Sudah satu bulan Lennox terbaring di rumah sakit. Harusnya dia sudah bisa bangun tak lama setelah operasi pengangkatan peluru yang bersarang di tubuhnya sukses. Namun Lennox masih tetap tertidur dengan pulas. Awalnya semua mengira dia mengalami benturan di area kepalanya, namun hasil pemeriksaan tidak menunjukkan tanda terjadi benturan di area kepalanya.
Wajah Raymond terlihat sendu. Pagi ini jadwalnya menjaga Lennox hingga siang hari, Elaine akan datang menggantikan Raymond hingga sore hari dan kemudian akan di gantikan Carlson. Elaine dan Raymond akan datang kembali lagi dimalam hari. Raymond kemudian akan pulang sekitar pukul sebelas. Sedangkan Elaine, dia akan ikut menginap sambil menemani Carlson. Eckart akan datang ketika dia tidak sibuk. Sambil membawa Nuri juga.
Keluarga Selim lainnya juga kadang berkunjung sesekali. Jika diibaratkan dengan pelanggan, pasangan Selim, Raymond, Eckart dan Nuri adalah reguler. Sedangkan yang lainnya hanya sekedar pengunjung biasa.
Untuk urusan berjaga malam, itu adalah tugas Carlson dan Elaine, namun ada kalanya Raymond akan berjaga dari malam hingga pagi hari. Seperti hari ini, dia kebagian jatah jaga malam sampai pagi, bahkan mungkin hingga siang nanti.
"Lennox, kapan kamu akan bangun? Haaa..." Raymond mengacak-acak rambutnya frustasi "Si brengsek itu harusnya dihukum mati saja."
Cklek
Pintu ruang inap Lennox terbuka. Muncul sosok wanita paruh baya yang sekarang terlihat semakin kurus dan rapuh.
"Tante, bukannya ini masih terlalu pagi?"
"Tidak apa, tante hanya ingin datang lebih cepat."
Elaine meletakkan tasnya di atas sofa ruang tunggu dan kemudian berjalan menuju hospital bed tempat Lennox sedang terbaring. Elaine mencium kening Lennox lama sekali.
"Lennox, bangunlah nak, Mama merindukanmu."
Air matanya turun membasahi pipinya yang kian hari, kian tirus. Elaine begitu terpukul karena kejadian yang menimpa omega kesayangannya ini. Tidak ada yang tidak terpukul, namun Elaine yang merasa paling terpukul.
Raymond mendekati Elaine dan menggosok-gosok punggung wanita yang sudah ia anggap ibunya sendiri dengan lembut.
"Tante, jangan bersedih. Lennox pasti tidak mau melihat tante seperti ini."
"Aku sejak awal sudah tidak setuju dengan pertunangan itu, tapi Carl, dia bersikeras. Dan lihatlah, apa yang aku takutkan terjadi."
Elaine mulai terisak. Raymond yang sejak tadi berusaha menenangkannya tidak dapat melakukan apa-apa. Elaine akan selalu seperti ini setiap hari, dia akan menangis dan kemudian meminta maaf berkali-kali pada tubuh yang tertidur itu. Namun, permintaan maaf itu tidak pernah berbalas, Lennox tetap dalam mode tidurnya.
Sebenarnya Raymond tidak tega melihat Elaine setiap hari menangis seperti ini. Tapi seberapapun dia berusaha menghentikannya, Elaine malah memarahinya dan mengatakan bahwa Raymond tidak akan mengerti karena Raymond tidak tahu rasanya punya anak.
"Sudah sana pulang, kamu harus mandi, istirahat juga. Dan cepatlah menikah, segera punya anak, biar kamu jadi cengeng juga seperti tante." Elaine yang sudah berhenti menangis itu kini mengomeli Raymond.
Raymond kemudian mengemasi barang-barangnya, seperti ponsel, laptop dan kotak bekalnya juga. Raymond tidak lupa membersihkan sampah-sampah yang dia tinggalkan. Kini ruang tunggu mini itu sudah bersih.
Raymond kemudian berjalan menuju hospital bed, menatap wajah Lennox sebentar dan mengecup keningnya.
"Aku pulang dulu. Nanti kalau sempat aku kesini lagi." Sekarang kecupannya berpindah ke perut datar Lennox. "Jaga dia ya jagoan." Ujarnya sambil tersenyum.
