ia dengar.

"Ehm"

"Ah pap-papi?"

"Ada apa kau kemari?"

Andika menarik napas dalam, mencoba menata hati dan perasaannya agar ia tak salah bicara. Tuan Kusuma yang tidak pernah berinteraksi dengan anaknya menatap Andika dengan tatapan tajam seolah hendak memangsa tubuh mungil Andika.

"Jangan membuang waktuku, Andika. Cepat katakan apa maumu atau segera tinggalkan ruanganku sekarang."

"Papi jahat. Aku benci sama Papi. Tadinya aku ingin Papi berbaikan dengan Mami. Sekarang aku sama sekali tidak mau melihat papi bersama Mami lagi."

"Cukup! Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu? Apakah Amurwa? Laki-laki yang selalu kau bilang baik? Baiklah kalau dia yang mempengaruhimu agar memberontak kepadaku, aku akan memecat dia sekarang juga."

Andika berlari menghampiri Tuan Kusuma. Ia ingin sekali mendorong tubuh ayahnya agar jatuh dan mati saat itu juga, namun mendengar Amurwa dihujat dan akan dipecat, Andika segera berlari meninggalkan ruang kerja Tuan Kusuma.

Tuan Kusuma yang melihat Andika meninggalkannya menuju taman belakang segera menyusul. Dengan tatapan penuh kebencian ia menghampiri Andika yang kini menangis di dalam pelukan Amurwa.

"Andika!"

"Uncle tolong aku!"

"Ada apa, Sayang? Apakah kau sudah membuat Tuan Besar marah?"

"Tidak akan marah kalau Papi mendengar semua ucapanku. Tapi Uncle kan tahu kalau Papi memang pemarah dan selalu mengancam. Papi mau memecat Uncle dan membunuhku."

Mendengar penjelasan Andika, Amurwa bersiap dengan berbagai kemungkinan yang akan ia terima. Ia segera berdiri sambil menyembunyikan tubuh kecil Andika di belakangnya. Amurwa membungkukkan badannya memberi hormat kepada Tuan Kusuma yang sedang marah.

"Selamat pagi, Tuan. Apakah ada sesuatu yang bisa saya bantu sehingga Tuan datang langsung menemui saya di sini?"

Tuan Kusuma memandang Amurwa dari atas sampai bawah. ia mengagumi ketampanan Amurwa, laki-laki yang ia pekerjakan di kandang kudanya dan ia tugasi merawat dua ekor kuda kesayangannya.

"Apakah kau kuangkat sebagai pelayan di sini hanya untuk menebar pesonamu kepada anakku, Amurwa? Kau kuangkat ke sini karena aku melihat bahwa kau punya bakat yang bisa kau kembangkan."

Amurwa menunduk. ia tahu ada yang salah dalam pikiran Tuan Kusuma namun ia sama sekali tidak mau membalas semua perkataan Tuan Kusuma. Baginya menjawab perkataan Boss adalah dosa yang sangat besar. Bagi Amurwa, Tuan Kusuma ibarat ayahnya. Ia tidak pernah menjawab apapun saat ayahnya marah dan kali ini Amurwa pun sama sekali tidak menjawab tuduhan Tuan Kusuma. Bukan ia mengakui semua perbuatan yang dituduhkan kepadanya, namun semua ia lakukan karena ia menghormati Tuan Kusuma.

"Mengapa kau diam, Amurwa? Aku sedang bicara kepadamu maka jawablah!"

"Apa yang harus saya jawab, Tuan? Saya sama sekali tidak melakukan apapun di sini. Tuan Muda sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri. Dia datang ke sini menemani saya, dan saya menyayanginya sebagai seorang adik. Tidak pernah sekalipun saya memberikan perintah apapun kepada Tuan Muda, Tuan."

"Pandai sekali bahasamu, Amurwa. Aku tidak heran mengapa anakku mencintaimu. Tapi aku sama sekali tidak tertarik untuk memperpanjang kontrakmu di rumah in. Mulai sekarang, pergi dari rumahku dan biarkan Andika bersamaku."

Andika yang mendengar ayahnya mengusir Amurwa segera bergerak mendekati Tuan Kusuma. Ia benar-benar marah pada apa yang dikatakan ayahnya.

"Papi jangan sembarangan menuduh apalagi mengusir Uncle Amurwa. Selama ini yang mengasuhku adalah uncle, bukan Papi. Kemana Papiku ketika aku sakit? kemana Papiku ketika aku butuh kasih sayang dan kemana papiku . . . ."

Plak

Sebuah tamparan keras mengenai pipi mulus Andika. Andika yang tidak siap dengan tindakan yang akan dilakukan Tuan Kusuma terhuyung dan nyaris jatuh kalau saja Amurwa tidak segera menolongnya.

"Lepaskan anak itu dan tinggalkan tempat ini, cepat!'

"Tidak, Papi. Tidak. Jangan usir Uncle Amurwa karena kalau itu sampai terjadi maka aku akan ikut kemanapun Uncle pergi."

"Andika!"

"Apa? Apakah Papi akan tetap bersikeras akan mengusir Uncle? Silakan, Papi. Aku akan membawa Mami bersama kami. aku sudah muak melihat Papi yang selalu menyiksa mamiku. Aku benci sama Papi.'

Mendengar Andika berteriak saat mengucapkan kalimatnya Tuan Kusuma maju dan merebut Andika dari tangan Amurwa. Tuan Kusuma yang marah benar-benar inginmembunuh anak kecil yang kini berada di pelukan Amurwa. Amurwa melindungi Andika hingga tangan yang awalnya hendak memukul Andika mengenai tubuh Amurwa.