Hari berganti dan kini Amurwa menduduki jabatan barunya sebagai kepala keamanan di keluarga Kusuma. Hidup Amurwa yang semula tenang dengan hanya memberi makan Jeremy dan Cintya, kini menjadi sibuk karena harus mengawal Tuan Kusuma kemana-mana. Kekuasaan Tuan Kusuma juga semakin berkembang pesat. Banyak lawan bisnis bertekuk lutut, tunduk di bawah kekuasaan Tuan Kusuma dengan bantuan Amurwa.
Seperti pagi ini, Amurwa sudah bersiap dengan mobilnya, mengantar Tuan Kusuma meninjau proyek di lapangan.
"Kita akan kemana dulu, Tuan? Telaga Buatan atau ke proyek restoran di Pendawa?"
Tuan Kusuma tersenyum lalu masuk mobil dengan tenang. Amurwa yang belum mendapat jawaban dari tuannya langsung menutup pintu dan melangkah menuju pintu kemudi. Ia langsung duduk di belakang kemudi dan menyalakan mobil. Sambil menunggu konfirmasi atas jawaban Tuan Kusuma, Amurwa menjalankan mobilnya pelan.
"Kita sarapan dulu, Amurwa. Kau kelihatannya juga belum makan kan? Pelayan hari ini bangun kesiangan. Aku tidak mau kau sakit dan bisnisku akan terhenti kalau kau terbaring di rumah."
Amurwa hanya mengangguk. ia menyetujui semua perintah tuannya karena sejak semalam ia tak bisa memejamkan mata karena lapar. Amurwa melewatkan makan malamnya karena fokus memandang Padmasari dari balkon. Entah mengapa, ia begitu terpesona melihat istru Tuan Kusuma. Beberapa kali ia mencoba menolak pesona wanita muda yang baru memiliki satu orang putra namun beberapa kali pula ia gagal. Semakin ia melupakan Padmasari, semakin dia tersiksa.
"Kita akan sarapan di mana, Tuan? Apakah di restoran biasa atau Tuan memiliki rekomendasi tempat baru yang lebih baik?"
Tuan Kusuma mendesah. ia benar-benar enggan menentukan kemana dia akan makan apa. Yang ia inginkan ia turun dari mobil dan mendapat hidangan enak untuk mengantarnya pada pekerjaan selanjutnya.
"Terserah kau saja, Amurwa. Aku malas kalau harus mencari restoran mana yang ingin kukunjungi hari ini. seharusnya istriku lebih peduli kepadaku tapi, dia kelihatannya sudah tak mau mempedulikan aku lagi."
Tuan Kusuma mendesah. ia sama sekali tidak tahu mengapa kalimat ejekan pada istrinya begitu mudah muncul saat bersama Amurwa padahal selama ia bersama Bryan, ia sama sekali tidak pernah mengungkapkan kekesalannya.
"Nyonya mungkin sakit, Tuan."
"Tidak ada yang sakit di rumahku. Kalau dia sakit aku akan memberikan dokter dan obat terbaik. Aku hanya tahu istriku memang tidak mau melayaniku lagi. entah apa yang terjadi kepadanya karena dia sama sekali tidak mau melayaniku lagi."
"Tuan. Wanita biasanya suka kalau dibawakan hadiah."
"Hah, hadiah apa yang pantas untuk seorang wanita yang membangkang pada suaminya, Amurwa?'
Amurwa menggeleng. Ia sama sekali tidak mau dikotori pikirannya karena cemooh Tuan Kusuma kepada istrinya. Tuan Kusuma yang tidak mengetahui bagaimana perasaan Amurwa saat ini, terus saja mengucapkan kata-kata kotor untuk menghujar Padmasari.
"Mengapa kau diam saja, Amurwa? Apakah kau sama sekali tidak tertarik untuk memiliki istriku?"
Amurwa menatap Tuan Kusuma, seolah meminta konfirmasi atas apa yang baru saja dikatakan tuannya.
"Kau tidak mengerti arti pertanyaanku?'
Amurwa menggeleng. Ia kesal karena sebagai laki-laki sejati, seharusnya Tuan Kusuma tidak akan pernah memberi kesempatan kepada laki-laki lain untuk menggoda istrinya sama sekali. Yang terjadi saat ini justru berkebalikan. Tuan Kusuma menawarkan istrinya untuk Amurwa.
"Tuan sedang menguji kesetiaanku atau kesetiaan Nyonya?"