##
Ruangan ini tadinya ramai karena kedatangan Eckart, Nuri, kakak kandung Lennox-Lyra dan juga adik Lennox-Louise. Namun sekarang sudah sepi. Menyisakan Louise, Raymond, dan Carlson.
Ketiga alpha beda generasi itu sedang duduk sambil berbincang mengenai dunia bisnis, tapi lama kelamaan topik berubah menjadi para wanita dan omega. Carlson yang tadinya tidak tertarik sama sekali pada akhirnya ikut berkomentar juga.
"Jodoh itu seperti puzzle, kalau tidak pas maka puzzle itu tidak selesai. Tidak sempurna. Namun, kalau potongan itu pas, pasti rasanya bahagia sekali, apalagi jika mencari potongan itu dengan bersusah payah, pastinya rasa bahagianya berlipat-lipat."
Kedua alpha muda itu terdiam. Sepertinya sedang meresapi nasihat dari Alpha yang sudah lebih berpengalaman dari mereka.
Nasihat yang membuat canggung itu akhirnya digantikan dengan topik olahraga. Namun, ujung-ujungnya ya kembali lagi ke dunia bisnis dan juga politik. Dasar para alpha dengan otak bisnis.
"Ah, aku sepertinya harus pulang, nanti pagi harus kesini lagi." Ujar Raymond mengakhiri obrolan mereka.
"Ya, pulanglah kamu butuh istirahat." Ujar Carl.
"Ya, kamu butuh istirahat bro, lihatlah, kamu sekarang lebih mirip zombie dari pada manusia." Timpal Louise sambil tertawa.
Raymond kemudian bangkit dari duduknya. Kemudian mengenakan coat hitamnya sambil berjalan menuju hospital bed yang di tempati Lennox.
"Aku pulang dulu ya." Ujar Raymond.
Diciumnya kening Lennox lembut dan seperti biasa, setelah mencium kening Raymond beralih pada perut datar Lennox dan mendaratkan ciuman disana.
"Jagoan, jaga dia ya."
Setelah melakukan rutinitasnya Raymond tersenyum menatap Lennox. Tatapan sayu itu menyiratkan kesedihan yang dalam.
"Om, Louise, aku pamit dulu." Raymond membungkuk dan kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.
"Papa, apa dia selalu seperti itu?" Tanya Louise.
"Seperti itu bagaimana?"
"Tadi, menciumi kening dan perut Lennox."
"Ya, dia selalu seperti itu setiap hari. Satu bulan penuh."
Louise menatap wajah Papanya dengan tatapan tidak percaya. Satu bulan penuh? Tanyanya dalam hati.
"Ah, kamu belum tahu? Lennox sedang mengandung."
"Mengandung? Maksud Papa dia sedang membawa janin dalam rahimnya?"
Carlson hanya mengangguk.
"Papa bercanda, bagaimana bisa manusia yang sedang koma seperti Lennox hamil."
"Dia sudah hamil sebelum dia tidak sadarkan diri."
Louise terperangah mendengar kalimat demi kalimat yang sejak tadi dilontarkan Papanya.
"Dan itu anak Raymond?"
Carlson menggeleng, "Belum bisa di pastikan. Bisa jadi itu anak si bajingan Ralph. Tapi jika menurut penjelasan dokter dan juga kesaksian Raymond, kemungkinan itu adalah anak Raymond. Ada kemungkinan juga itu adalah anak Eckart."
"Aku bisa terima, maksudku masuk akal jika itu anak Ralph atau Raymond. Tapi Eckart?"
"Mereka sempat tinggal bersama. Lennox ternyata bekerja sebagai pengasuh anaknya."
"Gila, aku bisa gila. Kenapa Lennox populer sekali."
"Aku berharap Raymond atau Eckart adalah ayahnya."
"Apa tidak bisa dicek sekarang?"
"Kita harus bersabar hingga dia lahir."
"Sepertinya aku harus menghubungi Lyra. Aku sebentar lagi menjadi paman dan lyra akan menjadi tante yang cerewet. Mama juga, nenek cerewet dan Papa jadi opa sedingin kutub." Louise tertawa girang.
Tak!
Carlson mendaratkan satu jitakan ke kepala Louise "Jangan berisik, kau mengganggu Lennox tidur." Ujar Carlson.
Louise mengusap kepalanya.
"Tapi, bukankah akan sangat mengecewakan jika ternyata Raymond bukan ayah dari anak tersebut? Papa lihat kan tadi, dia seperti itu setiap hari, sebulan penuh."
"Kita hanya bisa bersabar."