Amurwa masih duduk di meja yang sama dengan Tuan Kusuma. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan ponsel masing-masing. Tuan Kusuma sibuk dengan email dari Andra sedang Amurwa sibuk mengecek laporan semua anak buahnya dari beberapa divisi.
"Kau sedang apa, Amurwa? Kelihatan sekali kalau kau kini semakin cerdas."
Amurwa menghentikan kegiatannya. Ia tutup semua laporan dan meletakkan ponselnya di saku. Ia pandang Tuan Kusuma dan menarik mapas dalam.
"Saya sedang mengecek laporan anak buah, Tuan. Mereka sedang menghandle acara di lapangan. Bupati sudah hadir dan beberapa pejabat terkait sudah hadir untuk meninjau lahan yang akan kita bangun restoran."
Tuan Kusuma terpana mendengar laporan Amurwa. Ia ingin bangkit dan meninggalkan restoran Lestari Muda, namun Amurwa segera mencegahnya. Ditariknya tangan Tuan Kusuma dan memintanya kembali duduk.
"Semua anak buah Andra sudah menghandle kegiatan, Tuan. Mereka sudah menjamu para kepala daerah dan pejabat yang hadir hingga kita datang."
"Kemana pelayan restoran ini mengapa lama sekali menyajikan makanannya?"
Amurwa tersenyum. karena terlalu asik dengan ponsel mereka bahkan tidak tahu kalau makanan sudah terhidang di meja mereka.
"Makanan sudah siap, Tuan. Ayo kita makan."
Tuan Kusuma mendahului Amurwa mengambil piring dan memulai aktifitas sarapannya. Beberapa kali ia berdecak merasakan sensasi makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Tekstur ikan fillet gurami yang sangat lembut di mulut dipadu dengan tepung kriuk yang renyah membuat Tuan Kusuma terlihat sangat menikmati sarapannya pagi ini.
"Hmmm, ini sangat enak, Amurwa. Aku suka makanan di sini."
"Tentu saja enak, Tuan. Makanan Nyonya Wijaya selalu yang terbaik. Beberapa kali restorannya memenangkan penghargaan dari dinas pariwisata dan ikatan pengusaha restoran, Tuan."
"Ouh, pantas saja seperti itu. Aku juga akan memberikan rekomendasi kepada semua rekanku untuk makan di sini. Amurwa, pesankan makanan untuk menjamu tamuku nanti malam. aku tidak akan rela kalau mereka melewatkan makanan enak di sini."
"Siap, Tuan. Aku akan segera mengurus semua yang Tuan inginkan. Untuk berapa porsi, Tuan?"
"Enam. Aku akan datang bersama dengan Andra dan kau bisa mengawal kami. tamu kita ada dua orang dan masing-masing akan membawa kekasihnya. Penghangat ranjang disaat mereka bekerja di luar."
Amurwa mengangguk lesu. Entah mengapa ia sama sekali tidak rela mendengar kalimat Tuannya. penghangat ranjang saat bekerja di luar, membuat hatinya merasa tercabik. Beberapa kali mengeluhkan pelayanan istri namun di belakang ia justru lebih bersikap tidak adil.
"Apa yang membuatmu marah, Amurwa?"
"Tidak ada. Saya mana ada hak untuk marah, Tuan. Saya ini siapa?"
"Sudahlah. Aku tahu kapan harus diam dan kapan aku melakukan sesuatu untuk menyenangkan diriku. Aku sudah bosan dengan Padmasari yang menyebalkan itu."
Amurwa melangkah meninggalkan mejanya setelah menyelesaikan makannya. Ia segera berjalan menujukasir dan melakukan pemesanan sesuai permintaan Tuan Kusuma. Setelah selesai dengan transaksi mereka meninggalkan Lestari Muda 6 dengan tergesa.
Setengah jam kemudian, Amurwa dan Tuan Kusuma sudah sampai di lokasi dimana di sana sudah hadir banyak pejabat yang akan menyaksikan peletakan batu pertama pembangunan restoran. Amurwa dan Tuan Kusuma menghampiri semua pejabat yang sudah siap mengikuti acara. Seteah mengecek semua kelengkapan, Amurwa meminta semua anak buahnya memulai acara. Amurwa masih berdiri di belakang kursi tamu, melihat situasi dan kondisi acara, agar ia tidka kecolongan. Ia paham banyak sekali rival bisnis yang mencoba menggulingkan kekuasaan Tuan Kusuma dengan cara yang tak wajar.
"Apakah kau Tuan Amurwa?"