"HA ha ha, sama sekali tidak, Amurwa. Aku tahu sangat tidak etis ketika seorang suami menawarkan istrinya kepada laki-laki lain. Aku paham bagaimana kamu selama ini. Kau mengabdi sepenuh hati kepadaku dan aku tahu besarnya pengabdianmu, makanya kuhadiahkan Padmasari untukmu."
"Tuan . . . ."
"Katakan kalau kau mau, Amurwa. Aku akan dengan suka rela menghadiahkan dia kepadamu. Dia sudah tidak mau melayaniku dan bagiku itu sudah tidak bisa kupertahankan."
"Saya hanya bisa menyarankan agar Tuan sedikit lebih bisa bersikap lembut kepada Nyonya. Barangkali selama ini Nyonya sangat lelah karena berpikir Tuan sudah tidak lagi menghendakinya."
Tuan Kusuma mengangguk. ia mencoba menelaah kalimat Amurwa. Bisa jadi memang selama ini Padmasari menghindarinya karena ia merasa sudah tidak dibutuhkan oleh dirinya. atau padmasari memiliki laki-laki lain di belakangnya.
"Aku yakin kalau istriku memiliki laki-laki lain di belakangku, Amurwa. Kau harus mneyelidikinya untukku."
Amurwa mengangguk. Tidak ada pilihan lain selain menurut kepada perintah tuannya yang bagi Amurwa sangat gila kerja. Hari-harinya dihabiskan hanya untuk bekerja tanpa mempedulikan keluarganya.
Amurwa masih melajukan mobil sambil sesekali melihat kegiatan Tuan Kusuma di kursinya. Ia benar-benar heran dengan kerasnya hati tuannya yang sama sekali tidak terpancing oleh keadaan di sekelilingnya. Tuan Kusuma masih fokus melihat ponsel.
"Kita makan di Lestari Muda, Tuan?"
"Lestari Muda? Restoran baru?"
Amurwa tersenyum.
"Lestari mudah didirikan sejak sepuluh tahun lalu, Tuan. Nyonya Anna pemilik restoran tersebut adalah istri Tuan Harry, rekan bisnis Tuan Kusuma yang nanti akan kita temui di proyek."
"Oh"
Hanya itu yang keluar dari bibir Tuan Kusuma yang membuat dirinya semakin terlihat kaku dan tak berperasaan.
"Apakah kita pernah ke sana?"
"Ke Lestari Muda, Tuan? Tentu saja kita pernah, tapi baru ada dua yang kita kunjungi. Yang lain belum."
"Memangnya ada berapa Lestari Mudanya?"
Amurwa mencoba menghitung restoran terbesar di kotanya dengan membayangkan satu persatu lalu tersenyum sambil mengacungkan satu telunjuknya ke atas.
"Enam"
"Ha ha ha , enam kok hanya satu jari yang kau tunjukkan, Amurwa. Apakah kau tidak salah hitung?"
Amurwa menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu tersenyum memandang spion di depannya sekali lagi.
"Kan tangan satunya sedang memegang kemudi, Tuan. Apakah Tuan lupa?"
"Tidak lupa tapi aku heran saja sama kamu. Ya sudah kita ke Lestari Muda terdekat."
Amurwa mengangguk lalu mengarahkan mobilnya lebih cepat ke Lestari Muda terdekat. Setelah memarkirkan mobil, ia segera mempersilakan Tuan Kusuma keluar. Mereka melangkah bersama ke dalam restoran yang didesain untuk anak-anak muda. Beberapa sudut menampilkan tempat berpoto bagi pengunjungnya, membuat siapapun yang masuk ke dalam restoran itu terpana. Tuan Kusuma memandang sekeliling, mengabaikan sambutan pelayan yang berdiri di pintu masuk.
"Luar biasa desain restoran ini Amurwa. Aku ingin sekali memiliki restoran semewah ini."
"Tentu saja Tuan tinggal menyebutkan saja dimana akan dibangun. Pasti mereka akan melaksanakan sesuai perintah Tuan. Mana ada yang berani membantah perintah Tuan Kusuma."
Tuan Kusuma menggeleng.
"Aku hanya bercanda saja, Amurwa. Aku sudah terlalu lelah bekerja sehingga aku merasa perlu refreshing keluar kota."
Amurwa mengangguk. ia masih terus saja mengikuti Tuan Kusuma berjalan mengelilingi setiap sudut restoran. Sesekali Tuan Kusuma memotret dirinya dan menyimpannya di galeri penyimpanan. Setelah puas dengan tindakannya, Tuan Kusuma langsung mengajak Amurwa untuk duduk di ruang VIP sambil menunggu pesanannya siap.