Seorang wanita dengan pakaian dress panjang menghampiri Amurwa yang sedang menatap ke panggung melihat Tuan Kusuma melakukan pidato. Mendengar seseorang menyapanya dengan suara lembut, Amurwa segera mengarahkan pandangannya kepada wanita cantik di hadapannya.
"Kau siapa?'
"Em, aku Andini, Tuan. Wanita yang disewa Tuan Kusuma untuk menemaninya makan siang."
"Kau, bagaimana mungkin Tuan Kusuma memanggilmu sedang dia memiliki istri?"
Wanita di hadaan Amurwa segera mengulurkan tangannya mencoba menyentuh dagu Amurwa, namun Amurwa segera mengempaskan tangan wanita itu. ia tidak suka digoda oleh wanita murahan di hadapannya. Amurwa lebih suka wanita yang kuat pendirian dan prinsi hidupnya. Perempuan dengan penampilan mencolok seperti yang ada di hadapannya sekarang ia tak berminat.
"Jangan terlalu sombong, Tuan. Aku wanita baik-baik yang setia pada satu laki-laki. Aku hanya mencintaimu, Amurwa."
"Kau. . . mengapa kau membohongi dirimu sendiri? Kau bilang kau akan menemani Tuan Kusuma makan siang, sekarang mengapa kau mengatakan kau mencintaiku? Perempuan macam apa dirimu?"
"Ha ha ha, aku? Aku perempuan mahal yang tidak semua orang berhasil mendapatkan perhatianku. Kalau saja kau tidak tampan seperti ini, aku mana mau menyapamu, Amurwa."
Amurwa segera menepis tangan mulus yang hampir menyentuh wajahnya sekali lagi. ia kesal dengan perlakuan wanita di hadapannya. Ia segera memandang ke panggung. Di sana Tuan Kusuma sudah tidak lagi berpidato. Amurwa sedikit panik. Dengan memejamkan mata, ia mencoba mencari keberadaan Tuan Kusuma.
"Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Kau memejamkan matamu karena kau ingin melenyapkan bayanganku, kan?"
"Enyahlah kau dari sini! Aku sama sekali tidak tertarik untuk menjalin pertemanan denganmu apalagi menjadikanmu sebagai wanitaku."
Amurwa melangkah mengikuti naluri hatinya yang mengatakan bahwa saat ini Tuan Kusuma sedang dalam kondisi sangat terancam. Ia segera mendekati kursi dimana Tuan Kusuma sedang berbincang dengan Bupati dan Pejabat daerah tanpa mempedulikan sekeliling.
Amurwa melihat beberapa laki-laki dengan pakaian serba hitam duduk berpencar di tribun tamu undangan. IA semakin memperketat pertahanan. Di kirimkannya beberapa pesan kepada anak buah yang berjaga di sekeliling panggung tanpa menampakkan identitas mereka sebagai bodyguard Tuan Kusuma.
"Kami siap, Tuan Amurwa."
Amurwa tersenyum. Dengan sedikit kemampuannya ia mencoba menganalisa kekuatan lawan.
"Ada lima belas"
"Siap"
"Kunci di bagian samping dan belakang agar mereka tak bergerak maju!"
"Siap. Terkunci, Tuan.'
"Bagus. Selanjutnya tetaplah di tempatmu dan jangan bergerak tanpa perintahku!"
"Ok, Tuan."
Semua anak buah yang awalnya berpencar kini perlahan mendekat, membentuk pagar betis untuk membentengi Tuan Kusuma dari serangan musuh yang menyamar sebagai tamu undangan.
"Bagaimana?"
"Kami sudah menggiring domba ke dalam kandang, Tuan. Selanjutnya domba siap dipotong"
"Ikat domba dan tutup pintu kandangnya. Jangan sekali-kali kau biarkan domba keluar. Anggap saja mereka sedang refreshing di dalam dan jamu mereka dengan jamuan paling istimewa."
Semua anak buah mengikuti arahan Amurwa. Mereka meminta beberapa pelayan agar menghidangkan makanan terbaik untuk laki-laki yang baru masuk ke ruang perjamuan, mendahului tamu utama. Setelah semua siap, pengawal Tuan Kusuma meminta para pelayan untuk memberikan pelayanan terbaik pada mereka sehingga mereka lupa akan tugas yang sedang diembannya.
Amurwa yang tahu kalau semua pengintai sudah dikunci oleh anak buahnya segera membawa Tuan Kusuma menyelinap ke dalam sebuah kamar dan menguncinya di dalam.